Isu pergantian Ma’ruf Amin sebagai wakil presiden, jika Jokowi menang, berembus jelang Pilpres 2018.
Nama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pun disebut-sebut sebagai penggantinya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta yang kini sedang menjalani masa tahanan hukuman karena kasus penodaan agama, akan bebas Desember 2018 mendatang.
Ma’ruf Amin pun sempat angkat bicara. “Itu pernyataan salah dan menyesatkan umat, belakangan ini memang sering bergulir isu demikian, ini harus diluruskan, ” ujar dia seperti dikutip dari Liputan6.com.
Menurut Ma’ruf, sebagai Rais Aam PBNU dan ketua umum MUI, dia tidak pantas dijadikan alat untuk perjuangan merebut suara umat belaka.
Ia yakin, Jokowi tidak mungkin berniat memperalat. Apalagi, pemilihan cawapres sudah melalui pertimbangan matang.
Saat ini, katanya, juga beredar isu yang perlu diluruskan karena dianggap tidak pantas berpasangan dengan Jokowi akibat perbedaan usia yang terpaut jauh.
“Saya lebih muda dari PM Malaysia, Mahathir Muhammad usia 93 tahun, dan diakui ketika berjumpa di Kuala Lumpur beberapa waktu lalu,” jelas Ma’ruf.
Cek Fakta Liputan6.com mencoba menanyakan kepada Wakil Ketua Komisi II DPR Herman Khaeron, di dalam aturan ketatanegaraan, tidak bisa begitu saja mengganti presiden atau wakil presiden.
“Di dalam ketatanegaraan, yang bisa untuk menggantikan posisi presiden atau wakil presiden ada tiga ketentuan, pertama berhalangan tetap, kedua melakukan perbuatan tercela, dan ketiga melakukan korupsi,” ujar Herman kepada Liputan6.com.
Pasal 7A UUD 1945
“Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”
Tiga hal tersebut, lanjut dia, yang bisa dijadikan dasar impeachment atau pemakzulan kepada presiden dan wakil presiden.
“Semua itu diatur dalam Undang-undang Dasar dan hak untuk melakukan pergantian presiden dan wakil presiden memang ada di DPR,” ucapnya.
Menurut Herman, DPR memiliki tiga hak, yaitu hak bertanya, angket, dan menyatakan pendapat.
“Tapi itu juga (pergantian presiden dan wakil presiden) harus disetujui setidaknya 2/3 anggota, lalu di MPR lah sidang istimewa untuk melakukan pergantian itu dilakukan. Semua aturan itu ada di Undang-Undang Dasar tentang pemilihan presiden dan wakil presiden,” tegas Herman.
Sementara tata cara pergantian presiden atau wakil presiden yang wafat juga diatur dalam
UU No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Kesimpulan
Berita yang beredar soal kabar pergantian
Ma’ruf Amin jika menang mendamping Jokowi adalah hoaks. Ma’ruf telah membantah hal tersebut.
Selain itu, tidak bisa begitu saja mengganti wakil presiden tanpa alasan yang jelas. Semua ada aturannya. [Lip6]