Berita  

Kabupaten Bengkulu Selatan dan Seluma berebut 12 Desa

Patok
Dok. Patok Perbatasan

SELUMA-BENGKULU, SriwijayaAktual.com – Kabupaten Seluma dan Kabupaten Bengkulu Selatan Provinsi Bengkulu,
terlibat konflik tapal batas, karena, 12 desa di Kabupaten Seluma
terancam diambil Kabupaten Bengkulu Selatan. 
Surat penetapan batas antara dua Kabupaten tersebut yang baru
disepakati tidak mengacu tapal batas lama sesuai Undang Undang nomor 3
Tahun 2003 tentang pembentukan kabupaten Mukomuko, Kabupaten Seluma, dan
Kabupaten Kaur.
Anggota DPRD Seluma, Okti Fitriani mengatakan, secara fisik, tapal
batas wilayah di dua kecamatan yakni Kecamatan Semidang Alas dan
Semidang Alas Maras masih jelas, bahwa 12 desa masuk ke wilayah Seluma. 
“Tonggak batas saja masih kokoh berdiri, tidak bergeser satu
centimeter pun. Kenapa harus kembali diubah hingga Jembatan Sungai Maras
yang jelas-jelas akan mengubah seluruh peta wilayah,” kata Okti saat
meninjau patok perbatasan. 
Politisi perempuan dari Partai Gerindra ini kaget dengan surat penetapan batas wilayah justru merugikan Kabupaten Seluma.  
Menurutnya, Wakil Bupati Seluma, Suparto, teledor karena menyetujui penetapan batas baru antara kabupaten tersebut.
“Kami pertanyakan apakah betul kapasitas dia hadir dalam rapat
penetapan batas di Pemprov Bengkulu waktu itu sudah ditunjuk Bupati atau
tidak,” kata Okti, seperti dilansir rimanews (23/3/2017)
Sejumlah tokoh masyarakat Seluma yang menjadi saksi sejarah
pemasangan tonggak batas tersebut geram mengetahui rencana penggeseran
tapal batas di jembatan Sungai Maras. Bila terealisasi maka 12 desa di
wilayah Seluma akan ditarik kembali ke kabupaten Bengkulu Selatan. 
Sementara, warga Seluma menolak bergabung dengan Bengkulu
Selatan, karena sesuai batas administrasi sejak zaman kewedanan tempo
dulu mereka sudah berada di wilayah Seluma.  “Sebelum batas ini
ditetapkan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi tahun 2013 lalu, kami
warga perbatasan ini kerap berselisih. Kerbau atau sapi saja yang
melewati batas wilayah saja banyak yang disembelih karena dianggap
mencari makan di luar batas tanah,” kata Jemalip, tokoh masyarakat
Seluma. 
Menurutnya, bila konflik perbatasan ini tak diselesaikan dikhawatirkan akan terjadi gesekan di antara masyarakat. (*