‘Bung Karno dan Pohon Sukun’

Berita56 Dilihat
Patung Bung Karno di Ende
ENDE-NTT, SriwijayaAktual.com – Pohon sukun bercabang lima itu terlihat tumbuh
subur di antara sejumlah pohon lainnya di samping Lapangan Pancasila di
Kota Ende yang berada di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). 
Di samping pohon sukun terdapat patung diri Soekarno, Presiden
Republik Indonesia pertama. Patung itu memang dibuat dan ditempatkan di
dekat pohon sukun untuk mengenang saat-saat sang Proklamator itu duduk
dan merenungkan falsafah negara yang kelak melahirkan butir-butir
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia hingga saat ini. 
Bukan tanpa alasan jika pemerintah daerah Ende kemudian menamakan
tempat tersebut dengan nama “Taman Perenungan Bung Karno”, dan
menjadikan lokasi itu sebagai bagian dari sejarah.
Ende merupakan tempat bersejarah bagi lahirnya Pancasila. Di
bawah pohon sukun yang rindang bercabang lima itulah Bung Karno
mendapatkan buah pemikiran tentang Pancasila. 
Dari tahun 1934–1938 dalam pengasingan di Ende yang jauh dari
aktivitas politik, Bung Karno banyak meluangkan waktu bercengkerama
dengan masyarakat setempat. 
Bersama kaum pelajar Sang Bapak Bangsa itu mengadakan diskusi
keagamaan, dan bahkan juga menyelenggatakan pertunjukan sandiwara atau
tonil dengan rakyat biasa yang mayoritas buta huruf. 
Aktivitas keseharian di Ende membuat Bung Karno banyak mempunyai
waktu untuk merenung memikirkan masa depan bangsa dan negara Indonesia,
yang kelak pada 17 Agustus 1945 kemerdekaannya diproklamirkan dirinya. 
Patung Bung Karno di Ende
Bung Karno disebutkan menyarikan pikirannya bahwa bangsa yang
kuat harus dibangun dengan pondasi ideologi yang kuat, layaknya pula
pohon sukun.
“Dengan kata lain, Ende banyak menginspirasi pemikiran Bung Karno
tentang kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga lahirlah
Pancasila,” kata Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi (Mendes PDT) Eko Putro Sandjojo saat mengunjugi kota Ende
belum lama in, sebagaimana dilansir antaranews, Rabu (7/6/2017)
Gagasan tentang Pancasila itu dikemukakan pertama kali oleh Bung
Karno pada 1 Juni 1945 dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). 
Momentum tersebut yang kemudian oleh Presiden Joko Widodo
(Jokowi) dijadikan dasar untuk menetapkan tanggal 1 Juni sebagai Hari
Kelahiran Pancasila dan dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres)
Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila sekaligus menetapkannya
sebagai hari libur nasional.  
Baca juga: Akhirnya Presiden RI, Menetapkan Hari Lahir Pancasila 1 Juni, Menjadi Hari Libur Nasional
Pada peringatan tahun ini untuk kali pertama Hari Lahir Pancasila
dirayakan melalui Pekan Pancasila yang dimeriahkan dengan berbagai
kegiatan dimulai tanggal 29 Mei hingga 4 Juni 2017.
Eko Putro mengatakan Indonesia adalah negara besar, bahkan negara
kepulauan terluas di dunia yang dikaruniai lebih dari 17.100 pulau.
Selain itu, Indonesia juga memiliki lebih dari 1.128 etnis/suku
bangsa, 746 ragam bahasa daerah, yang artinya menjadi bukti bahwa
kekuatan Indonesia adalah pada keberagaman dan kebhinnekaannya.
Ia menambahkan keberagaman Indonesia juga tercermin melalui
74.910 desa di Indonesia. Pemerintah berkomitmen menjunjung tinggi
kemajemukan desa-desa di Indonesia melalui otonomi desa. Hal tersebut
tercermin dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. 
Saat ini Indonesia sedang menghadapi tantangan, karena berbagai
pandangan dan tindakan yang dianggap dapat mengancam persatuan bangsa.
Sikap intoleran dan maraknya pesan-pesan kebencian yang beredar di media
sosial sedikit demi sedikit dapat mengikis toleransi yang selama ini
telah dibangun dan terbentuk. 
Menurut Eko Putro, ancaman terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegara dapat ditanggulangi jika semua elemen masyarakat berperan
aktif menjaga Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Pemahaman terhadap Pancasila harus ditingkatkan melalui
pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, seperti
yang terlihat dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara di
Kota Ende. 
Masyarakat di Kabupaten Ende mencerminkan kebhinnekaan sesuai
dengan yang tertera dalam Pancasila, selain terdiri atas beberapa ragam
suku, penganut agama yang berbeda, juga menjunjung toleransi di atas
perbedaan tersebut.
“Saya lihat sendiri kehidupan masyarakat di kota ini memang
sangat toleran, Saling menghormati, dan menjaga rasa kebinekaan yang
tercermin dalam lambang Burung Garuda,” ujarnya.
Masyarakat yang menganut agama-agama berbeda bisa saling hidup
rukun dan damai, tanpa ada rasa saling menggangu dan saling mencemooh
seperti yang diharapkan oleh pendiri bangsa dan negara ini.
Kota Ende layak mejadi contoh bagi daerah lain di Indonesia mulai dari Sabang hingga Merauke dan dari Mangias hingga Rote. 
