Ilustrasi |
Luhut Memang Hebat, Megawati dan PDIP Tak Berkutik?
KOLOM PEMBACA, Sriwijaya Aktual – Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) boleh-boleh saja tak disukai banyak orang. Tapi, harus diakui beliau adalah politisi yang hebat. Dengan halus dan tak terasa, Pak Luhut membuat Banteng PDIP tak bisa berbuat apa-apa. Tak berkutik. Sekarang, nyaris tidak ada lagi pengaruh partai terbesar di koalisi Indonesia Kerja itu terhadap Presiden Jokowi.
Jokowi boleh dikatakan sudah lepas sepenuhnya ke pangkuan LBP setelah berlangsung tarik-menarik selama 2-3 tahun ini. Itulah kehebatan Pak Luhut. Tanpa partai, Dalam istilah bisnis, Pak Luhut kini menjadi ‘share holder’ (pemegang saham) tunggal atas Jokowi.
Pak Luhut memang lihai. Piawai berpolitik. Ketika Jokowi memerlukan kendaraan untuk pilpres 2019, Luhut membiarkan Jokowi berinteraksi intensif dengan PDIP, khususnya dengan Bu Ketum Megawati Soekarnoputri. Luhut mengkondisikan seolah-olah hubungan Jokowi-Mega akrab apa adanya. Ini membuat Bu Mega merasa yakin bahwa Jokowi masih ada dalam genggamannya.
Jokowi pun sangat ‘pintar’ bermain. Selama proses prakampanye dan masa kampanye pilpres 2019, Jokowi menunjukkan dirinya adalah ‘orang PDIP asli’. Semua arahan Bu Mega dia ikuti. Ketika terjadi sengketa hasil pilpres, Jokowi sangat memerlukan Bu Mega. Sampai akhirnya Jokowi menang di MK. Perananan politik Bu Mega dan PDIP sangat besar dan sentral.
Harus diakui pula bahwa Jokowi berhasil memainkan drama yang membuat Bu Mega dan PDIP terpukau. Akting Jokowi sempurna sekali.
Ketika Jokowi memerlukan legitimasi dari Prabowo Subianto (PS), peranan Bu Mega sangat krusial. Prabowo selalu menolak ketika Luhut mencoba merangkulnya. Tapi, ketika Bu Mega yang membujuk, Prabowo langsung mengekor. Itulah kehebatan Bu Mega. PS bersedia berdamai. Bahkan bersedia menjadi bawahan Jokowi.
Luhut tidak akan mampu menaklukkan PS sebagaimana Bu Mega bisa melakukan itu tanpa hura-hura. Ini kehebatan Bu Ketum. Jadi, kedua politisi ini sama-sama hebat.
Tetapi, semua kehebatan politik pilpres 2019 ternyata ada di tangan Pak Luhut. Bukan di tangan Bu Mega. Begitu Jokowi dilantik, mulailah berjalan strategi LBP. Perlahan tapi pasti, Jokowi menunjukkan bahwa dia tidak lagi memerlukan Bu Mega. Hajat Jokowi sudah tercapai. Jabatan presiden sudah di tangan, dan Prabowo sudah dijinakkan oleh Bu Mega. Jalan Jokowi menjadi lempang dan mulus.
Hari ini, PDIP berteriak-teriak bagai orang protes. Mereka dongkol terhadap Jokowi yang terlalu besar memberikan kekuasaan kepada Pak Luhut. Kebetulan, ada isu yang bisa mereka mainkan. Yaitu, Perppu No. 1 Tahun 2020 tentang penanganan Covid-19 dengan segala akibat ekonomi dan keuangan yang bakal muncul. Orang menyebutnya Perppu Corona.
Dua politisi ‘outspoken’ di PDIP, Masinton Pasaribu dan Arteria Dahlan, menyerang Perppu Corona. Mereka mengutuk keras Perppu itu. Kata Masinton, Perppu ini bulat untuk kepentingan oligarki –sekelompok kecil orang yang berkuasa. Arteria mengatakan, Perppiu itu menunjukkan ada ‘penguasa baru di atas presiden’. Ada semacam ‘presiden di atas presiden’.
Pak Luhut dan Jokowi tak menghiraukan teriakan keras PDIP itu. Tentu saja LBP punya kalkulasi politik yang cermat. Beliau tidak sembarangan.
Pak Luhut tahu persis bagaimana cara mendiamkan PDIP. Dia sudah siapkan langkah-langkah yang terukur untuk membuat Bu Mega dan PDIP tak berkutik.
Jokowi juga ada pada posisi ‘nothing to lose’ –posisi tanpa beban. Dia tak perlu lagi memikirkan dukungan PDIP. Toh, Jokowi tidak bisa mencalonkan diri lagi menjadi presiden pada 2024. Seandainya pun Banteng keluar dari koalisi Indonesia Kerja, tidak masalah bagi pemerintahan Jokowi. Koalisi Jokowi-Luhut tidak akan goyang. Jokowi tak perlu mengkhawatirkan dukungan politik di parlemen selama 4 tahun ke depan.
PDIP tak mungkin melakukan manuver untuk menggoyang Jokowi sebelum selesai periode kedua. Bu Mega tak akan berani. Besar risikonya.
Pertama, manuver untuk menggoyang Jokowi belum tentu didukung oleh kekuatan-kekuatan politik lain. Bisa-bisa PDIP akan dipermalukan. Sendirian menggoyang Jokowi. Dan itu ‘mustahil’ bisa tembus. Tidak ada jaminan partai-partai lain mau ikut. Sebab, sejarah mencatat hampir semua parpol hanya memikirkan diri dan misinya sendiri.
Kedua, kalau PDIP dan Bu Mega nekat menggoyang Jokowi, mereka akan dianggap merongrong demokrasi. PDIP akan dilihat sebagai musuh demokrasi. Bisa menjadi catatan buruk.
Ketiga, kalau PDIP dan Bu Mega mencoba melengserkan Jokowi, mereka akan dikutuk sebagai partai yang membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini tak mungkin dilakukan PDIP. Mereka adalah partai besar yang harus memberikan keteladanan berpolitik.
Jadi, Luhut dan Jokowi paham betul ketidakberdayaan PDIP saat ini. Itulah sebabnya, Jokowi ‘cuek’ saja mengambil kebijakan yang tak menyenangkan Bu Mega dan PDIP. Duet Jokowi-Luhut tahu persis bahwa Bu Mega tidak akan bisa berbuat apa-apa.
Karena itu, harus diakui kehebatan strategi Pak Luhut dalam mengawal dan mengarahkan Pak Jokowi. Bu Mega dan PDIP bisa digiring ke posisi ‘gigit jari’ sambil dongkol tetapi dipaksa untuk tetap mendukung Jokowi. (*)