Industri Peternakan : Kekejaman Teburuk Dalam Sejarah Dunia

Berita222 Dilihat
Sriwijaya Aktual – Salah satu pertanyaan etis yang terus menerus disuarakan dari waktu ke waktu oleh kalangan aktivis pencinta hewan adalah tentang nasib hewan ternak pada industri peternakan.
Ini adalah pertanyaaan tentang puluhan miliar makhluk hidup, masing-masing dengan sensasi emosi yang kompleks, hidup dan matinya tergantung pada lini produksi.
Hewan adalah korban utama dalam sejarah manusia, dan perlakuan kejam terhadap hewan peliharaan di industri peternakan mungkin adalah kejahatan terburuk dalam sejarah. Seluruh defile kemajuan manusia penuh dengan tumpukan hewan mati. Bahkan puluhan ribu tahun yang lalu, nenek moyang manusia di zaman batu sudah bertanggung jawab atas serangkaian bencana ekologis.
Ketika manusia pertama mencapai Australia sekitar 45.000 tahun yang lalu, mereka dengan cepat menyebabkan kepunahan 90% dari hewan-hewan yang telah lebih dahulu berada di benua itu sebelum mereka. Ini adalah dampak signifikan pertama bahwa Homo sapiens memiliki pengaruh merusak pada ekosistem planet. Dan itu bukan yang terakhir.
Sekitar 15.000 tahun yang lalu, manusia menjelajah benua Amerika, memusnahkan sekitar 75% mamalia besar. Banyak spesies lain menghilang dari Afrika, dari Eurasia dan dari pulau-pulau kecil sekitar pantai mereka. Catatan arkeologi menceritakan kisah sedih yang sama.
Tragedi itu dibuka dengan adegan yang menunjukkan populasi hewan-hewan yang kaya dan beragam, tanpa jejak Homo sapiens. Dalam adegan dua, manusia muncul (dibuktikan dengan fosil tulang, mata tombak, atau mungkin situs api unggun). Adegan berikut, di mana laki-laki dan perempuan menduduki pusat-panggung dan hewan-hewan yang paling besar, bersama dengan banyak yang lebih kecil, telah punah. Secara keseluruhan, homo sapiens menyebabkan kepunahan lebih dari 50% semua mamalia besar di planet ini sebelum mereka mulai menanam gandum di ladang, membuat peralatan dari besi, menulis teks pertama atau mencetak koin pertama.
Ancient Hunting

Tonggak utama berikutnya dalam hubungan manusia-hewan adalah revolusi pertanian: suatu proses dimana kita berpaling dari aktivitas nomaden (pemburu-pengumpul) menuju budaya pertanian yang menetap di pemukiman permanen. hal ini memunculkan penampilan bentuk kehidupan yang sama sekali baru: hewan peliharaan.
Awalnya, perkembangan ini mungkin tampaknya kurang begitu penting. Manusia hanya berhasil menjinakkan kurang dari 20 spesies mamalia dan burung, dibandingkan dengan ribuan yang tak terhitung jumlahnya dari spesies yang tetap “liar”. Namun, dengan berlalunya abad, kehidupan bentuk baru ini menjadi normal dalam standar peradaban manusia.
Hari ini, lebih dari 90% dari semua hewan besar yang telah dijinakkan (“besar” menunjukkan hewan yang beratnya setidaknya beberapa kilogram). Sebagai contoh, ayam, misalnya. Sepuluh ribu tahun yang lalu, mereka adalah burung langka yang keberadaannya terbatas pada ceruk kecil di Asia Selatan.
Hari ini, miliaran ayam hidup di setiap benua dan pulau, bahkan Antartika!. Ayam peliharaan mungkin adalah burung yang penyebarannya paling luas dalam sejarah planet Bumi. Jika Anda mengukur keberhasilan dalam hal jumlah, ayam, sapi dan babi adalah binatang yang paling sukses yang pernah dijinakkan.
Sayangnya, keberhasilan kolektif menjinakkan beberapa spesies dibayar dengan penderitaan individu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kerajaan hewan telah mengenal banyak jenis rasa sakit dan penderitaan selama jutaan tahun. Namun revolusi peternakan membuat jenis penderitaan yang sama sekali baru, yang semakin diperparah dengan berlalunya waktu.
Pada pandangan sekilas, kehidupan hewan peliharaan mungkin tampak jauh lebih baik daripada sepupu liar atau nenek moyang mereka. Kerbau liar menghabiskan hari-hari mereka mencari makanan, air dan tempat tinggal, dan terus-menerus terancam oleh predator, parasit, banjir dan kekeringan.
Ternak peliharaan, sebaliknya, menikmati perawatan dan perlindungan dari manusia. Orang memberikan sapi dan anak sapi dengan makanan, air dan tempat tinggal, mengobati penyakit, dan melindungi mereka dari predator dan bencana alam. Benar, kebanyakan sapi dan anak sapi cepat atau lambat akan menemukan diri mereka berakhir di rumah jagal. Namun apakah yang membuat nasib mereka lebih buruk daripada kerbau liar? Apakah lebih baik untuk dimakan oleh singa atau dibantai oleh seorang pemotong hewan?. Apakah gigi buaya lebih ramah daripada pisau baja?.