Baca juga: Presiden RI Jokowi Tetapkan 1 Juni Sebagai Hari Lahir Pancasila, MS Kaban: Itu Kekeliruan Sejarah
Gubernur NTT Frans Lebu Raya mengatakan, jika orang Indonesia
ingin belajar tentang Pancasila dan tentang toleransi maka diundang
untuk datang ke NTT, sebab di daerah itu Pancasila lahir dan Ende
mempunyai andil yang besar bagi Indonesia.
“Tanpa Ende, Pancasila tidak akan ada,” ujarnya.
Orang nomor satu di NTT itu menegaskan bahwa seluruh masyarakat
NTT akan selalu berada di depan jika dibutuhkan untuk mengawal
Pancasila.
NTT, menurut dia, juga menyatakan secara tegas menolak hadirnya
kelompok-kelompok radikal yang dapat menggangu keberadaan Pancasila yang
selama ini telah diperjuangkan oleh para pendiri bangsa Indonesia.
Sebagai komitmen bersama pada saat upacara peringatan Hari Lahir
Pancasila itu di saksikan oleh Menteri Eko dan seluruh masyarakat NTT
seluruh pejabat ASN di NTT dan seluruh pimpinan agama membacakan
pernyataan untuk menolak gerakan radikal.
“Kalau kita berbicara tentang NKRI, maka itulah keberagaman kita, yang saling menghormati satu dengan yang lain,” ujarnya.
Ia pun mengingatkan pesan-pesan yang pernah disampaikan oleh Bung
Karno pada zaman penjajahan, yaitu “kalau mau menjadi penganut Kristen,
maka tidak perlu menjadi Yahudi, kalau mau menjadi umat Islam tidak
perlu menjadi Arab, dan kalau menjadi pemeluk Hindu tidak perlu menjadi
India.”
“Tetapi, jadilah Kristen, Katolik, Hindu, Islam yang
berkepribadian Indonesia, karena bangsa kita adalah bangsa yang
majemuk,” tutur Frans, mengulang pesan Bung Karno.
Nilai-nilai yang telah ditanamkan oleh Bung Karno perlu untuk
terus diajarkan dan ditanamkan kepada generasi muda sebagai penerus
bangsa dan negara Indonesia
Komitmen pemerintah untuk mengawal Pancasila sendiri juga dapat
dilihat salah satunya melalui Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2017
Tentang Unit Kerja Presiden Pembinaan Pancasila. 
Bersama seluruh komponen bangsa, lembaga itu akan memperkuat
pengamalan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta
terintegrasi dengan program pembangunan nasional.  
Patung Bung Karno di Ende
Budayawan asal Ende Albert Bisa menilai etos kerja dan semangat
hidup berbangsa dan bernegara masyarakat Indonesia dapat dijalankan
sesuai dengan pengamalan Pancasila yang telah dikeluarkan oleh Presiden
Pertama Indonesia Bung Karno di Kota Ende,
“Selama ini saya melihat bahwa apa yang diterapkan oleh
masyarakat kita khususnya yang berada di luar NTT tak sesuai dengan
pengamalan Pancasila yang ditandai dengan banyak kasus muncul
kelompok-kelompok intoleran,” ujarnya.
Bagi masyarakat Ende, kehidupan berbangsa dan bernegaranya sudah
sesuai dengan ideologi bangsa ini, yakni Garuda Pancasila. Kehidupan
kerukunan umat beragama juga tercermin dalam kehidupan sehari-hari di
kota tersebut.
Albert mengemukakan bahwa masyarakat Ende menyakini bahwa semua
manusia di Indonesia ini mahkluk ciptaan Tuhan yang artinya adalah
semuanya anak Tuhan dan saling bersaudara. Sehingga, bila terjadi
pertikaian maka sama dengan melanggar hubungan persaudaraan dalam Tuhan.
Kehidupan yang rukun antar-umat beragama di kota Ende sudah terjalin sejak lama dan masih terpelihara hingga saat ini.
Ende merupakan tempat bersejarah karena Pancasila lahir di daerah
itu. Di bawah pohon sukun yang bercabang lima, Bung Karno mendapatkan
inspirasi tentang Pancasila.
Warga Ende yang sudah mendapat pelajaran bertoleransi dan hidup
rukun dengan sesama sejak lama, semakin mempunyai landasan yang kuat
untuk memelihara sikap hidup tersebut karena kota kesayangan mereka
menjadi tempat cikap-bakal lahirnya Pancasila.
“Sampai kapan pun pikiran kami, warga Ende, tidak berubah. Kami tetap mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara,” ujarnya. 
Baca Juga: Aneh!!! Ada Kelompok yang Pernah Berkhianat Tiba-tiba Merasa Paling Pancasilais dan NKRI
Semangat dari warga Ende yang terus memeliharan dan menumbuhkan
persaudaraan dan menjaga kebhinekaan itu menjadi contoh yang tepat untuk
mengingatkan seluruh warga RI untuk bersama-sama menjaga kesatuan dan
persatuan di Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan membuatnya tetap
kokoh dari guncangan-guncangan yang terjadi. 
Peringatan Hari Kelahiran Pancasila pada 1 Juni, bukan sekedar
menandai hari bersejarah sebagai hari libur nasional, tetapi merupakan
ajakan kepada seluruh anak bangsa untuk merenungkan kembali falsafah
berbangsa dan bernegara serta menjalaninya dalam kehidupan sehari-hari. (*)

Komentar