Rizqi mengatakan, KPK harus berani mengusut lebih dalam lagi kasus suap yang menyeret komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Pengusutan itu tidak boleh hanya terbatas dalam lingkup second player saja, tapi harus dibongkar sampai intelektual dader (main actor).
Dia menilai, petinggi KPU yang terlibat kasus tersebut menjadi catatan terburuk di awal tahun terkait proses demokrasi di Indonesia. Maka itu, LeCI meminta KPK mengadakan investigasi mendalam terkait keterlibatan komisioner KPU lainnya.
“KPK harus membuka dan melakukan penyelidikan dan penyidikan secara mendalam keterlibatan DPP PDIP dalam kasus ini. Tentunya dalam instruksi PAW, koordinasi dengan pimpinan DPP sangat signifikan,” kata Rizqi di Jakarta, Sabtu (11/1/2020).
Dalam penelitian LeCI mengenai peran partai dalam Korupsi, kata dia, tampak jelas alur komando dari pimpinan partai terhadap perintah yang menyebabkan lahirnya KKN. Alur Scientific revolution of Corruption mengendus peranan kelompok terhadap timbulnya indikasi korupsi berada pada urutan kedua setelah personal power.
“Ini merupakan momen penting bagi KPK untuk memberikan pesan anti korupsi yang paripurna sebelum perhelatan pilkada 2020,” ujar Rizqi.
Dia menegaskan, keterlibatan Wahyu tidak berdiri sendiri. Dalam elemen peran korupsi aktor tidak berdiri sendiri jika dikaitkan fungsi dan wewenang komisioner bersifat kolektif.
Kasus tersebut juga harus dijelaskan terang-benderang oleh pimpinan KPU. Hal itu untuk menjawab kekecewaan publik dan agar tidak mendegradasi demokrasi langsung.
“Sehingga jangan sampai persoalan ini menjadi alasan DPR mengubahnya kembali menjadi Demokrasi Tidak Langsung,” ucap dia.
Menurut dia, KPK memiliki momentum membuatkan partai dengan mengusut tuntas korupsi yang dilakukan kader PDI Perjuangan. Atas dasar itu, ia meminta KPK secara serius dan transparan ke publik mengenai kasus tersebut.
“Dalam elemen pembubaran partai yang terkuat adalah keterkaitannya dengan keterlibatan pimpinan partai sebagai entitas dalam aktor intelektual korupsi,” ujar dia.
Sementara itu, secara terpisah, Wakil Ketua Bidang Olahraga, Pemuda, Seni dan Budaya, DPC PDI Perjuangan, Kabupaten Malang, Abdul Qodir, menanggapi serius komentar yang menjurus kepada pembubaran PDI Perjuangan tersebut. Ia dinilai salah pikir.
Pria yang akrab disapa Adeng itu tegas mengatakan, bahwa mekanisme pembubaran partai politik telah diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2008 jo UU Nomor 2 Tahun 2011.
Dalam Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa pembubaran partai dapat dilakukan hanya melalui dua inisiatif yaitu inisiatif internal dan inisiatif eksternal partai yang dapat dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
“Itupun alasan pembubaran partai melalui MK bersifat limitatif. Ketentuannya terdapat dalam Pasal 40 Ayat 2 dan Pasal 40 Ayat 5,” jelasnya, saat dikonfirmasi times indonesia, Sabtu (11/1/2020).
Abdul Qodir, Wakil Ketua Bidang Olahraga, Pemuda, Seni dan Budaya, DPC PDI Perjuangan Kabupaten Malang |
Ia menilai, bahwa gagasan yang dihembuskan pengamat tersebut hanya sebatas leluconan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Ia menganalogikan semacam stand up comedy, yang hanya mencari segmen sensasi publik.
“Kalau kita mau lihat ke belakang, sebelum publik ini dihebohkan OTT kedua oleh KPK, sudah pernah ada 3 ketua dan satu sekretaris partai politik yang sudah divonis pengadilan melakukan tindak pidana Korupsi. Namun tidak ada satupun dari partai politik itu dibubarkan oleh negara,” tegasnya.
Komentar