Dekan Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya
SriwijayaAktual.com – Kunjungan
Gubernur Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok pada tanggal 27
September 2016 ke Kepuluan Seribu dalam rangka sosialisasi program
pengembangan perikanan untuk peningkatkan taraf hidup warga berbuntut
panjang dengan munculnya video yang dianggap melakukan penistaan
terhadap agama Islam.
Reaksi umat dan tokoh agama luar biasa
sehingga MUI mengeluarkan fatwa bahwa Ahok telah melakukan penistaan
agama dan menghina ulama . Akhirnya Ahok sendiri minta maaf kepada umat
Islam dan dua organisasi massa Islam di Indonesia Nahdatul Ulama dan
Muhammadiyah yang juga komponen MUI, juga telah menerima permintaan
maaf Ahok. MUI juga menghimbau pemerintah untuk tetap menjalankan
prosedur hukum terhadap Ahok untuk menjamin rasa keadilan dimasyarakat.
Akan
tetapi reaksi pemerintah dan penegak hukum dirasa lamban maka komponen
umat Islam melakukan Aksi Damai Bela Al-Qura’n pada 14/11/2016 (Aksi Damai 411) dengan
penggalangan secara viral melalui media sosial dan telah berhasil
mengumpulkan jutaan umat Islam.
Pemerintah sudah memprediksi
bahwa Aksi 411 ini akan sangat besar yang diantasipasi oleh pemerintah
dengan menyiapkan pengamanan dan pengerahan puluhan ribu anggota
kepolisian yang di back up oleh TNI serta Presiden Joko Widodo “menemui”
pimpinan Gerindra Prabowo Subianto untuk mendinginkan suasana politik
agar demo tidak anarkis.
Penistaan agama sebagai delik pidana
telah diuji di MK dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. Pengujian
Penistaan agama di MK pada putusan Nomor 140/PUU-VII/2009 dan Nomor
84/PUU-X/2012 terkait pengujian Pasal 156 a Jo. Undang-Undang Nomor 1
/PNPS tahun 1965 pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama.
Ahok
sebagai calon gubernur dalam Pilgub Jakarta jika menjadi tersangka atau
terdakwa, tidak akan kehilangan status sebagai calon gubernur. Pasal
163 UU Nomor 10 tahun 2016 terkait pemilihan gubernur ditegaskan bahwa
status tersangka dan terdakwa tidak menghilangkan status seseorang calon
gubernur. Sedangkan dalam Pasal 163 ayat (6) dalam status tersangka,
seorang gubernur terpilih tetap harus dilantik.
Dalam status
terdakwa, gubernur terpilih tetap dilantik meskipun kemudian pada saat
pelantikan itu juga diberhentikan sementara. Jika keputusan pengadilan
menetapkan gubernur terpilih menjadi terpidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka yang
bersangkutan tetap dilantik agar dapat langsung diberhentikan (Pasal 163
ayat 8) Pasal 7A perubahan ketiga, “bahwa Presiden dan /Wakil Presiden
dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), baik apabila
terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainya, atau perbuatan
tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan / atau Wakil Presiden”.
Pasal 24 C ayat (2):
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau
Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
Teladan:
demo atas kasus ahok, bahwa kasus ahok harus dibawah ke ranah hukum,
bukan wilayah politik. Secara konstitusional presiden juga tak bisa
ditekan, apalagi dilengserkan hanya masalah ahok. Karena tidak sesuai
dengan konstitusi.
Intinya bagaimana masyarakat menyerahkan
proses hukum sebagaimana panglima untuk penyelesaian soal
konflik-konflik sehingga terhindar dari upaya-upaya penyelesaian
secara inkonstitusional. [*]
Sumber, Beritajatim