Berita  

“BANG TOYIB”, Masih Mewarnai Kasus Perceraian di Purbalingga

anigif%2B2%2BiLUSTRASI

PURBALINGGA-JATENG, SriwijayaAktual.com – Kasus ditinggal istri atau suami yang dikenal bang
Toyib masih banyak a mewarnai kasus-kasus perceraian di Kabupaten
Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah (Jateng). Panitera Pengganti Kantor Pengadilan Agama Purbalingga, Nur
Aflah mengatakan di bulan Juli ada 90 kasus perceraian akibat ditinggal
suami atau isteri.
                
“Setelah lebaran kasus perceraian “bang
Toyib” dari 13 kasus naik menjadi kurang lebih 90 kasus,” kata Nur
Aflah, Jum’at (28/7/2017), dikutip dari beritajateng.net.
                
Sebanyak 90 persen rata-rata perceraian
di Purbalingga menurut Nur Aflah, disebabkan karena faktor ekonomi yakni
isteri atau suami mencari nafkah diluar Purbalingga. Selain itu juga
banyaknya buruh pabrik wanita, dan suami yang tidak bekerja sering
memicu adanya perselisihan di keluarga yang berakibat pada perceraian.
              
 “Di Purbalingga banyak buruh perempuan
sedangkan laki-lakinya menjadi penerbang, penerbangan disini bukan
penerbangan pesawat udara namun menjadi penerbang burung merpati,
sehingga isteri kemudian menjadi jengah yang berakibat pada gugatan
perceraian,” katanya
                  
Gugatan perceraian di Purbalingga
lebih banyak oleh pihak perempuan daripada gugatan cerai oleh pihak
laki-laki, perbandingannya 10:1. Hal tersebut harusnya menjadi perhatian
serius bagi pemerintah daerah, masyarakat, perusahaan dan para ulama.
                
“Upaya pencegahan maraknya perceraian
harus dilakukan oleh semua pihak, Pemda bisa melakukan instruksi kepada
perusahaan-perusahaan yang ada dengan melakukan sosialisasi tentang
memelihara perkawinan agar langgeng,” katanya.
                   
Pihak perusahaan bisa melakukan acara
tauziah mungkin sebulan sekali, agar keimanan karyawan tetap terjaga.
Atau bisa dengan memutar CD sosialisasi tentang pernikahan di jam-jam
kerja, sehingga karyawan bisa tetap kerja.
                 
Selain kasus perceraian di Purbalingga
juga marak adanya kasus pernikahan dini, sampai Juli ada 60 kasus
dispensasi nikah. Dispensasi ini dilakukan dikarenakan salah satunya
umur mempelai belum memenuhi syarat. Sesuai UU Nomor 1 Tahun 1974
tentang pernikahan disebut batas usia minimal untuk perempuan 16 tahun
dan usia bagi laki-laki 19 tahun.
              
 “Kasus dispensasi nikah banyak
disebabkan karena hamil duluan, dikarenakan kemajuan teknologi informasi
yang ada.Adanya Smartphone canggih, remaja lebih cenderung melakukan
hal-hal negatif, seperti pornografi. Kemudian sifat remaja yang selalu
ingin hal-hal baru sehingga mudah terjerumus dengan pergaulan bebas,” Tandasnya (*)