Cows Farmsanctuary
Spesial Untuk Mu :  Pilu!! Wanita Ini Dibiarkan Melahirkan Sendirian karena Positif Covid-19, Perawat Tertawa

Apa yang membuat kondisi hewan ternak peliharaan menjadi sangat kejam bukan pada cara di mana mereka mati tapi pada bagaimana cara mereka hidup.
Dua faktor bersaing telah membentuk kondisi kehidupan hewan ternak: di satu sisi, manusia ingin daging, susu, telur, kulit, kekuatan dan hiburan dari hewan. Di sisi lain, manusia harus menjamin kelangsungan hidup jangka panjang dan reproduksi hewan ternak. Secara teoritis, ini harus melindungi binatang dari kekejaman yang ekstrim.
Jika peternak memelihara sapi tanpa memberikan dia makanan dan air, produksi susu akan berkurang, dan sapi itu sendiri akan cepat mati. Sayangnya, manusia dapat menyebabkan penderitaan yang luar biasa untuk hewan ternak dengan cara lain, bahkan sambil memastikan kelangsungan hidup dan reproduksi mereka.
Akar masalahnya adalah bahwa hewan peliharaan telah diwarisi dari nenek moyang liar mereka banyak kebutuhan fisik, emosional dan sosial. Di peternakan, peternak secara rutin mengabaikan kebutuhan ini tanpa harus membayar harga ekonominya. Mereka mengunci binatang di kandang kecil, memotong tanduk dan ekor mereka, induk dipisahkan dari anaknya, dan selektifitas perkembang biakan. Hewan-hewan ini sangat menderita, namun mereka tetap hidup dan berkembang biak.
Apakah tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip paling dasar dari evolusi Darwin?. Teori evolusi menyatakan bahwa semua insting dan naluri hewan berkembang untuk kepentingan kelangsungan hidup dan reproduksi. Jika demikian, tidakah reproduksi terus menerus hewan ternak membuktikan bahwa semua kebutuhan riil mereka terpenuhi?. Bagaimana bisa seekor sapi memiliki “kebutuhan” yang tidak benar-benar penting untuk kelangsungan hidup dan reproduksi?.
Memang benar bahwa semua insting dan naluri hewan berevolusi untuk memenuhi tekanan evolusi kelangsungan hidup dan reproduksi. Ketika tekanan ini hilang, bagaimanapun, insting dan naluri mereka tidak akan seketika menguap. Bahkan jika mereka tidak lagi bertarung untuk kelangsungan hidup dan reproduksi, mereka akan terus membentuk pengalaman subjektif hewani.
Kebutuhan fisik, emosional dan sosial pada sapi, anjing dan manusia tidak mencerminkan kondisi mereka saat ini melainkan mencerminkan tekanan evolusi nenek moyang mereka yang mereka temui puluhan ribu tahun yang lalu. Mengapa orang-orang modern mencintai permen?. Bukan karena di awal abad ke-21 kita harus memakan es krim dan cokelat untuk bertahan hidup. Sebaliknya, itu adalah karena nenek moyang zaman batu kita menyukai rasa manis dari buah matang.
Mengapa para pemuda mengemudi sembarangan, menyukai kekerasan, dan menghack situs internet?. Karena mereka mematuhi keputusan genetik kuno. Tujuh puluh ribu tahun yang lalu, seorang pemburu muda yang berhasil membunuh seekor mammoth akan terlihat lebih cemerlang dibanding pesaingnya dan memenangkan wanita tercantik di kelompoknya dan kita sekarang terjebak pada gen macho.
Logika evolusi yang sama dengan tepat membentuk kehidupan sapi dan anak sapi di industri peternakan. Sapi liar adalah hewan sosial. Dalam rangka untuk bertahan hidup dan bereproduksi, mereka perlu berkomunikasi, bekerja sama dan bersaing secara efektif. Seperti semua mamalia sosial, sapi liar belajar keterampilan sosial yang diperlukan melalui bermain.
Anak anjing, anak kucing, anak sapi dan anak-anak hewan lainnya semua suka bermain karena evolusi menanamkan dorongan ini di dalam gen mereka. Di alam liar, mereka harus bermain. Jika tidak, mereka tidak akan bisa belajar keterampilan sosial penting untuk kelangsungan hidup dan reproduksi.

