Berita  

di Semak-semak, Tarif Rp 50 Ribu

Waria
JAYAPURA-PAPUA, SriwijayaAktual.comMereka nongkrong mulai pukul 23.00 WIT hingga pukul 05.00 WIT. Apa saja yang mereka lakukan ?

Elfira-Jayapura, sepintas lokasinya sepi. Jika malam hanya dilalui satu atau dua kendaraan.

Berbeda
jika di siang hari, lalu lalang kendaraan roda dua dan roda empat yang
melintasi Jalan tembus Kali Acai, Kelurahan Waimhorock, Distrik Abepura,
Jayapura, Papua, ini sangat padat.

Namun siapa sangka, di balik
sepinya lalu lalang kendaraan di malam hari, terutama pukul 23.00 WIT
hingga pukul 05.00 WIT, lokasi itu menjadi tempat nongkrong para waria.

seperti dikutip laman Cenderawasih Pos (Jawa pos Group), Sabtu (8/4/2017) malam menelusuri apa saja yang dilakukan oleh waria itu di malam hari.

Setiba di lokasi tepatnya pukul 24.00 WIT, para waria itu duduk secara terpisah dan berkelompok dengan memanfaatkan bibir jalan.

Ada juga yang berdiri atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Jumlah mereka secara keseluruhan 10 hingga 11 orang.

Satu sama lainya bercakap-cakap, dengan suara yang terdengar khas.

Begitu juga dengan dandanan serta fashion yang digunakan.

Terlihat seksi, baju dres ketat, rok mini, wajah penuh polesan make up.

Wig yang digunakan ada merah, kuning keemasan, coklat, serta hitam.

Sebagian dari mereka ada yang berkeluh kesah mengenai pekerjaan.

Aleksa, 24, mengaku kerap nonkrong malam sembari menunggu “mangsa” sejak 5 tahun silam.

Lokasi
nongkrongnya di Kali Acai, tidak pernah pindah. Kondisi lingkungan dan
faktor ekonomi yang mengantarkan dirinya menjadi seorang waria yang
nongkrong di malam hari.

“Sebenarnya ini beban untuk Eike, karena
kurang tidur, malam melayani tamu. Tamu Eeike kebanyakan usianya hampir
memasuki usia senja,” jelasnya Aleksa sembari mengatakan.

Dia
mengaku pasang tarif Rp 50 ribu hingga Rp 200 ribu, tergantung tingkat
kepuasan pelanggan. Aleksa melayani tamunya di semak-semak.

Dia mengaku memiliki banyak pelanggan mulai dari usia belasan hingga memasuki usia senja.

Namun tak jarang mengalami kekerasan ketika orang yang dilayaninya merasa tak puas.

“Kadang
saya dipukul ketika mereka tak puas, wajah saya dikencingi, mereka tak
membayar setelah saya layani, terkadang Hp saya dicuri. Biasanya mereka
yang sudah mabuk seperti itu, kalau yang masih dalam kondisi normal
mereka baik-baik saja,” curhatnya.

Ia menuturkan, siang hari kerja di salon, malam hari melayani langganan.

Satu yang menjadi keinginan besar Aleksa, jika nanti ia sudah memiliki modal yang cukup maka ia akan membuka salon sendiri.

“Siapa
sih yang mau hidup seperti ini, tidak enak rasanya. Saya selalu
dipandang sebelah mata. Ini hanya untuk bertahan hidup, makan
sehari-hari dan bisa membayar kos, setidaknya saya tidak menganggu siapa
pun,” tuturnya.

Sedang temanya Nurmala, 30, dengan nada malu-malu, bercerita jika dirinya sudah 7 tahun seperti ini.

Dia
cerita, tamu yang ia layani kebanyakan kalangan muda. Sekali main
dibayar Rp 50 ribu. Yang penting dibayar kontan dan pelanggan puas.

“Namanya
juga pekerjaan, tapi saya selalu berusaha memuaskan pelanggan saya
sehingga mereka terus datang dan mencari saya ketika membutuhkan,”
tandasnya. (*)