Berita  

‘Cara Jokowi dan JK Menjawab Tudingan Pemerintahanya Diktator’

cara jokowi dan jk menjawab tudingan pemerintah diktator
Jokowi dan JK susun pidato. (©handout/Jubir Wapres Husain Abdullah/dok)

JAKARTA, SriwijayaAktual.comPenerbitan Perppu Ormas membuat sejumlah pihak menuding
pemerintah terutama Presiden Jokowi bertindak seperti seorang diktator.
Jokowi pun dibanding-bandingkan dengan Presiden Soeharto yang berkuasa
selama 32 tahun. Dengan cara guyon, dalam beberapa kesempatan, Jokowi
menjawab tudingan itu.

Seperti yang diucapkan Jokowi saat membuka
Pasanggiri Nasional (Pasanggirinas) serta Kejuaraan Nasional (Kejurnas)
Tingkat Remaja Perguruan Pencak Silat Nasional (Persinas) ASAD Tahun
2017 di Pondok Pesantren Minhaajurrosyidin, Kelurahan Lubang Buaya, Jakarta Timur, Senin (8/8/2019) lalu.

Saat
memberikan kuis berhadiah sepeda, Jokowi meminta salah seorang peserta
bernama Gladis untuk naik ke panggung. “Silakan maju, jangan
dipaksa-paksa, maju. Sini. Maju sini. Enggak usah takut, Presidennya
enggak diktator kok. Sekarang di medsos banyak yang menyampaikan Pak
Presiden Jokowi otoriter, diktator. Masak wajah saya kayak gini wajah
diktator,” guyon Jokowi disambut tawa dan tepuk tangan riuh.
Sementara itu, jawaban
agak serius disampaikan saat Jokowi membuka Simposium Internasional
Mahkamah Konstitusi se-Asia yang berlangsung di Kampus Universitas
Sebelas Maret Solo. Dihadiri ribuan tamu baik dari dalam dan luar
negeri, Jokowi berpesan demokrasi tidak bisa kalah dengan pengerahan
massa yang memaksakan kehendak.
Dalam sambutannya di hadapan para
delegasi, Jokowi kembali menyinggung soal diktator dan otoriter. “Tidak
ada satu pun institusi yang memiliki kekuasaan yang mutlak, apalagi
seperti diktator. Konstitusi memastikan adanya perimbangan kekuasaan
antar lembaga-lembaga negara,” kata Presiden Jokowi di hadapan peserta
simposium, Rabu (9/8/2017) lalu.
Lembaga negara saling mengawasi.
Konstitusi negara mencegah munculnya mobokrasi. “Yang memaksakan
kehendak atas nama jumlah masa,” imbuh Jokowi.
Kemudian, masih di
hari yang sama, saat meresmikan Museum Keris di Solo Jokowi kembali
menyindir pihak-pihak yang menudingnya pemimpin diktator dan otoriter.
Jokowi mengaku heran padahal dulu dia disebut tidak tegas.
“Awal-awal
kan banyak yang bilang, saya ini Presiden ndeso, ada yang ngomong
Presiden klemar-klemer, tidak tegas. Tapi begitu kita menegakkan
undang-undang, balik lagi menjadi otoriter, diktator. Yang bener yang
mana, ndeso, klemar-klemer, diktator apa otoriter?” seloroh Jokowi di
hadapan wartawan.
Dia menegaskan, Indonesia adalah negara hukum
yang demokratis. Lembaga pemerintahan saling mengawasi. Selain itu juga
ada media dan lembaga swadaya masyarakat yang juga mempunyai peran
sebagai pengontrol dan pengawas. Jokowi ingin mempertegas bahwa pemimpin
otoriter tidak bisa hidup di Indonesia.
“Ada masyarakat juga
yang selama ini mengawasi. Negara ini adalah negara hukum yang
demokratis, yang semua itu dijamin oleh konstitusi. Enggak akan ada itu
yang namanya diktator atau otoriter di Indonesia, enggak akan ada,”
tegasnya.
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla juga punya
jawaban atas tudingan pemerintah diktator. Dia meminta masyarakat
membedakan sikap tegas dan diktator dilakukan pemerintah dalam mengambil
setiap kebijakan.
“Jangan karena pemerintah tegas kemudian
disebut diktator. Kalau tidak tegas kemudian disebut lemah. Jadi,
ketegasan itu beda,” kata JK di kediamannya di Jalan Haji Bau Nomor 16,
Makassar, Sulsel, Kamis (10/8/2017) kemarin.
Menurut
dia, pemerintah mempunyai kewenangan menindak tegas terhadap segala
bentuk yang tak berlandaskan Pancasila. “Pemerintah itu tegas kepada
siapa saja yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada seperti
tidak memenuhi Pancasila, mengandung SARA,” imbuhnya.
Menurut JK,
Malaysia sebetulnya lebih tegas dari Indonesia dalam menindak
kelompok-kelompok yang tidak sejalan dengan dasar negara. Demikian juga
Arab Saudi. Namun sikap pemerintah itu tidak serta merta membuat
pemerintahnya menjadi diktator.
“Harus ada ketegasan, bedakan ketegasan dengan diktator,” tutup JK. [bal/merdeka]