Foto/Ist; Sekjen Kemendagri, Yuswandi Tumenggung (Tengah). |
*3.143 Perda yang dibatalkan masih diinventarisasi dan diberi penomoran sebelum dipublikasikan.
JAKARTA, SriwijayaAktual.com – Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengklaim 3.143 Peraturan Daerah (Perda) provinsi atau kabupaten/kota seluruh Indonesia yang dibatalkan sesuai prosedur yang diatur UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Pemda). Ada beberapa paramater penting yang
menjadi dasar pembatalan Perda yakni bertentangan dengan aturan yang
lebih tinggi, bertentangan dengan kepentingan umum, dan kesusilaan.
Namun, ribuan Perda yang dibatalkan itu umumnya bertentangan dengan
aturan lebih tinggi, sebagian tak sejalan dengan kebijakan pemerintah
pusat dan melanggar kepentingan umum dan kesusilaan. “Yang paling
dominan Perda yang dibatalkan inkonsistensi dengan peraturan
perundang-undangan diatas,” ujar Sekjen Kemendagri Yuswandi A Tumenggung
saat konferensi pers di Kantor Kemendagri Jakarta, Kamis (16/6).
Dia mencontohkan banyak sekali Perda Kabupaten/Kota yang tidak mengacu
dengan Perda provinsinya. Selain itu, tak sedikit Perda tidak mengacu
Peraturan Mendagri dan UU Tata Cara Pembentukan Perundang-undangan. “Ini
masalah yang paling dominan dalam pembatalan ribuan Perda itu,” kata
Yuswandi yang didampingi Dirjen Otonomi Daerah dan Kepala Biro Hukum
Kemendagri.
Paramater lain, kata Yuswandi, pihaknya memperhatikan beberapa pasal
atau ayat Undang-Undang yang pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Akibatnya, Perda yang masih mengacu UU yang dibatalkan secara otomatis
tidak berlaku. Seperti, putusan MK yang menghapus Penjelasan Pasal 124 UU No. 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) terkait tarif retribusi
pengendalian menara telekomunikasi maksimal 2 persen dari nilai jual
objek pajak (NJOP) dan pembatalan UU Sumber Daya Air.
“Otomatis Perda soal retribusi menara telekomunikasi atau sumber daya
air harus dicabut. Yang pasti, materi muatan Perda tidak menghambat
investasi, tidak menghambat pelayanan publik atau percepatan layanan
perizinan,” tegasnya.
Ditegaskan Yuswandi sesuai Pasal 251 UU Pemda, Kemendagri berwenang
membatalkan Perda provinsi dan Perda kabupaten/kota. Selain itu,
Gubernur selaku wakil pemerintah pusat berwenang membatalkan Perda
kabupaten/kota. Data sementara dari 3.143 Perda ini diantaranya terdiri
dari 165 Perda Provinsi, 1.276 Perda Kabupaten/Kota, termasuk 111
Permendagri turut dibatalkan yang berhubungan daerah.
Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Sony Sumarsono menambahkan 3.143
Perda yang dibatalkan masih diinventarisasi dan diberi penomoran.
Nantinya, semua Perda tersebut akan dimuat di website e-Perda dan
Kemendagri. “Sekarang masih dalam proses inputting, nanti siapa saja boleh mengakses,” kata Sony.
Dia mengatakan 3.143 Perda belum termasuk beberapa Perda yang dinilai
diskriminatif dan intoleran. Dari 3.143 Perda yang dikategorikan
menghambat investasi (izin usaha, retribusi, IMB) ada sekitar 58 persen.
Sementara yang masuk kategori layanan publik hanya 10 persen
(kesehatan, pengurusan KTP, catatan sipil). Sisanya, 32 persen
menyangkut Perda yang berhubungan dengan pengalihan urusan, BUMD,
pengairan.
“Ada Perda terkait perizinan tertentu dilakukan secara regular, misalnya IMB harus di-update per lima tahun. Ini tidak boleh, IMB cukup sekali saja,” ujarnya mencontohkan.
Ada perbedaan
Kepala Biro Hukum Kemendagri, W. Sigit Pudjianto menjelaskan ada
perbedaan mekanisme pembatalan Perda dalam UU No. 32 Tahun 2004 dan UU
No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda (dan perubahan kedua lewat UU No. 9
Tahun 2015. “UU Pemda yang lama hanya bisa membatalkan atau me-review Perda menyangkut 4 hal : Pajak Daerah, Retribusi Daerah, APBD, RT/RW. Di luar itu, bisa dimintakan pembatalan Perda melalui judicial review di MA,” kata Sigit.
Sesuai UU No. 23 Tahun 2014 setiap penyusunan Perda harus dikoordinasikan ke Kemendagri agar bisa dievaluasi terlebih dulu (executive review)
sepanjang menyangkut enam Rancangan Perda (Raperda). Yakni, Raperda
APBD, Raperda Tata Ruang, Raperda Pajak Daerah, Raperda Retribusi
Daerah, Raperda RPJPMD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah
Daerah), Raperda RPJPD.
“Proses pembatalan perda berjenjang, misalnya pembatalan Perda
kabupaten/kota wewenang gubernur, pembatalan Perda provinsi wewenang
Mendagri. Tetapi, apabila gubernur tidak membatalkan Perda
kabupaten/kota yang bermasalah, wewenang ini bisa diambil alih oleh
Mendagri,” jelasnya.
“Tidak benar kalau ada pihak yang bilang pembatalan Perda harus melalui judicial review di MA. Silahkan baca dulu mekanisme pembatalan Perda dalam Pasal 251 UU Pemda.”. (Adm).
Sumber, Hukumonline