Berita  

Neraca Perdagangan Indonesia Alami Difisit US$ 670 Juta, pada…

Neraca%2BDagang
Ilustrasi

JAKARTA, SriwijayaAktual.com – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan
Indonesia alami defisit US$ 670 juta pada Januari 2018. Indonesia alami
defisit neraca perdagangan dengan sejumlah negara antara lain China,
Thailand.

Kepala BPS Suhariyanto
menuturkan, ada surplus US$ 182 juta di sektor non minyak dan gas
(migas). Akan tetapi, impor naik sehingga tercatat defisit neraca
perdagangan US$ 670 juta pada Januari 2018.
“Untuk nonmigas ada surplus US$ 182 juta tapi terkoreksi dengan ada
defisit migas. Sehingga total neraca perdagangan defisit pada 2018,”
kata Suhariyanto.
Ia menambahkan, neraca perdagangan Indonesia juga alami defisit sejak
Desember 2017. Pada Desember 2017, Indonesia alami defisit US$ 0,27
miliar yang dipicu defisit sektor migas US$ 1,04 miliar. Namun neraca
perdagangan sektor nonmigas surplus US$ 0,77 miliar. Suhariyanto
mengharapkan defisit tidak terjadi pada Februari.
“Kami harap ini tidak terjadi lagi pada bulan berikutnya sehingga
neraca perdagangan surplus,” kata Suhariyanto, Kamis (15/2/2018).
Suhariyanto menambahkan, neraca perdagangan Indonesia alami defisit
dengan sejumlah negara antara lain China sebesar US$ 1,8 miliar,
Thailand sebesar US$ 211 juta dan Australia sebesar US$ 178,2 juta.
Sebelumnya, neraca perdagangan Indonesia di Januari 2018 diprediksi
mencetak surplus sekitar US$ 233 juta. Surplus ditopang dari kenaikan
volume ekspor dari mitra dagang utama Indonesia.
“Neraca perdagangan Januari ini diperkirakan surplus US$ 233 juta
dengan laju ekspor tumbuh 8,58 persen (yoy) dan impor 19,64 persen
(yoy),” kata Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede ‎dalam ulasannya
kepada Liputan6, Jakarta, Kamis pekan ini.
Untuk diketahui, ‎Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Desember 2017 mengalami defisit sebesar US$ 270 juta.
Josua memproyeksikan, kenaikan laju ekspor pada Januari 2018 ditopang
oleh kenaikan volume dari mitra dagang utama Indonesia, seperti Amerika
Serikat, Jepang, dan negara-negara di kawasan ASEAN.
“Terindikasi dari peningkatan aktivitas manufaktur dari negara-negara tersebut,” ujar dia.
Selain itu, ia menambahkan, peningkatan kinerja ekspor terdorong tren kenaikan harga komoditas global sepanjang Januari
“Harga sebagian besar komoditas ekspor naik, seperti CPO 7 persen
(MoM), batu bara naik 7 persen (MoM), dan karet alam naik harganya 3
persen (MoM) yang dipengaruhi oleh kenaikan harga minyak dunia sebesar
10 persen (MoM),” terang Josua.
Sementara itu, Josua memperkirakan, kinerja impor meningkat seiring
dengan kenaikan aktivitas manufaktur domestik, meskipun masih dalam
level terkontraksi (PMI manufaktur kurang dari 50).
*Defisit US$ 270 Juta pada Desember 2017
Sebelumnya,
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia
pada Desember 2017 mengalami defisit US$ 270 juta. Adapun secara
kumulatif sepanjang Januari-Desember 2017, Indonesia mencetak surplus
perdagangan US$ 11,84 miliar.
Kepala BPS, Suhariyanto, atau yang akrab disapa Kecuk mengungkapkan,
‎nilai ekspor Indonesia pada Desember 2017 tercatat sebesar US$ 14,79
miliar atau turun 3,45 persen dibanding realisasi November 2017.‎
“Penyebabnya karena terjadi penurunan nilai ekspor nonmigas 5,41
persen menjadi US$ 13,28 miliar dibanding November 2017 yang sebesar US$
14,04 miliar,” ujar ‎Kecuk saat Rilis Neraca Perdagangan Desember 2017
di kantornya, Jakarta, Senin 15 Januari 2018.
Adapun penurunan nilai ekspor barang-barang yang mengakibatkan ekspor
nonmigas terseret ke bawah, antara lain lemak dan minyak hewan atau
nabati US$ 119,5 juta, mesin dan peralatan listrik US$ 127,4 juta,
mesin-mesin atau pesawat mekanik US$ 131,7 juta, kendaraan dan bagiannya
US$ 165,7 juta, serta perhiasan atau permata US$ 205,2 juta.
Namun, ekspor migas mengalami kenaikan 17,96 persen dari US$ 1,28
miliar di November 2017 menjadi US$ 1,51 miliar pada Desember 2017.
Dibanding Desember 2016 yang sebesar US$ 13,83 miliar, nilai ekspor
di Desember 2017 yang sebesar US$ 14,79 miliar ini naik‎ 6,93 persen.
Realisasi nilai ekspor pada akhir tahun lalu lebih rendah dibanding
realisasi impor yang sebesar US$ 15,06 miliar. Nilai impor ini turun
tipis 0,29 persen dibanding realisasi bulan sebelumnya.
“Penurunan‎ terjadi karena impor nonmigas khususnya bahan
baku/penolong merosot 3,05 persen dari US$ 12,90 miliar di November 2017
menjadi US$ 12,51 miliar di Desember 2017,” ia menerangkan.
Sementara itu, impor migas pada Desember lalu naik 15,89 persen dari
US$ 2,20 miliar di November 2017 menjadi US$ 2,55 miliar di Desember
2017.
Dibanding realisasi Desember 2016 yang sebesar US$ 12,78 miliar,
nilai impor di akhir 2017 ini naik signifikan sebesar 17,83 persen.
“Jadi neraca perdagangan di Desember 2017 defisit US$ 270 juta. Ini
adalah defisit kedua di sepanjang tahun lalu karena defisit pertama
terjadi di Juli 2017 sebesar US$ 270 juta ” ujarnya.
Jika dirinci, Kecuk mengatakan, defisit US$ 270 juta di Desember 2017
berasal dari surplus nonmigas yang mencapai US$ 774,7 juta, sementara
neraca dagang minyak dan gas (migas) masih defisit lebih besar sebesar
US$ 1,0‎4 miliar. [liputan6]