Berita  

Indonesia Kelebihan Jumlah Petani, Lah Terus Bagaimana Ini? ….

Petani Padi (Ilustrasi)
JAKARTA, SriwijayaAktual.com – Pengamat industri pangan Anton Apriyantono menilai jumlah petani di
Indonesia sudah terlalu banyak jika dibandingkan dengan luas lahan
pertanian yang harus digarap dan hal ini menimbulkan masalah kemiskinan.
Menurutnya, total jumlah lahan Indonesia yang cocok untuk pertanian
hanya berkisar 45 juta hektar, jika dibagi oleh jumlah petani di
Indonesia maka, kira-kira seorang petani hanya dapat menggarap kurang
dari 1 hektar, jadi benefit yang didapatkan petani juga terbatas. 
“Kita sering lupa, bahwa negara kita di dominasi oleh laut sedangkan
lahan hanya sepertiga total luas Indonesia dan tidak semua cocok untuk
lahan pertanian. Belum lagi masalah sawah yang dikonversi menjadi lahan
lain dan semakin naiknya jumlah penduduk,” kata Anton, ketika berbicara
di Forum Dialog Nasional Pembangunan Berkelanjutan, Jumat
(23/09/2016) sore di Jakarta, seperti dikutip dari  rimanews.com.
Anton mengatakan bahwa sektor pertanian hanya menyumbangkan 13 persen
dari GDP Indonesia, sedangkan jumlah petani mencapai 40 persen dari
keseluruhan penduduk. Sementara itu, 70 persen dari jumlah
keseluruhan petani adalah petani kecil dengan tingkat pendidikan
rendah. 
Menurut dia, salah satu  permasalahan kemiskinan yang melilit petani
dikarenakan karena sector pertanian Indonesia yang tidak efisien
sehingga produktivitasnya kurang, lahan yang sempit, belum lagi
menghadapi tantangan seperti harga pangan yang tinggi karena distribusi
yang panjang.
Maka, Anton menilai untuk sementara jika tak ada cara lain,
para petani sebaiknya berpindah ke sektor industri yang lebih efisien
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya.
“Selama masih ada masalah lahan, lebih baik petani beralih ke sektor
lain yang lebih menguntungkan,” kata mantan Menteri Pertanian ini.
Untuk meningkatkan produksi di lahan yang terbatas, dia menyerukan pemerintah untuk membuat dedicated land yang dikhususkan untuk pertanian dan memperketat proses konversi lahan pertanian agar tidak dipakai industri lain.
“Contohnya, untuk Jawa di spesialisasikan untuk lahan pertanian,
maka, pusat energy digarap di pulau lain, sedangkan industri lain pindah
ke luar Jawa dan dekat dengan pusat energy” pungkasnya.
Permasalahan lain, menurut Anton, juga tentang edukasi petani yang masih rendah dan kurangnya keahlian juga teknologi pangan.
“Rata-rata petani hanya lulus atau tidak lulus SD, maka pengetahuan
mereka terbatas, teknologi pangan juga kurang dan menyebabkan pertanian
tak efisien dan kurang produktif,” kata Anton.
Anton lebih lanjut mengemukakan, masalah kredit usaha rakyat yang
digagas pemerintah belum tepat sasaran, karena pada kenyataanya
mayoritas diakses oleh para pelaku sektor menengah, sedangkan untuk
petani kecil masih mengandalkan rentenir.
“KUR tak dapat diakses oleh petani kecil karena cenderung lebih rumit, sehingga mereka mengandalkan rentenir,” tambah Anton.
Dengan permasalahan tersebut, Anton menyerukan pemerintah untuk
membuat skema kredit lain yang benar-benar efektif menyasar petani
kecil. (*).
Spesial Untuk Mu :  Begini Cara Kubu Jokowi Meredam Konflik Pilpres 2019 di Sosmed