Berita  

ini dia! 10 Negara Dengan Sensor Media Paling Ketat

chinese2Bjournalists
Sriwijaya Aktual – Sekelompok advokasi jurnalisme telah menyusun peringkat dari 10 negara dengan sensor media paling ketat di dunia.
Dua tempat teratas diduduki oleh Eritrea, negara kediktatoran misterius yang terletak di tanduk Afrika, dan Korea Utara, negara paling tertutup rapat yang dipimpin oleh diktator minim pengalaman, Kim Jong Un.
Negara-negara lain yang termasuk ke dalam daftar adalah Saudi Arabia, Ethiopia, Azerbaijan, Vietnam, Iran, Cina, Myanmar dan Kuba.
Survei yang dibuat oleh Komite untuk Perlindungan Wartawan Internasional itu didasarkan pada faktor-faktor seperti penggunaan penjara dan represif hukum, pelecehan wartawan dan pembatasan akses internet.
Untuk menjaga cengkeraman mereka pada kekuasaan, rezim represif menggunakan kombinasi monopoli media, pelecehan, mata-mata, kriminalisasi terhadap wartawan ancaman penjara, dan pembatasan masuknya wartawan ke dalam atau gerakan dalam negara mereka.
Tidak mengherankan, tujuh dari 10 negara dengan sensor paling ketat – Eritrea, Ethiopia, Azerbaijan, Vietnam, Iran, Cina, dan Myanmar – juga berada di antara 10 negara yang paling suka memenjarakan wartawan.
Sebagai contoh, Presiden Eritrea, Isaias Afewerki sukses menghancurkan jurnalisme independen dengan cara: “menciptakan iklim media yang begitu menyengat bahkan wartawan berita untuk media yang dikelola oleh negara sekalipun hidup dalam ketakutan akan penangkapan dan pemenjaraan.”
Eritrea memenjarakan wartawan lebih banyak daripada negara Afrika lainnya. Saat ini setidaknya ada 23 wartawan yang mendekam di balik jeruji besi. Tidak ada satupun yang menjalani proses di pengadilan atau bahkan dituntut dengan kejahatan yang spesifik. Mereka dipenjara hanya karena mereka wartawan!.

Jurnalisme di Eritrea

Di Korea Utara, radio dan TV diatur untuk mengudarakan saluran milik pemerintah saja.

Kurang dari 10 persen warga Kore Utara yang memiliki ponsel, dan akses Internet dibatasi hanya untuk sejumlah kecil dari elit penguasa. Meskipun beberapa sekolah dan lembaga pemerintah lainnya memiliki akses ke intrenet, tetapi akses dikontrol ketat.

Pada tahun 2012 biro luar negeri situs berita internasional, Associated Press mengunjungi Pyongyang, dan mengatakan negara tersebut memiliki kontrol ketat pada agenda berita mereka. Bahkan sebuah newsreel di re-edit untuk menghilangkan berita tentang paman Kim Jong Un yang dieksekusi mati dari arsip.

Tentara Korea Utara

Di Arab Saudi, rezim berkuasa telah meningkatkan sensor media sejak Arab Spring. Artikel apapun yang membahas tema-tema sensitif akan ditafsirkan sebagai mempertanyakan dan menghina syariah (hukum Islam konservatif). Setidaknya tujuh warga Saudi baru-baru ini dikenakan hukuman cambuk dan denda karena menggunakan Twitter untuk menyerukan aksi dukungan terhadap gerakan diizinkan perempuan untuk mengemudi.

Sementara itu, menurut laporan Human Rights Watch, sebuah peraturan anti-terorisme Arab yang dikeluarkan pada tahun 2014 akan”mengkriminalisasi hampir semua ekspresi atau asosiasi kritis terhadap pemerintah dan pemahamannya tentang Islam.”

Hukuman Cambuk

Ethiopia mengadakan pemilihan pada 24 Mei 2015, Tapi dalam minggu-minggu menjelang pemungutan suara, pemerintah secara sistematis telah melakukan kontrol ketat terhadap publikasi berita melalui penangkapan wartawan dan intimidasi terhadap media-media independen.

Penerapan taktik brutal seperti itu membuat Ethiopia hanya tinggal menyisakan segelintir media publikasi independen di negara dengan jumlah penduduk lebih dari 90 juta orang.”

Pemilu di Ethiopia

Di tempat lain, lembaga penyiaran di Azerbaijan dikuasai oleh negara, sementara lembaga penyiaran internasional dilarang beroperasi atau sinyal satelit mereka diblokir. Media cetak kritis menghadapi pelecehan dan ancaman pemenjaraan.

Rezim Komunis Vietnam mengizinkan swasta terlibat dalam bisnis media siar dan media cetak. Tetapi semua media harus berfungsi sebagai “juru bicara organisasi partai.” Blogger yang melaporkan isu-isu sensitif akan berhadapan dengan resiko pemukulan, penangkapan sewenang-wenang, pengawasan dan hukuman penjara.

Di Iran, rezim menggunakan “taktik penahanan sewenang-wenang sebagai sarana untuk membungkam perbedaan pendapat dan memaksa wartawan melarikan diri ke pengasingan,” Iran adalah termasuk musuh terburuk dunia jurnalis independen, dan pemerintah memblok jutaan situs web, termasuk berita dan situs media sosial.

Jurnalisme di Iran

Di Cina, negara yang paling padat penduduknya di dunia, berharap bahwa rezim baru Presiden Xi Jinping akan melonggarkan pembatasan sensor, tapi yang terjadi adalah sebaliknya. Sebuah dokumen rahasia milik pemerintah yang bocor ke pers tahun lalu berisi penolakan terhadap konsep “nilai-nilai universal” dan promosi “pandangan Barat tentang kebebasan media.” Sejauh ini Rezim Komunis Cina telah memenjarakan puluhan wartawan.

Jurnalisme di Cina

Di Myanmar, pra-publikasi sensor telah berakhir pada tahun 2012, namun pemerintah tetap mengontrol ketat media. Sebuah undang-undang disahkan pada 2014, melarang penyiaran berita yang “bisa dianggap menghina agama, mengganggu dengan aturan hukum, atau berbahaya bagi kesatuan etnis.” Bagi yang melanggar akan dikenakan hukuman penjara dan denda. Masalahnya, di negara yang dikuasai oleh rezim diktator militer ini, pengadilan yang adil adalah utopia.
Terakhir dari daftar adalah Kuba. Negara sosialis yang terletak di halaman belakang AS ini memiliki iklim yang paling dibatasi untuk kebebasan pers di benua Amerika. Media cetak dan media siar sepenuhnya dikendalikan oleh negara dan harus sesuai dengan tujuan dari masyarakat sosialis. (cracked/tvsx)