Berita  

Astagfirullah Hal Adzim, Kasihan Adek Bocah SD ini Disidang Jadi Terdakwa, “Orang Tua Bercucuran Air Mata, Sopir Mobil Penambrak Malah Melenggang”

Ayu Widiyaningsih, bocah SD yang menjadi terdakwa karena kasus kecelakaan lalu lintas, di PN Jember (JPG)

JEMBER-JATIM, SriwijayaAktual.com – Anak Kelas 6 SD bernama Ayu Widiyaningsih (AW),
menjadi terdakwa atas karena kasus kecelakaan lalu lintas, Kamis (20/4/2017) 
harus kembali ke Pengadilan Negeri (PN) Jember, Provinsi Jawa Timur (Jatim).
Dia kembali menjalani proses diversi. Yakni, pengalihan penyelesaian
perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan
pidana.
Tidak ada persiapan apa pun yang dilakukan Anak Kelas 6 SD N
Kemuningsari Lor itu. Bahkan, dia tetap masuk sekolah Rabu kemarin
(19/4/2017).
Hal berbeda dirasakan Monadi, ayahanda Ayu. Saat didatangi wartawan di rumah pinjaman yang dihuninya, pria ini
berulang-ulang kali meneteskan air mata mengingat peristiwa yang menimpa
anaknya tersebut. Apalagi saat berbulan-bulan merawat luka kecelakaan
anaknya pulang-pergi ke rumah sakit.
”Saya hitung utang saya 20 jutaan,” katanya Monadi.
Dana puluhan juta rupiah itu dia pinjam untuk perawatan medis Ayu.
Ayah korban mengaku tidak tahu bagaimana cara membayar kalung dan gelang
emas milik saudaranya yang digunakan untuk pengobatan anaknya tersebut.
Monadi mengatakan tidak mungkin dia meminta bantuan kepada sopir Yaris
yang terlibat kecelakaan dengan anaknya.
”Tapi, dulu pernah diberi utangan,” ujarnya.
Soal utang yang Monadi tidak lagi memikirkanya terlalu dalam. Yang
membuat dia waswas selama ini, adalah anak bungsunya itu terancam
menjadi terpidana.
”Saya akan minta kepada hakim untuk menukar hukuman anak saya agar
supaya hukumanya di bebankan kepada saya, biar saya yang di penjara.
menukar hukuman ke hakim supaya saya yang dipenjara menggantikan Ayu,”
katanya, sambil meneteskan air mata.
Menurut Monadi, anaknya masih bisa diharapkan meraih cita-cita.
 Sementara itu, dia merasa sudah cukup menjadi buruh lepas penjaga
kebun di samping kantor kepala desa Kemuningsari Lor, Kecamatan Panti.
”Saya miskin. Tapi, saya tidak ingin anak saya juga miskin. Akan semakin miskin dia jika sampai dipenjara,” ujarnya, dikutip jawa pos.
Sementara itu, Jumariyah, ibunda Ayu, menyatakan akan ikut mengantar anaknya ke
pengadilan. Dia memilih libur berjualan gorengan. Dia berharap, kasus
yang menjerat anaknya bisa tuntas hari ini.
Dengan begitu, Ayu bisa kembali berfokus belajar menyiapkan ujian akhir sekolah. Apalagi, Ayu sudah kelas VI.
”Sebenarnya tidak tega ikut ngantar Ayu. Tapi, saya akan mencoba supaya pak hakim tidak menghukum dia,” katanya.
Sementara itu, Ahmad Baidowi -ayahanda Windi, sapaan karib Yenni
Amelia yang juga mengalami kecelakaan pada waktu yang sama, menyesali
langkahnya memerkarakan kasus kecelakaan itu.
Sebab, upayanya itu malah mengakibatkan Ayu menjadi tersangka.
Dia yang kemarin ditemui di rumah orang tua Ayu menegaskan bahwa
keluarganya tidak mempunyai niat membawa Ayu sampai ke pengadilan
seperti saat ini. Dia mengatakan, laporan yang diperkarakan itu
ditujukan untuk pengemudi mobil Yaris.
Sebelumnya Ayu dan temannya ini mengalami kecelakaan dengan mobil Yaris
