Hutan SDA Indonesia Dijual Murah oleh Puluhan Pejabat!!

Berita98 Dilihat
KPK menyebutkan lebih dari 20 pejabat diproses KPK terkait dengan sektor kehutanan

JAKARTA, SriwijayaAktual.com – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK )
Laode M. Syarif menyatakan bahwa banyak sekali sumber daya alam (SDA)
di Indonesia yang diperjualbelikan dengan murah oleh para pejabat.
“Ingat
yang bisa ditangkap itu hanya sebagian kecil dari sebagian besar yang
belum tertangkap,” kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif dalam acara
diskusi “Melawan Korupsi di Sektor Sumber Daya Alam” di Gedung KPK RI,
Jakarta, Jumat (25/1/2019).
Ia menyebutkan lebih dari 20 pejabat diproses KPK terkait dengan sektor kehutanan.
“Dalam satu kasus Tengku Azmun Jaafar (eks Bupati Pelalawan),
misalnya, kerugian negaranya itu mencapai Rp 1,2 triliun. Ini uang,
bukan uang monopoli,” ucap Syarif.
Selanjutnya, kata dia, mantan
anggota DPR RI Al Amin Nasution yang hanya divonis 4 tahun penjara,
padahal mengeluarkan izin lebih dari 100.000 hektare.
“Kasus
penyupan Rp 200 juta Arwin A.S. (eks Bupati Siak). Jadi, agak susah bagi
kita untuk menjaga lingkungan Indonesia, SDA Indonesia, hutan Indonesia kalau orang-orang yang harusnya merawatnya itu tidak amanah,” tuturnya.
Berikutnya,
kasus eks Bupati Buol Amran Abdullah Batalipu yang memberikan izin
perkebunan kepada Siti Hartati Murdaya selaku Direktur PT Hardaya Inti
Plantation (HIP) atau PT Cipta Cakra Murdaya (CCM).
“Waktu itu
dia memberikan izin prinsip untuk kampanye dia jadi bupati. Ketika dia
ditangkap, penyidik saya hampir meninggal waktu itu karena apa? Sopirnya
itu dia mau tabrak semuanya karena di hutan, terjadi di hutan,” ungkap
Syarif.
Saat itu, kata dia, Siti Hartati divonis hanya 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp150 juta.
“Bagi
Hartati Murdaya Rp150 juta ‘Nih saya kasih Rp150 juta’. Akan tetapi,
undang-undang kita itu memang kalau pemberi maksimum 5 tahun dan
dendanya maksimum Rp1 miliar. Saya kurang tahu teman-teman dulu kenapa
dulu pengadilan memutuskan seperti itu,” kata Syarif. 

Sementara itu,
sebagai penerima Amran Batalipu, divonis 7 tahun 6 bulan penjara
ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dengan
demikian, menurut dia, korupsi sumber daya alam bukan hanya soal nilai
keuangan negara, melainkan kegagalan pengelolaan SDA untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Mengapa itu penting? Karena
itu bukan hanya hari ini, sumber daya alam Indonesia itu juga untuk masa
depan,” tegas Syarif. (antara)

Spesial Untuk Mu :  PDIP Kritik Kasus Novel Dibawa ke Kongres AS, Minta Bekukan Anggaran KPK

Komentar