(Istimewa) |
ajalnya atau Manusia Usia Lanjut (Manula) masih berkutat dengan kemiskinan. Ada yang menjadi gelandangan,
ada yang menjual abu gosok atau sandal dari ban bekas; jika tak punya
malu, mereka memanfaatkan kelemahan fisik sebagai dalil untuk mengemis.
negara mengemban amanah memelihara fakir-miskin. Di mata pegiat
antikorupsi, merajalelanya orang berusia lanjut yang melarat karena
pembiaran praktik korupsi sehingga meyebabkan kemiskinan menjadi
terstruktur. Para filantropis akan memandang bahwa mereka harus berpeluh
demi rupiah karena kita kurang peduli dan kasih kepada mereka.
dijadikan model bahwa kerja keras harus sampai akhir hayat. “Jangan
kalah dengan kakek-kakek, dong,” kata mereka. Kakek tua renta yang
berjualan kerupuk pun banjir pujian.
akan menilai sesuatu berdasar pada penglihatan yang dimiliki. “Karena
Anda tak melihat Laila dengan mataku,” kata Qais si Majnun kepada raja
yang menghina kecantikan Laila, dalam roman legendaris Laila Majnun.
personal, bernasib malang di usia senja adalah kegagalan memanfaatkan
masa muda, terutama karena tidak memiliki menejemen finansial yang
memadai. Dalam konteks Indonesia, mungkin akan dinilai keterlaluan
menyalahkan kemiskinan orang lanjut usia. Akan tetapi, hal ini perlu
dikemukakan supaya orang sadar sejak dini bahwa masa tua/pensiun harus
disiapkan sejak dini.
membutuhkan uang karena akan ditanggung atau menumpang pada anak.
Pandangan ini harus diakhiri karena menggantungkan nasib kepada siapa
pun hanya akan membuat diri tidak berharga. Seorang kakek atau nenek
tidak akan berharga di mata cucu jika tidak pernah memberikan permen
atau hadiah.
jaminan keamanan sosial dari pemerintah seperti pegawai negeri atau dana
pensiun dari perusahaan tempat bekerja, satu-satunya cara yang harus
dilakukan adalah menabung sejak dini.
pasti hidup tanpa mempunyai perencanaan, terutama dengan cara menabung.
“Jangankan menabung, makan aja susah,” ujaran yang mudah kita temui.
Orang mengatakan demikian hanya karena menganggap menabung adalah uang
sisa.
berharap memanen. Kesejahteraan bukan datang tiba-tiba seperti dongeng
Aladdin, dan dongeng-dongeng sejenis yang sangat digemari masyarakat.
menabung. Jika tidak akrab dengan sistem perbankan, tabung 10% dari
pendapatan kita di bawah tumpukan pakaian kotor atau di celengan. Berapa
pun jumlah penghasilan, kita pasti bisa hidup dengan 90% pendapatan.
Yang membuat tidak cukup adalah gaya hidup kita: merokok, makan terlalu
mewah (untuk ukuran orang dengan penghasilan rendah), konsumsi pulsa
terlalu banyak, dan pengeluaran sekunder lain.
investasi, membeli properti, emas, tanah atau hal lain lain yang
sekiranya dapat membuat kita naik kelas secara ekonomi. Menyiapkan masa
tua tanpa perencanaan sangat beresiko terjerumus dalam lembah
kemelaratan, yang merupakan salah satu siksaan paling pedih di alam fana
ini.
dianggap sampah oleh masyarakat, menjadi buruan petugas ketertiban, dan
menjadi aib bagi pembangunan.
menjadi pilihan yang tepat. Tuhan sudah membekali kita piranti yang
dengannya kita dapat hidup mulia di dunia hingga masa ketika tiada lagi
bumi. (*)