Berita  

‘Jika Terbukti Presiden RI Dapat Ajukan Perkara Pembubaran Parpol ke MK’

e KTP%2Bf16130b9 5c6c 4ace b825 4fef800ef569
(Ilustrasi/Istimewa)

JAKARTA, SriwijayaAktual.com  – Paska Sidang perdana kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP
menguak beberapa fakta persidangan. Di antaranya soal adanya aliran dana
proyek itu yang mengalir ke sejumlah pihak, termasuk partai politik.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Irene Putrie menyebutkan
terdapat tiga partai yang menerima aliran dana kasus korupsi e-KTP.
Akibatnya sempat muncul usulan pembubaran partai politik bagi parpol
penerima dana korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Namun
untuk membubarkan partai politik, harus melalui Mahkamah Konstitusi atau
MK sesuai dengan Pasal 68 UU Nomor 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, menjelaskan, kalau
pidana dalam kejahatan korporasi, maka yang dihukum adalah pimpinan
korporasi tersebut. Hal yang sama dengan partai politik.
“Sementara partainya sendiri tidak otomatis bubar,” kata Yusril dalam
siaran pers, seperti  yang diterima  redaksi dan dilansir  abadikini.com, Jumat (10/3/2017).
Menurut Yusril, yang berwenang memutuskan partai politik bubar atau
tidak, bukanlah pengadilan negeri sampai Mahkamah Agung dalam perkara
pidana, tapi Mahkamah Konstitusi dalam perkara tersendiri yakni perkara
pembubaran partai politik.
Dalam perkara e-KTP, menurut dia, patut ditunggu seperti apa
pembukitan dari pelaku yang diduga terlibat itu. Sementara, kalau semua
terlibat, termasuk unsur partai politik, maka yang paling bisa
mengajukan ke MK untuk pembubaran partai adalah pemerintah, dalam hal
ini Presiden.
Sehingga, keputusan pembubaran itu akan diuji ke MK. Itu kalau ada usulan pembubaran partai politik dari Presiden. (*)