Berita  

‘Lembaga Survei Jangan Lakukan Kebohongan Publik Terkait Elektabiltas Cagub’, di Jakarta Ada sekitar 36 persen penduduk Suku Jawa dan 26 persen Betawi Asli

images
JAKARTA, SriwijayaAktual.com – Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Siti Zuhro meminta lembaga survei memberikan informasi yang benar
kepada publik mengenai tingkat elektabiltas calon gubernur dan wakil
gubernur DKI Jakarta, dan juga daerah lainnya.

“Lembaga survei harus sejalan dengan proses demokrasi, tidak lagi melakukan kebohongan publik,” ujarnya, dkutip  dari Republika.co.id, Jumat (23/9/2016).

Lembaga survei, kata dia, tidak boleh membela pihak yang membayar. “Kalau begitu (membela yang bayar), ya jangan dipublikasi ke publik. Itu menyesatkan,” ujarnya.

Siti
mengatakan semua institusi yang terkait dengan pelaksaan pemilihan
gubernur (pilgub) sebaiknya tidak boleh menjadi partisan pasangan
tertentu. Baik itu penyelenggara dan pengawas pemilu maupun penegak
hukum. Masyarakat pun harus cerdas dan menjadi pemilih yang menggunakan
nalarnya.

Di antara pilkada 2017, pilgub DKI Jakarta paling
mendapat sorotan lantaran posisinya sebagai Ibu Kota negara. Siti
berpendapat sosok “kelas beratlah” yang harus berlaga di pilgub DKI.

“Siapapun
calonnya, dia harus memiliki kualifikasi di level Ibu Kota, mengingat
masyarakat saat ini sudah cerdas dan banyak menuntut. Tidak mudah
memimpin DKI Jakarta, daerah yang berhubungan langsung dengan pemerintah
pusat.,” ungkap Siti

Ada dua pasangan yang akan menjadi pesaing
pejawat Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat (Ahoh-Djarot),
yakni Agus Harimurti Yudhoyona dan Sylviana Murni (Agus-Sylvi) serta
Anies Baswedan dan Sandiaga Uno (Anies-Sandi). 

Baca Juga Ini; Boy Sadikin Teteskan Air Mata Saat Dikunjungi Anies-Sandiaga Uno di Rumahnya

Menurut Siti, para pesaing Ahok tidak bisa diremehkan. Ada sekitar 36 persen penduduk Jawa dan 26 persen Betawi di DKI Jakarta.

Dari
sisi tersebut, pasangan Agus-Sylviana cukup diuntungkan mengingat Agus
berdarah Jawa dan Sylvi asli Betawi. “Memang, yang namanya demokrasi,
fungsi representasinya harus bunyi, baik itu soal suku, agama,
kemampuan, kepemimpinan, karakter, dan masyarakat pemilih,” ujarnya. (*).