Berita  

ADUH!!! Ratusan Nelayan Pulau Rote Ditahan di Penjara Australia

Dipenjara
Ilustrasi

JAKARTA, SriwijayaAktual.com – Wakil Ketua Komite III DPD RI, Abraham Paul
Liyanto, meminta Pemerintah Indonesia intensif membangun komunikasi dan
diplomasi untuk membantu membebaskan sekitar 210 nelayan Indonesia yang
masih mendekam dalam sejumlah penjara di Darwin Brisbane, Australia.
“Dari total 210 nelayan yang mendekam dalam penjara Australia
sebagian besarnya berasal dari Pulau Rote yang berbatasan langsung
dengan Negara Kangguru itu yang ditangkap dengan tuduhan melanggar batas
perairan dan ilegal fishing,” kata Abraham seperti dilansir Antaranews, Senin (1/5/2017). 
Pernyataan Abraham itu menyikapi penangkapan nelayan Indonesia oleh
Australia di sejumlah perairan laut lepas dengan berbagai tuduhan dari
Australia. Peristiwa terakhir, delapan nelayan Indonesia ditangkap pihak
Austalia di perairan Laut Timor lalu dibawa ke tahanan imigrasi di
Darwin karena dianggap melakukan penangkapan ikan secara ilegal. 
Sebanyak delapan nelayan Indonesia itu ditangkap dan diamankan
bersama barang bukti berupa siput laut yang dididuga dijaring di
perairan Australia.
Penangkapan berawal dari sebuah pesawat pengintai MBC pada Jumat
28 April lalu melihat perahu para nelayan Indonesia di dekat Pulau
Browse, sekitar 280 mil timur laut Broome, Australia Barat.
Dalam kesempatan reses dan bertemu dengan konstituen, Abragan
mengaku banyak menerima masukan, bahkan keluhan, dari masyarakat Desa
Oelaba, Kecamatan Rote Barat Laut (RBL) bahwa banyak nelayan Rote yang
masih dipenjara di Darwin sehingga perlu pendampingan untuk meringankan
mereka, bahkan membebaskan mereka dari tuduhan. 
Sebelumnya, Sahring, seorang nelayan Indonesia asal Oesapa,
Kupang, Nusa Tenggara Timur, menang di Pengadilan Australia ketika
menggugat pemerintah federal negara itu yang membakar perahunya di Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia pada 2008.
Pengacara nelayan Indonesia tersebut, Greg Phelps, dalam surat
elektroniknya mengatakan kliennya sudah diberi kompensasi 44.000 dolar
Australia oleh pengadilan federal di Darwin, Australia Utara, setelah
dinyatakan menang dalam gugatan tersebut.
“Ini merupakan sebuah batu ujian bagi pemilik, kapten, dan
nelayan Indonesia lainnya yang memiliki kasus yang sama, di mana perahu
mereka disita dan dihancurkan oleh otoritas negara itu,” kata Greg
Phelps yang juga pengcara Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) yang
berkedudukan di Darwin, Australia Utara itu.
Sahring, nelayan berusia 43 tahun asal Sulawesi yang sudah lama
menetap di perkampungan nelayan Oesapa, Kupang itu, sudah berulang kali
terbang ke Darwin untuk mengikuti jalannya persidangan tersebut, sampai
gugatannya dimenangkan oleh Pengadilan Federal Australia di Darwin. (*)