Berita  

Menkeu Sri Mulyani Ungkapkan Biang Kerok Pelemahan Rupiah Tembus Diatas Rp 15.000

sri%2Bmulyani%2B3
Sri Mulyani [dok/net]

JAKARTA, SriwijayaAktual.com – Rupiah terus melemah hingga di atas 15.000 per dolar Amerika Serikat
(AS). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pelemahan rupiah terjadi
diakibatkan semakin membaiknya ekonomi negara Paman Sam tersebut.
Dia menegaskan, pemerintah secara terus menerus memantau dampak kebijakan AS terhadap Indonesia.
“Menyikapi berkembangnya perekonomian terutama yang terjadi di
Amerika Serikat sangat kuat yang kemudian menimbulkan sentimen terhadap
USD dan beberapa risiko yang berasal dari negara-negara berkembang,”
ujarnya di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (5/10/2018).
Dari sisi perekonomian dalam negeri, pemerintah secara aktif terus
memantau efektivitas setiap kebijakan yang dilakukan. Pemerintah, Bank
Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mengkaji instrumen yang
perlu ditambah untuk memperkuat ekonomi Indonesia dari segala resiko
eksternal.
“Di dalam perekonomian Indonesia sendiri kita juga terus menerus
melihat bagaimana dinamika ini harus kita sikapi. Dan
kebijakan-kebijakan yang sudah dilakukan pemerintah bersama Bank
Indonesia dengan OJK apakah masih perlu untuk ditambah, karena kemudian
dinamika yang terjadi berubah atau makin kuat,” jelasnya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, dalam
rangka menjaga neraca pembayaran pemerintah sudah melakukan berbagai
kebijakan salah satunya mengurangi ketergantungan terhadap impor.
Kebijakan yang telah berjalan saat ini adalah penerapan B20 dan evaluasi
tarif barang impor sebanyak 1.147.
“Kebijakan yang selama ini sudah ada dimonitor dampaknya dan
bagaimana kita untuk terus memperkuatnya. Contohnya karena memang ini
masih akan berhubungan dengan neraca pembayaran kita akan terus melihat
apa yang sudah pemerintah lakukan,” jelasnya.
“Pemerintah sudah melakukan kebijakan seperti B20, kita sudah
melakukan monitoring terhadap impor 1.147. Saya setiap minggu
mendapatkan laporan dari Dirjen Bea dan Cukai, berapa perkembangan dari
impor barang-barang tersebut dan bagaimana ini implikasinya ke neraca
pembayaran terutama CAD,” tandasnya. (dor.ak/liputan6)