Fajar Setya Hadi SP.d |
Oleh, Fajar Setya Hadi SP.d (Ketua Umum HIMMASOS Unsri)
Mahasiswa menuntut agar UKT mereka di semester 9 diberi keringanan.
Bahkan terdengar isu pula bahwa mahasiswa menolak sistem UKT secara
utuh.
Sosiologi (HIMMASOS) Unsri, UKT adalah sistem yang baik. Ditarik dari
filosofisnya, UKT merupakan bentuk nyata dari nilai Pancasila sila ke-5
yaitu “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Adil dalam UKT
adalah keselarasan antara kekuatan ekonomi masyarakat dengan cost
pendidikan yang harus ditanggung. Artinya, masyarakat yang mampu,
dibebankan biaya pendidikan yang tinggi. Sedangkan yang tidak/kurang
mampu dibebankan biaya pendidikan yang murah. Ini lah sejatinya sebuah
keadilan. Prinsipnya gotong royong, sebuah nilai yang amat langka dewasa
ini.
adalah suatu kemajuan jika dibandingkan dengan kebijakan sebelumnya yang
menyamaratakan bayaran kuliah bagi semua mahasiswa.
antara kebijakan UKT dengan kebijakan yang lama terletak pada sejauh
mana kualitas pendidikan dapat dipertahankan. Menuntut dan memaksa untuk
kembali pada kebijakan yang lama, sama saja kita mencoba menghadirkan
kembali dilema yang mencekik dunia perguruan tinggi selama ini.
Dilemanya: jika cost dinaikan, maka kita mengorbankan hak-hak masyarakat
dalam bidang pendidikan. Masyarakat dengan ekonomi lemah sulit
menjangkau pendidikan dilevel perguruan tinggi. Dengan demikian
perubahan sosial yang diharapkan yaitu kualitas SDM Indonesia yang
berkualitas sulit juga untuk menjadi kenyataan. Namun sebaliknya jika
cost diturunkan, maka kita mengorbankan kualitas pendidikan. Tidak
dipungkiri bahwa kualitas pendidikan yang baik, menuntut pula anggaran
yang tidak sedikit. Ada harga ada rupa, begitulah istilahnya. Sementara
APBN tidak juga boleh mengabaikan kepentingan masyarakat yang lain,
misalnya pembangunan infrastruktur di daerah-daerah terpencil. Sehingga
sumber daya ekonomi apapun perlu dimanfaatkan untuk menengahi masalah
ini.
tersebut. UKT bagai katup penyelamat ditengah dilema pendidikan kita.
Dengan UKT, pemerintah bisa meraih sejumlah dana untuk menjaga kualitas
pendidikan tanpa mengorbankan hak-hak masyarakat dalam pendidikan.
adalah sistem yang baik memerlukan pelaksanaan dengan cara yang baik
pula. Sistem yang baik namun dijalankan dengan cara yang tidak baik akan
menimbulkan masalah baru. Inilah yang mestinya dituntut oleh mahasiswa.
Bagaimana kita sebisa mungkin mengawasi siapa-siapa saja yang termasuk
dalam masyarakat dengan kewajiban bayaran UKT murah. Apakah mereka
betul-betul dari masyarakat berekonomi lemah, atau mereka adalah
mahasiswa yang orang tuanya memiliki kekuasaan tertentu dalam menentukan
golongan UKT.
Setiap kebijakan tentu memiliki glagat tujuan tertentu. Kami menilai
pemerintah pusat melalui kebijakan UKT yang kemudian diiringi dengan
kebijakan pemangkasan batas masa studi S1 dan S2 mengindikasikan bahwa,
pemerintah ingin mahasiswa lebih cepat menyelesaikan studinya. Dengan
begitu mereka akan lebih cepat siap untuk mencari pekerjaan. Pemerintah
sepertinya tidak ingin lagi ada mahasiswa yang menempuh kuliah sarjana
saja memakan waktu yang lama. UKT bisa menjadi dorongan dan motivasi
untuk mencapai tujuan itu. Agar tujuan seperti ini sampai dengan baik,
harusnya ada sambutan pula berupa perubahan paradigma perkuliahan baik
bagi dosen maupun bagi mahasiswa sendiri.
tidak perlu memperlama masa penelitian/skripsi mahasiswa. Skripsi harus
dipandang hanya sebagai sarana pembelajaran penelitian, bukan sebagai
penelitian yang sesungguhnya. Sebab dewasa ini, siapa yang masih memakai
skripsi sebagai rujukan dalam mengambil kebijakan. Jangankan dipakai
sebagai rujukan kebijakan, dipakai sebagai rujukan untuk penelitan
selevel pun sepertinya jarang dilakukan. Artinya, nilai tukar skripsi
saat ini sudah sangat rendah. Kalau demikian untuk apa diperlama proses
pembuatannya. Universitas Indonesia (UI) saja sudah memberlakukan
skripsi sebagai pilihan. Boleh mahasiswa membuat skripsi, boleh juga
tidak. Dua-duanya sah untuk mendapat gelar sarjana. UI sudah menyambut
tujuan pemerintah dengan baik. Mahasiswanya dapat menyelesaikan studi S1
dengan tepat waktu, sehingga tidak perlu membayar UKT lagi disemester
atas.
dalam berorganisasi juga diperlukan. Berorganisasi harus dibarengi
dengan kesadaran utama sebagai seorang mahasiswa, yaitu belajar dan
menyelesaikan studi keilmuannya. Pandangan bahwa idealitas hanya
dimiliki saat menjadi mahasiswa perlu dibuang jauh-jauh. Kita semua
dapat memberi andil terhadap masyarakat, mengkritisi kebijakan
pemeritah, ataupun mengeluarkan gagasan-gagasan idealis meskipun sudah
diluar status sebagai mahasiswa. Justru dengan gelar keilmuan (sarjana),
gagasan yang diajukan lebih bernilai tinggi. Sebab saat ini banyak
orang menilai kualitas gagasan dari siapa yang mengutarakan. Isi gagasan
menjadi hal kedua. Sehingga gagasan yang diutarakan oleh seorang yang
telah diakui kuliatas keilmuannya dengan bukti gelar, justru akan lebih
didengar.
betul-betul direalisasikan, maka UKT bukan menjadi suatu masalah. Dan
memang kebijakan UKT tidak bersalah. Justru UKT dapat menjadi pemicu
mahasiswa agar lebih serius dan bekerja keras dalam menyelesaikan masa
studinya.
kebijakan UKT agar tidak diubah barang sedikit pun. Yang mesti didesak
adalah perubahan paradigma perkuliahan yang telah diuraikan tadi. Kami
berharap kepada rektor untuk fokus pada itu saja. Rektor tidak perlu
memberi keringanan UKT. Kami percaya, jika diberi keringanan sekali,
maka perubahan paradigma perkuliahan juga mustahil terjadi.
Gelombang-gelombang protes dan meminta keringanan akan terjadi lagi
dikemudian hari. Dosen-dosen tetap pada pandang lamanya mengenai
skripsi, dan mahasiswa akan semakin lalai dengan fungsi keilmuannya
karena sibuk dengan kegiatan di luar akademik. Dan yang lebih krusial,
tujuan baik pemerintah agar masa studi mahasiswa menjadi singkat semakin
menjadi utopis. (Rel)