Berita  

Badan Restorasi Gambut Buat Patokan Besaran Dana Untuk Satu Desa

Dok; Karhutlah

JAKARTA, SriwijayaAktual.com Badan Restorasi Gambut (BRG) sedang menyiapkan
patokan besaran dana yang dibutuhkan untuk melakukan restorasi gambut di
satu desa.  
“Kami sedang coba hitung per desa, habis dana berapa untuk
melaksanakan restorasi. Ini supaya dana yang telah disalurkan juga tidak
sia-sia, dan ini juga bisa jadi benchmark (patokan) untuk donor yang
hendak melakukan restorasi gambut,” kata Deputi III BRG Myrna A Safitri
di Jakarta, Selasa (14/3/2017). 
Menurut dia, baik pihak swasta maupun donor yang bekerja bersama
lembaga swadaya masyarakat biasanya tidak mau mengambil risiko kegagalan
untuk satu program, sehingga terkadang dana yang mereka salurkan hanya
menumpuk di satu lokasi yang dianggap tidak berisiko. 
Dari persoalan ini, menurut dia, BRG sebagai perwakilan dari
negara perlu masuk terlebih dulu untuk juga memetakan strategi
pelaksanaan restorasinya di sejumlah desa. 
Dengan memperhitungkan kegiatan A sampai Z dengan kualitas
tertentu harusnya bisa jadi benchmark pihak donor dengan dana APBN yang
digunakan BRG menghasilkan jangkauan yang lebih luas. 
“Jadi dengan dana yang lebih besar hasil yang dikerjakan jauh lebih baik dari apa yang sudah dikerjakan BRG,” ujar Myrna.  
Selain itu, patokan tersebut mempermudah memperkirakan kebutuhan
dana dengan jumlah dan luasan desa yang bisa tergarap. Dengan demikian,
donor yang bekerja sama dengan LSM mau menjangkau desa-desa dan bisa
dipetakan pembagian kerja di lapangan.  
“Katakan satu KHG (Kesatuan Hidrologi Gambut) misalkan ada 100
desa. Ya donor yang bekerja sama dengan LSM bisa duduk bareng,
memutuskan siapa mau pegang yang mana,” lanjutnya.  
BRG, menurut dia, mengkombinasikan indikator status desa dengan
keberhasilan restorasi gambut. Sehingga nantinya harapannya bisa
diperkirakan dalam setahun dengan intervensi tertentu yang sudah
dilakukan di satu desa terjadi pula berapa peningkatan status desa.  
“Dengan kita sudah punya baseline status desa di area gambut yang
harus direstorasi kita bisa lihat perubahnnya seperti apa. Kalau tidak
meningkat dalam setahun berarti tidak ada gunanya juga,” ujar dia.  
BRG akan menggunakan indikator milik Kementerian Desa Pembangunan
Desa Tertinggal dan Transmigrasi (DPDTT) untuk melihat keberhasilan
program restorasi gambut di desa. 
Spesial Untuk Mu :  Tidak Disangka-sangka, Data BPS: Ekspor Indonesia ke Israel Lebih Besar dari Ekspor Ke Palestina, Ini Hitungannya
“Meski sayangnya belum seluruh dari 2.945 desa di lahan gambut di Indonesia sudah dimiliki oleh Kementerian,” kata Mryna. 
BRG, ia mengatakan telah melakukan intervensi ke 105 desa di 2016
dengan luas area mencapai 806.312 hektare (ha) di Kabupaten Pulang
Pisau, Ogan Komering Ilir, Kepulauan Meranti dan Musi Banyuasin. Dan di
2017, target intervensi dilakukan hingga 125 desa.  
Total desa yang akan didampingi hingga 2020 dengan menggunakan
dana APBN mencapai 300 desa, dengan dana donor 200 desa, dan kemitraan
dengan perusahaan (desa dan areal konsesi) 500 desa.  
BRG juga telah merampungkan panduan restorasi gambut untuk desa.
Meski demikian pelaksanaan di setiap desanya, menurut dia, kemungkinan
tidak akan sama karena disesuaikan dengan karakter desa dan apa yang
sudah ada di sana. (*)

Sumber, antara