Ilustrasi |
tengah terjadi. Awan gelap menyelimuti bumi saat ini. Yang terjadi,
seluruh investor di dunia tengah berupaya menyelamatkan asetnya.
Seperti apa itu?
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI)
Nanang Hendarsah mengungkapkan sampai saat ini dunia masih sulit
diprediksi. Apalagi soal perang dagang antara AS dan China.
“Memang semakin ke sini semakin sulit memperkirakan arahnya ke mana.
[…] Ini juga dipengaruhi hard Brexit dan krisis Argentina,” kata
Nanang saat berbincang dengan Erwin Surya Brata dalam Program Closing
Bell CNBC Indonesia seperti dikutip Rabu (4/9/2019).
Dijelaskan Nanang, saat ini nilai tukar negara maju dengan kekuatan
ekonomi besar tengah melemah. Beruntung, Rupiah masih cukup baik.
“Yen melemah, Franc melemah, sebagai safe haven baru. Rupiah tidak
bergerak banyak. Kalau YTD [year to date/sejak awal tahun] Rupiah masih
terapresiasi 1%. Padahal emerging market semua terdepresiasi secara year
to date.”
“Meski ada outflow karena ketidakpastian global, tetap waspada. Kita
tetap harus waspada, setiap hari bisa berubah. Risk dari trade war ini
harus dianggap biasa, karena tak ada outlook yang jelas,” terangnya.
dan Franc masih tetap. Nah yang menjadi safe haven lain adalah US
Treasury Global Bond, menurut Nanang.
dolar, dolarnya meningkat, selanjutnya Yen, Franc, dan emas,” tutur
Nanang.
“Hal yang tidak terduga membuat orang menyelematkan aset. Suatu saat
kalau terjadi pertemuan delegasi AS dan China, dan hasil positif pasti
Yen dan Franc akan dijual. Kita harus terbiasa dengan ini. Ini adalah
new normal, di mana kita akan menghadapi volatilitas seperti ini,”
terangnya.
Apakah Emas Masih Oke?
cadangan devisanya dengan memperbanyak emas. Walaupun menjadi salah satu
safe haven, Nanang mengatakan porsi cadangan devisa BI masih lebih
banyak dalam dolar treasury bond.
“Kita selalu memastikan 3 aspek. Liquidity salah satunya yakni harus
mudah dijual kembali dan aman serta dikeluarkan oleh pemerintahan yang
credit risknya baik,” katanya.
“Ada alokasi di emas adalah wajar, mungkin ke depan viewnya dengan
melihat ketidakpastian ke depan. Yang jelas komposisi Treasury Bond saat
ini paling besar,” paparnya. [cb]