Bantah Melunak, Staf Khusus Menteri ESDM Tegaskan Soal Freeport, “Tiga Poin Tidak Dapat Dinegosiasikan”

Berita99 Dilihat
JAKARTA, SriwijayaAktual.com – Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hadi M.
Djuraid meluruskan pemberitaan, komentar, opini dan analisis yang
berkembang, yang pada pokoknya mempertanyakan dan mempersoalkan komitmen
dan konsistensi Pemerintah / Kementerian ESDM dalam penanganan
persoalan PT Freeport Indonesia (FI). Bahkan tidak sedikit yang
menghakimi Pemerintah tidak konsisten, melunak, dipecundangi, dan
sebagainya.
Dalam berunding dengan PT. Freeport Indonesia ini, Hadi M. Djuraid
melalui siaran persnya Kamis (6/4/2017) siang mengemukakan, bahwa Kementerian
ESDM mengacu dan berpedoman pada Undang-Undang (UU) Nomor 4 tahun 2009
dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017.
Atas dasar itu, lanjut Hadi, posisi dan sikap Kementerian ESDM adalah
menggunakan perundingan untuk memastikan Freeport Indonesia mengubah
Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi
Produksi, membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter), dan
divestasi saham hingga 51%.
“Tiga poin tersebut tidak bisa ditawar dan dinegosiasi. Yang bisa dirundingkan adalah bagaimana implementasinya,” tegas Hadi.
Menurut Hadi, kedua belah pihak (Kementerian ESDM dan Freeport
Indonesia) sepakat membagi perundingan dalam dua tahap, yaitu
perundingan jangka pendek dan perundingan jangka panjang. Sedangkan
jangka waktu perundingan adalah enam bulan, terhitung sejak Februari
2017.
Adapun fokus perundingan jangka pendek, menurut Staf Khusus Menteri ESDM Hadi M. Djuraid, adalah perubahan KK menjadi IUPK.
“Perubahan KK menjadi IUPK menjadi prioritas karena akan menjadi
dasar bagi perundingan tahap berikutnya. Di samping itu, IUPK
memungkinkan operasi Freeport Indonesia di Timika, Papua, kembali normal
sehingga tidak timbul ekses ekonomi dan sosial berkepanjangan bagi
masyarakat Timika khususnya dan Papua umumnya,” jelas Hadi, sebagaimana dilansir laman setkab.go.id.
Setelah empat pekan berunding, lanjut Hadi, PT FI sepakat menerima
IUPK. Meski demikian FI meminta perpanjangan waktu perundingan dari enam
bulan sejak Februari menjadi delapan bulan sejak Februari.
“Kementerian ESDM menyepakati permintaan tersebut, sehingga waktu
tersisa terhitung sejak April ini adalah enam bulan,” kata Hadi seraya
menambahkan, enam bulan adalah waktu tersisa untuk perundingan  jangka
panjang, meliputi pokok bahasan stabilitas investasi yang dituntut FI
sebagai syarat menerima IUPK, kelangsungan operasi FI, dan divestasi
saham 51%.
Ia menyebutkan, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor  1 Tahun 2017,
pemegang IUPK bisa  mengajukan rekomendasi ekspor konsentrat untuk enam
bulan, dengan syarat menyampaikan komitmen pembangunan smelter dalam
lima tahun, membayar bea keluar yang ditetapkan Menteri Keuangan, dan
divestasi saham hingga 51%. Poin tentang divestasi akan masuk dalam
pembahasan jangka panjang.
Progres pembangunan smelter, lanjut Hadi, akan diverifikasi oleh
verifikator independen setelah enam bulan. Ia menegaskan, jika hasil
verifikasi menunjukkan progres pembangunan smelter tidak sesuai dengan
rencana yang telah disetujui Kementerian ESDM, maka rekomendasi ekspor
akan dicabut.
“Ketentuan tersebut berlaku untuk semua pemegang IUPK, tanpa kecuali.
Prosedur ini telah ditempuh pemegang KK lainnya yang telah beralih ke
IUPK, yaitu PT Amman Mineral Nusa Tenggara (d/h Newmont),” tegas Hadi.
Dengan demikian, kata Hadi, jelas bahwa landasan operasi FI dalam
enam bulan ke depan adalah IUPK. Alhasil target perundingan jangka
pendek telah tercapai, termasuk kembali normalnya operasi Freeport
Indonesia di Timika sehingga ekses sosial dan ekonomi yang terjadi sejak
pelarangan ekspor pada 12 Januari 2017 tidak meluas dan berkepanjangan.
Berita Terkait:  Jokowi Ingin 5% Saham Freeport untuk Warga Papua
Mengenai perundingan tahap kedua, menurut Staf Khusus Menteri ESDM
itu, akan dimulai pekan kedua April, dengan landasan yang kokoh, yaitu
IUPK. Perundingan melibatkan instansi/lembaga terkait, di antaranya
Kemenkeu, BKPM, Kemendagri, Pemrov Papua -termasuk di dalamnya
Pemerintah Kabupaten Timika dan wakil masyarakat adat di Timika.
Apabila setelah enam bulan ke depan tidak tercapai kesepakatan
terkait poin-poin perundingan jangka panjang di atas, Hadi menegaskan,
Freeport bisa kembali ke KK dengan konsekwensi tidak bisa melakukan
ekspor konsentrat.
“Dengan demikian cukup jelas dan gamblang bahwa Pemerintah dalam hal
ini Kementerian ESDM konsisten pada komitmen mewujudkan hilirisasi
mineral, serta memperkuat  kedaulatan nasional melalui kepemilikan 51%
saham,” pungkas Hadi. (*)

Spesial Untuk Mu :  Medan Mencekam dengan Aksi Tawuran Warga, Puluhan Kios Dibakar-Dijarah, Gereja Dimolotov

Komentar