Berita  

Buka Puasa Unik, Bubur India Khas Semarang di Masjid

Warga mengantri bubur India untuk santapan berbuka puasa

SEMARANG-JATENG, SriwijayaAktual.com – Berbagai daerah mengeluarkan keunikannya di bulan
Ramadhan, tak terkecuali salah satu daerah di Semarang, Jawa Tengah,
yang memiliki hidangan khas berbuka sejak ratusan tahun lalu.
                 
Bubur India, hidangan khas yang dibawa
oleh para pedagang Gujarat ini telah ada ratusan tahun di Kampung
Pekojan, Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah. Untuk
melestarikannya, Masjid Jami Pekojan menyediakan 200 porsi lebih bubur
tersebut sebagai hidangan resmi berbuka puasa.
             
Ahmad Ali, laki-laki berusia 47 tahun ini
dipercaya menjadi salah satu pewaris menu tradisional di Masjid Jami
Pekojan, Semarang. Ia merupakan pewaris generasi keempat yang dipercaya
meneruskan resep tradisional bubur india di Pekojan Semarang.
              
Ketika ditanya perihal keturunan, pria
berparas Pakistan tersebut mengatakan masih ada garis keturunan langsung
dari pedagang yang menyebarkan Islam di Pekojan. Namun tidak tahu
persis dari Koja, atau Gujarat, karena saat itu melebur memperkenalkan
bubur tradisional tersebut ke Indonesia.
               
“Dahulu dibawa saat berdagang sama lima
orang pedagang India. Lalu pribumi dilatih oleh pedagang tersebut yang
berjualan permata dan batuan berharga lain di sini,” ujar Ali, Senin (29/5/2017) dikutip dari BeritaJateng.net
             
Setiap harinya, Ali bersama beberapa takmir
masjid membuat bubur tersebut mulai pukul 13.00 – 16.00 WIB.
Membutuhkan delapan jenis rempah, dan 20 kilogram beras setiap harinya.
Tak kurang dari 300 porsi ia buat setiap harinya, untuk berbuka di
masjid dan dibawa pulang wisatawan atau tamu masjid.
Buka Puasa Unik, Bubur India Khas Semarang Di Masjid Jami Pekojan

Ia mengatakan, salah satu kunci kekhasannya ialah
ramuan rempah tradisional India yang terus ia jaga. Di antaranya, jahe,
bawang, kapulaga, cengkeh, kayu manis, pandan, serai, dan santan kelapa
dicampur ke dalam adukan beras.
              
Wangi rempahnya pun menyeruak ketika azan
maghrib hanya kurang beberapa menit saja. Perut yang sudah tak sabar,
terobati ketika menyantap bubur kaya rasa ini.
                 
Salah satu yang unik ialah penggunaan
pandan, sehingga Anda akan mencium wanginya berbaur dengan rempah lain
ketika dimakan.
               
Tekstur buburnya yang kasar dengan
campuran banyak rempah terasa sangat pas, tak heran bubur ini kuat
hingga 24 jam.
                
“Selain rasa, rempah juga fungsinya
supaya bubur awet. Apalagi teksturnya engga cair. Jadi sering dibawa ke
mana-mana juga kuat sampai besok,” ujar Ali.
            
Bubur India disajikan dengan beragam lauk
yang berganti-ganti di tiap harinya. Bubur dipadukan dengan bistik telur
dan kentang. Sedangkan di hari lainnya terdapat kari, sambal goreng
rambak, gulai ayam, dan gulai kambing.
              
Selain rempah, tungku dari kayu sebagai
alat masak dan bahan bakar pun menjadi ciri khas yang menghasilkan rasa
otentik. Ali mengatakan meskipun memasak menjadi lebih lama, tapi tungku
kayu tetap dipertahankan karena tidak mengeluarkan bau ke masakan.
“Pakai tungku kayu, buatnya selama tiga jam mulai pukul 13.00-16.00 WIB sore,” ujarnya.
             
Selain untuk berbuka, ia mengatakan banyak
masyarakat yang membawa pulang hidangan tersebut. Bahkan tamu masjid
banyak juga dari luar kota yang sengaja penasaran ingin mencicipi
kenikmatan bubur ini.
                 
“Dari mulai yang ibu-ibu yang ngidam
karena lihat saya ngaduk bubur di TV, sampai yang penasaran dari
luar-luar kota ingin merasakan buka paka bubur ini. Alhamdulillah
berkahnya banyak,” ujar Ali.
              
Untuk menyicipinya, Anda bisa datang
langsung ke Masjid Jami Pekojan yang beralamat di Jalan Petolongan nomor
1, Kampung Pekojan, Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah,
lokasinya di sekitar kawasan Pecinan Semarang.
                 
Bagi Anda yang ingin ngabuburit,
datanglah dari siang hari. Karena Anda bisa menunggu maghrib sambil
berwisata sejarah di salah satu masjid tertua yang menjadi bangunan
cagar budaya Semarang ini.
                  
Masyarakat sekitar pun tak canggung
menjadi pemandu bagi turis yang ingin mempelajari salah satu bukti
sejarah penyebaran agama Islam di Semarang ini. (El)