![]() |
(Ilustrasi) |
Arjuna, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, pada Senin pagi bukan soal
radikalisme, melainkan anarkisme massa, fandalisme, dan kerusuhan biasa saja.
Hal
tersebut yang dikatakan Pengamat terorisme dari Institute For Security
and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi. Menurutnya, seseorang atau
teroris yang akan memberikan pesan efektif dengan dilatarbelakangi oleh
sikap extrimisme.
“Bom Panci Bandung sebenarnya bentuk
extrimisme, mereka menyampaikan pesan agar aparat membebaskan
teman-temamnya,” ungkap Fahmi, usai menghadiri sidang Doktoral Menpan RB
Asman Abnur, di Unair, Senin (24/2/2017).
![]() |
Khairul Fahmi |
Dia menambahkan,
peristiwa tersebut terjadi karena deradikalisasi yang diprogramkan
pemerintah belum berjalan maksimal. Karena pelaku teror bisa saja
diakibatkan dari rasa ketidakpuasan, kekecewaan, serta keputusasaan
kelompok tertentu di berbagai persoalan.
“Pemerintah mungkin
perlu memikirkan cara yang efektif untuk menggunakan kanal-kanal.
Misalkan saja melibatkan ormas, tidak melalui agama, bisa digunakan
saluran komunikasi, sehingga harapan mereka bisa terkelola dengan baik,”
katanya
Fahmi melihat sekeras apapun ormas selama masih dalam
koridor sistem kebangsaan perlu sekiranya dilibatkan. “Selama ini memang
langkah pemerintah melibatkan ormas belum terlihat nyata, padahal itu
perlu untuk kontrol, sehingga mengelolanya lebih mudah, apa yang mereka
inginkan akan dapat diketahui,” ungkapnya.
Sementara itu, Kapolri
Jenderal Polisi Drs. H.M. Tito Karnavian, menyatakan, pelaku bom
Bandung, merupakan mantan napi teroris yang ditangkap pada 2011, karena
ikut dalan pelatihan di Aceh, mereka juga anggota Jamaah Ansharu Daulah
(JAD). [*]
Komentar