![]() |
Tommy Soeharto saat di Hotel Singgasana (foto/beritajatim) |
dipanggil Tommy Soeharto ‘turun gunung’ ke Jatim untuk mengibarkan
partai barunya, bernama Partai Berkarya.
Logo pohon Beringin dan warna kuning Partai Berkarya hampir mirip dengan Golkar, partai lamanya.
Tommy
melakukan silaturrahmi dengan puluhan ulama dan kiai ponpes se-Jatim di
Hotel Singgasana Surabaya pada Rabu (10/5/2017), dikutip dari laman Beritajatim.
Para kiai hadir atas undangan KH M Hasib Wahab Hasbullah yang merupakan Sekretaris Dewan Pembina Partai Berkarya.
Dalam
sambutannya, Tommy berbicara tentang bahaya bangkitnya komunisme, isu
makar yang dituduhkan kepada kelompok Islam dan kasus e-KTP yang mendera
kader parpol yang ada saat ini.
“Anggota DPR yang terlibat kasus
e-KTP ini sangat menyakitkan hati rakyat. Mereka tidak amanah. Saya
menyatakan Partai Berkarya akan mengisi kekecewaan tersebut. Jangan
sampai kader Berkarya melakukan hal itu, jika diberikan amanah menjadi
birokrat atau anggota DPR RI nantinya,” tegasnya.
Tommy juga menyinggung kasus Ahok yang telah divonis dua tahun oleh majelis hakim dengan pasal penodaan agama.
“Ini
jelas kasusnya diikuti para kiai yang ada di Jatim. Dengan adanya kasus
Ahok, membuat umat Islam bersatu untuk membela kepentingan Islam. Islam
sebagai agama mayoritas jangan menjadi buruh di negaranya sendiri, tapi
harus jadi pengusaha di negeri sendiri,” tukasnya.
Pangeran
Cendana ini juga menyoal sinyalemen kebangkitan komunisme di Indonesia.
Hal ini diharapkan pihaknya jangan sampai terjadi lagi. Salah satu bukti
bangkitnya komunisme itu di antaranya adalah adanya pecahan uang baru
rupiah Rp 100 ribu yang diduga kuat ada lambang ‘palu dan arit’.
“Uang
Rp 100 ribuan yang baru juga ada lambang PKI. Kalau bukan palu arit,
ada juga bilang mirip lambang PKI Uni Soviet. Mengapa bukan lambang
Pancasila yang ditonjolkan. Ini adalah proses yang harus diperbaiki ke
depannya. Peran ulama dan kiai harus berperan menangkal komunisme itu,”
paparnya.
Mengenai baju kebesaran warna kuning dan logo yang sama dengan Golkar, kata Tommy, tidak menjadi masalah.
“Yang
penting jiwa harus beda dengan parpol lain khususnya Golkar. Kalau
sama, buat apa kita gabung dengan Partai Berkarya. Parpol lain kan sudah
sering merugikan rakyat khususnya, kelompok mayoritas Islam,” tuturnya.
“Islam
di Indonesia saat ini dikaitkan dengan kelompok ISIS dan dituduh
melakukan makar. Sedangkan kelompok yang mendukung minoritas nggak
diapa-apakan. Kalau kita lakukan revolusi akan merugikan Indonesia
sendiri,” imbuhnya.
Saat ini, lanjut dia, utang luar negeri
Indonesia sudah mencapai Rp 4.000 triliun lebih. “Itu akan jadi beban
anak cucu kita. Padahal yang menikmati banyak adalah kelompok minoritas
di negara ini. Ini harus dibalik, mayoritas umat Islam yang seharusnya
menikmati,” ungkapnya.
Dalam acara itu, banyak kiai yang meminta
agar Tommy mencalonkan diri pada Pilpres 2019. Apa tanggapannya? “Tidak
harus saya sendiri yang jadi presiden, bisa juga nanti partai cari
putera terbaik bangsa.
Bukannya saya tidak mau, tapi lawan lawan
politik terutama yang non Islam akan menekan terus kelompok nasionalis
yang punya hubungan dengan pihak Orde Baru. Kita harus bermain cantik
dan membuat Indonesia lebih baik,” pungkasnya. (*)
Komentar