di Jalan Tisnogambar, Kecamatan Bangsalsari, pada 12 September 2016.
Ayu malah harus menjadi terdakwa, sedangkan Windi, sapaan akrab Yenni
Amelia, menjadi korban. Padahal, saat kecelakaan, keduanya sedang
berboncengan. Satu motor. Ayu di depan, Windi diboncengkan.
Keduanya ternyata sahabat karib, baik di rumah maupun di sekolah.
Mereka satu kelas di SDN Kemuningsari Lor 1, Kecamatan Panti. Di sekolah
maupun di rumah, mereka selalu berdua.
Keakraban dan kedekatan mereka kemarin juga tampak di Pengadilan
Negeri Jember. Saat menunggu mediasi kasus, keduanya seolah tak mau
pisah.
Nah, kasus itu mencuat karena orang tua Windi bermaksud memperkarakan
pengendara mobil Yaris yang terlibat dalam kecelakaan tersebut.
Menurut keterangan Ahmad Baidowi, ayah Windi, saat itu Ayu dan Windi bertabrakan dengan mobil Yaris di Tisnogambar, Bangsalsari.
Peristiwa tersebut terjadi saat Idul Adha 2016. “Anak saya dari arah
barat dan mobil Yaris dari Jember ke arah Lumajang,” ujarnya.
Kemarin, Senin (18/4/2017), hari pertama kasus itu masuk ke proses
pengadilan. Agendanya masih memasuki tahap diversi, pengalihan
penyelesaian perkara anak dari peradilan pidana ke proses di luar
peradilan pidana.
Namun, jika proses itu menemukan jalan buntu, dua bocah yang masih berusia 11 tahun tersebut akan menghadapi persidangan.
Kasihan ! Bocah SD Jadi Terdakwa, Sopir Yaris Malah Melenggang
Penasehat hukum kedua bocah SD, AW  dan  Windi sapaan akrab dari Yenni
Amelia (YA) yang tersandung kasus
di Pengadilan Negeri Jember, Freddy Andreas Caesar angkat suara. Dia
mengaku heran dengan tindakan polisi hanya menetapkan tersangka pada
kliennya.
Padahal, data hasil penyelidikan yang dia miliki, sopir
mobil Yaris ternyata juga melanggar Undang-Undang Lalu Lintas karena
tidak memiliki SIM.
“Kok yang dikasuskan oleh polisi hanya AW.
Kalau klien saya dianggap bersalah tidak memiliki SIM karena belum cukup
umur, kenapa sopir Yaris yang sama-sama tidak punya SIM hanya jadi
saksi ,” kata Fredd, dikutip dari laman jpnn.
Dia
merasa kasus ini tidak adil jika terdakwanya hanya AW.  Apalagi,
menurutnya, beberapa saksi memberikan keterangan pengendara Yaris saat
itu juga melanggar marka. Dia mengemudi terlalu ke kanan melewati garis
marka. Padahal, saat itu AW sedang berada di arah berlawanan.
Ayu Harus Dibebaskan Dari Jerat Pidana.
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) menyayangkan kondisi Ayu Widiyaningsih, bocah SD yang menjadi
terdakwa karena kasus kecelakaan lalu lintas di Jalan Tisnogambar,
Kecamatan Bangalsari pada 12 September silam.
Imbasnya, Ayu yang masih 11 tahun harus duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Jember, Jawa Timur.
Menurut Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh, Ayu harus dibebaskan dari jerat pidana.
Sebab, Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak mengatur anak di bawah 12 tahun tidak bisa diproses hukum pidana.
“Batas minimal usia pertanggungjawaban hukum adalah 12 tahun,” kata Asrorun, Kamis (20/4/2017), dikutip jpnn. 
Menurut Asrorun, penegak hukum harus punya sensitivitas tentang
perlindungan anak. “Apalagi, anak justru menjadi korban,” ucapnya. (DBS)