Hewan Bermain
Spesial Untuk Mu :  Apa itu Jerawat,Penyebab dan Cara Mengatasinya

Jika anak kucing atau anak sapi lahir dengan beberapa mutasi langka yang membuat mereka acuh tak acuh untuk bermain, mereka tidak mungkin untuk bertahan hidup atau berkembang biak. Mereka tidak akan bisa terus eksis sampai sekarang jika nenek moyang mereka tidak memperoleh keterampilan yang turun temurun diwariskan. Dengan demikian, evolusi yang ditanamkan pada anak kucing, anak sapi dan anak-anak hewan lainnya adalah kebutuhan besar pada ikatan dengan induk mereka. Sebuah kondisi buatan dimana ikatan induk-anak diputuskan jelas adalah sebuah kekejaman.
Apa yang terjadi ketika seorang peternak mengambil anak sapi muda, memisahkan dia dari induknya, menempatkan dia dalam kandang kecil, memberi vaksinasi untuk melawan berbagai penyakit, memberikan makanan dan air, dan kemudian, ketika dia sudah cukup besar, melakukan inseminasi buatan dengan sperma banteng?.
Dari perspektif objektif, anak sapi ini tidak lagi membutuhkan ikatan dengan induknya atau bermain dengan teman-temannya untuk melatih kemampuan bertahan hidup dan bereproduksi. Semua kebutuhannya telah diurus oleh tuan manusia nya. Tapi dari perspektif subjektif, anak sapi itu masih merasakan dorongan yang kuat untuk membentuk ikatan dengan indukya dan bermain dengan anak sapi-anak sapi lainnya. Jika dorongan ini tidak terpenuhi, anak sapi itu akan menjadi sangat menderita.
Ini adalah pelajaran dasar psikologi evolusioner: kebutuhan yang terbentuk ribuan generasi yang lalu terus dirasakan secara subjektif bahkan jika hal itu tidak lagi diperlukan untuk kelangsungan hidup dan reproduksi di masa sekarang. Tragisnya, revolusi peternakan memberi manusia kekuatan untuk menjamin kelangsungan hidup dan reproduksi hewan peliharaan dengan mengabaikan kebutuhan subjektif mereka. Karena itu, hewan peliharaan secara kolektif adalah hewan yang paling terjamin hidupnya di dunia, dan pada saat yang sama, secara individu adalah hewan yang paling menyedihkan yang pernah ada.
Faktanya lainnya adalah, situasi buruk ini hanya terjadi pada beberapa abad terakhir, selama waktu peternakan tradisional merintis jalannya menuju industri. Dalam masyarakat tradisional seperti Mesir kuno, kekaisaran Romawi atau abad pertengahan China, manusia memiliki pemahaman yang sangat parsial dalam ilmu biokimia, genetika, zoologi dan epidemiologi. Akibatnya, kekuatan manipulatif mereka terbatas.
Di desa-desa abad pertengahan, ayam berlari bebas antara rumah-rumah, mematuki biji-bijian dan cacing dari tumpukan sampah, dan membangun sarang di gudang. Jika seorang peternak ambisius mencoba untuk mengunci 1.000 ekor ayam di dalam kandang yang penuh sesak, epidemi flu burung yang mematikan mungkin akan memusnahkan semua ayam, serta banyak penduduk desa. Tidak ada pendeta atau dukun yang bisa mencegahnya.
Tetapi sekali ilmu pengetahuan modern berhasil menguak rahasia burung, virus dan antibiotik, manusia mulai menjerumuskan hewan pada kondisi hidup yang ekstrim. Dengan bantuan vaksinasi, obat-obatan, hormon, pestisida, sistem AC sentral dan pengumpan otomatis, sekarang menjadi mungkin untuk menjejalkan puluhan ribu ayam ke dalam satu kandang kecil, dan menghasilkan daging dan telur dengan efisiensi yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Poultry Farmsanctuary
Spesial Untuk Mu :  SUBHANAALLAH! Video Ditabrak Sampai Terjungkal, Anggota TNI Tuai Pujian dari Warganet

