![]() |
foto/ist; Pangkostrad Letjen TNI Edy Rahmayadi |
– Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) RI mengucapkan selamat
atas terpilihnya Pangkostrad Letjen TNI Edy Rahmayadi sebagai Ketua umum PSSI terpilih.
Dia mengungguli pesaingnya dengan perolehan 76 suara, Dari 107 suara pemilih, sementara Jenderal TNI (Purn) Moeldoko yang hanya
mengemas 23 suara pada kongres pemilihan ketum PSSI di Hotel Mercure, Ancol, (10/11/2016) kemarin.
mengucapkan selamat pada Pak Edy Rahmayadi yang telah terpilih dan
sudah kami hampiri langsung untuk sampaikan ucapan selamat langsung
padanya. Dan juga kepada Pak Moeldoko yang secara ksatria bisa menerima
kekalahan tersebut,” kata Depti IV Bidang Olahraga Prestasi, Gatot S
Dewa Broto.
Gatot, Kongres PSSI berjalan sesuai dengan tata tertib dan aturan baik
Statuta FIFA, AFC, maupun PSSI. Kongres itu pun dihadiri perwakilan dari
AFC dan FIFA.
Baca Juga Berita Terkait Ini; FIFA Izinkan Kongres PSSI Diundur Lagi, Hingga Batas Waktu ….
utama yang ingin kami sampaikan adalah, Pemerintah netral dan tidak
mendorong voters untuk harus memilih tokoh A atau B. Kami berikan
sepenuhnya kebebasan pada mereka. Namun demikian, Pak Edy tak boleh
terlalu lama bersuka cita, karena sejumlah PR sudah sangat mendesak
untuk ditangani,” ujarnya.
PSSI harus segera melakukan konsolidasi internal. Bahwasanya saat
persaingan telah menimbulkan polarisasi pilihan, tetapi kini sudah harus
disatukan kembali, apalagi proses pemilihan tidak diwarnai dengan
interupsi dan apalagi gejolak.
Ketum baru dan jajarannya harus mencurahkan waktunya untuk PSSI. Untuk
ini dibutuhkan dedikasi, integritas, dan komitmen yang ekstra tinggi
untuk segera membenahi PSSI. Karena publik, pemerintah dan para pemangku
kepentingan sangat besar berharap bagi percepatan reformasi PSSI. Jika
tidak, tak tertutup kemungkinan publik hanya akan mem-bully pengurus
baru jika tanpa visi, misi dan target yang jelas.
Salah satu poin utama tujuan FIFA sebagai disebut pada Pasal 1 butir
(e) adalah untuk melawan tindakan yang berpotensi ke arah match
manipulation. Ini fokus banyak pihak, dan Pak Edy dengan latar belakang
militer yang dimilikinya harus segera mampu mengatasinya.
Salah satu persoalan klasik yang selalu berulang dalam persepakbolaan
di Indonesia adalah masalah suporter. Seminggu lalu korban tewas muncul
lagi di Palimanan. Meski kelompok suporter lebih menjadi domain klub,
tetapi mulai saat ini PSSI harus lebih peduli pada suporter, karena
bagaimanapun suporter itu bagian dari sepakbola, mengingat sepakbola
tanpa suporter tidak ada artinya.
utamanya adalah PSSI harus jelas dalam menggariskan hak dan
kewajibannya terhadap klub dan suporter. Jika mereka perlu difasilitasi,
ya harus dilakukan. Tetapi jika klub dan suporter salah, tidak perlu
ragu untuk beri sanksi tegas. Jangan biarkan publik menyimpan stigma
negatif terus tentang ulah sejumlah suporter, karena yang baik juga
banyak.
Masih terkait suporter. PSSI harus mulai memikirkan pola kepemilikan
saham suporter pada klub supaya mereka lebih punya sense of belonging
dan tidak mudah bertindak yang anarkistis. Memang ini butuh investasi,
tetapi bisa diawali dengan nilai yang paling minimimum sesuai kemampuan
publik dan butuh waktu untuk itu.
PSSI diminta untuk proporsional dalam menjaga hubungan dengan
pemerintah dan berbagai instansi terkait. Pemerintah sadar bahwa induk
PSSI adalah FIFA, tetapi juga harus menyadari PSSI ini operasional di
Indonesia. FIFA sendiri akhir-akhir ini respek pada pemerintah
Indonesia, dan PSSI pun tentu diharapkan sama dengan tetap menghormati
kemandirian PSSI sebagai diatur dalam statuta PSSI dan FIFA.
PSSI selama ini kurang peduli dengan pembinaan usia muda dibanding pada
level profesional dan amatir. Beruntung bahwa cukup banyak perusahaan
dan media yang peduli dengan pembinaan usia muda. Kali ini PSSI harus
peduli, meski tanpa PSSI juara dunia U-15 bisa diraih belum lama ini di
Gothia. Harus diingat, bahwa salah satu ketentuan dalam FIFA Club
Licensing Regulation adalah tentang usia dini, dan ini belum konsisten
dilakukan PSSI.
Sebentar lagi ada Asian Games 2018. Di Prima memang timnas belum
termasuk yang sudah ditargetkan secara realistis berpotensi meraih emas.
Tetapi rasanya tidak elok jika timnas tidak dapat emas di Asian Games.
Masih ada waktu untuk itu.
PSSI sering dapat sorotan dalam akuntabilitas keuangannya, baik laporan
keuangannya maupun distribusinya yang diperoleh dari FIFA, sponsor, hak
siar maupun pemerintah kepada klub. Kini semuanya serba terbuka. Sayang
jika di hari gini kadang masih kurang transparan, buktinya ketika ada
LSM gugat via KIP, ternyata PSSI keberatan. PSSI itu badan publik,
kemarin saja Rp1,4 miliar diterima dari Kemenpora untuk timnas U-19.
Saat pembahasan agenda tujuh dalam kongres PSSI tersebu pengakuan
penerimaan klub dan penentuan status kompetisi, ternyata Kongres tidak
sepakat di antaranya untuk restorasi Persebaya. Kemenpora sepenuhnya
menghormati proses demokratisasi dalam Kongres, tetapi terasa
inkonsisten sebagian besar voters ini karena saat KLB Kongres tanggal 3
Agustus sudah dicanangkan ide simpatik dari Waketum PSSI Hinca
Pandjaitan untuk merangkul kembali mereka yang berseberangan. Ini
ditambah lagi dengan dimasukkannya item tersebut dalam agenda ketujuh.
Kemenpora berharap Pengurus PSSI yang baru segera merangkul kembali
mereka-mereka yang berseberangan secara informal dulu, dan secepatnya
diformalkan dalam kongres berikut. Kemenpora sengaja tidak interupsi
karena memang tidak ingin intervensi jalannya Kongres.
Penyediaan infrastruktur selama ini domain pemerintah dan pemerintah
tetap konsisten untuk itu. Namun pemerintah membuka peluang jika PSSI
dan berbagai pihak terkait turut serta membantu penyediaan
infrastruktur, karena tanpa sinergitas percepatan itu sulit akan
diperoleh ketersediaan infrastruktur yang ideal. (red/sp.ak)