“Tanpa Tangan dan Kaki, Pria Asal Banyuwangi Ini Handal sebagai Fotografer”
|
Achmad Zulkarnain, foto dok ISO |
PALEMBANG, SriwijayaAktual.com – Lakukan yang terbaik untuk diri kita selagi Tuhan masih memberikan napas. Fotografi bukan hanya berbicara tentang lensa. Tapi tentang spirit.
Kalimat itu tertulis di dinding Facebook Achmad Zulkarnain, yang kebetulan memang ia seorang fotografer. Tapi tentu ada alasan mengapa ia mengangkat soal spirit.
Ya, Achmad Zulkarnain yang biasa dipanggil Bang Zoel, memang bukan fotografer biasa. Ia seorang difabel. Tanpa tangan dan kaki. Jadi, bisa dibayangkan bagaimana ia memotret.
Pria asal Banyuwangi ini memperoleh perhatian luas setelah kisahnya diangkat oleh Aljazeera melalui video unggahannya di akun Twitternya, @AJEnglish, Jumat (29/9/2017).
Melihat video ini kita pasti akan terharu sekaligus kagum dengan kemampuan yang dimiliki pria itu. Belajar, belajar, dan belajar. Itu kata kunci yang membentuk Dzoel menjadi seorang fotografer yang patut diacungi jempol.
“Dzoel has no hands or legs but he doesn’t let that get in the way of his photography #AJShorts,” cuit @AJEnglish.
Seperti yang diceritakan Dzoel di video itu, dirinya harus menempelkan badan kamera ke wajah karena tak memiliki jari-jari. Untuk menekan tombol on dan off ia menggunakan bibir, sedangkan bagian bawah tangannya yang kecil menekan shutter.
Tak hanya pandai menggunakan kamera, mahasiswa jurusan Hukum di salah satu universitas di Banyuwangi ini juga bisa bermain piano.
Untuk bepergian, ia menggunakan gokart yang dimodifikasi sendiri.
“Jika seseorang itu menginginkan untuk menjadi yang terbaik, maka hapuslah pikiran bahwa kita itu adalah seorang penyandang cacat. Untuk menjadi yang terbaik itu tidak harus sempurna,” ungkap Dzoel di video itu.
Seperti dikutip dari Kompas.com, pemuda asal Desa Benelanlor, Kecamatan Kabat, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur itu mengawali kariernya sebagai tukang foto KTP di kampungnya.
Saat lulus SMA, ia sempat ingin kuliah di Surabaya, tetapi justru ditolak oleh beberapa universitas karena kondisi fisiknya. Akhirnya ia kembali lagi ke desa untuk jadi tukang foto KTP lagi.
Percayalah, Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT menghadirkan kekurangan sepaket dengan kelebihan.
Setelah 18 bulan meminjam kamera orang, akhirnya ia memberanikan diri untuk kredit kamera DSLR. Saat pertama kali memiliki kamera sendiri, Dzoel memotret pre-wedding salah satu temannya.
Sebenarnya tak hanya saat hendak kuliah saja Dzoel dipandang sebelah mata. Sewaktu belajar di sekolah menengah atas (SMA), Dzoel pernah tidak disapa teman-teman dan beberapa gurunya karena keterbatasan fisiknya.
Mereka mengatakan bahwa sekolah yang ia masuki tak sesuai untuk lulusan Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) seperti dirinya.
Yang lebih miris lagi ketika ia baru dilahirkan. Ibu kandung Dzuel hampir saja memasukkanya ke kantong kresek untuk dibuang. Untungnya, seorang tetangga melihat hal tersebut dan berhasil mencegah orangtua Dzoel.
Meskipun begitu, pria yang lahir tahun 1992 ini ternyata juga sempat ingin bunuh diri saat dia masih duduk di bangku SD. ”Saat SD, saya juga sempat mau bunuh diri karena tidak kuat diolok-olok teman. Sudah bawa pisau, tapi ketika mau saya tusukan ke badan takut sehingga tidak jadi,” ujarnya.
Kegigihan dan semangat Dzoel perlu dicontoh. Dzoel memang hampir putus asa dengan keadannya. Namun pada akhirnya, dia menemukan titik kekuatannya sendiri sehingga bisa survive, bahkan berkarya. (iso/abadikini)