Nasib hewan di instalasi industri telah menjadi salah satu isu-isu etis yang paling mendesak, tentu dalam hal jumlah yang terlibat. Hari-hari ini, sebagian besar hewan hidup di industri peternakan. Mungkin romantisme kita membayangkan bahwa planet kita dihuni oleh singa, gajah, ikan paus dan penguin.
Itu mungkin benar jika dilihat dari saluran National Geographic, film Disney dan dongeng anak-anak, tapi tidak di dunia nyata. Dunia memiliki populasi 40.000 singa, tetapi, dengan cara kontras, ada sekitar 1 miliar babi peliharaan. Berikutnya, 500.000 gajah berbanding 1,5 miliar sapi peliharaan, kemudian 50 juta penguin berbanding 20 miliar ayam.
Pada tahun 2009, ada 1,6 miliar burung liar dari semua spesies di Eropa. Pada tahun yang sama, industri daging dan telur Eropa memelihara 1,9 miliar ayam. Secara keseluruhan, berat seluruh hewan peliharaan di dunia sekitar 700 milyar ton, bandingkan dengan 300 milyar ton untuk manusia, dan kurang dari 100 milyar ton untuk hewan liar besar.
Inilah sebabnya mengapa nasib hewan ternak tidak hanya masalah dari sisi etika. Ini menyangkut mayoritas makhluk besar Bumi: puluhan miliar makhluk hidup, masing-masing dengan sensasi dan emosi yang kompleks, tetapi yang hidup dan mati pada jalur produksi industri. Empat puluh tahun yang lalu, filsuf moral, Peter Singer, menerbitkan buku kanonik nya yang berjudul “Animal Liberation”, yang telah mengubah banyak pikiran orang tentang masalah ini. Singer menyatakan bahwa industri peternakan bertanggung jawab untuk rasa sakit dan penderitaan hewan ternak yang sebanding dengan rasa sakit dan penderitaan dari semua perang dalam sejarah manusia yang disatukan.
Penelitian ilmiah hewan telah memainkan peran suram dalam tragedi ini. Komunitas ilmiah telah menggunakan pengetahuan tentang pertumbuhan hewan untuk memanipulasi kehidupan mereka agar lebih efisien dalam pelayanan industri manusia. Namun pengetahuan yang sama ini telah menunjukkan tanpa keraguan bahwa hewan ternak adalah makhluk hidup, dengan hubungan sosial yang rumit dan pola psikologis canggih. Mereka mungkin tidak secerdas kita, tapi mereka pasti tahu rasa sakit, rasa takut dan kesepian. Mereka juga dapat menderita, dan mereka juga bisa bahagia.
Sudah saatnya kita mempergunakan temuan ilmiah dengan moralitas, karena kekuasaan sebagai manusia terus bertambah, kemampuan kita untuk menyakiti atau memanfaat hewan dengan semena-mena juga bertambah. Selama jutaan tahun, kehidupan di Bumi diatur oleh seleksi alam. Sekarang semakin diatur dengan desain cerdas manusia.
Bioteknologi, nanoteknologi dan kecerdasan buatan akan segera memungkinkan manusia untuk membentuk kembali makhluk hidup dengan cara-cara baru yang radikal, yang akan mendefinisikan kembali secara ekstrim arti hidup. Ketika kita datang untuk merancang dunia baru yang berani, kita harus memperhitungkan kesejahteraan semua makhluk yang menghuni Bumi ini. Bukan hanya dari kepentingan Homo sapiens semata. (theguardian/tvsx)

Woman and Her Dog

Komentar