![]() |
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati (Dok) |
Widodo (Jokowi). Ada yang mendukung, namun tidak sedikit juga yang
meragukan program tersebut bisa berjalan. Salah satunya adalah soal
pendanaan.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menjadi sosok
yang diharuskan untuk menyelesaikan soal pendanaan. Proyek
infrastruktur yang dicanangkan dalam lima tahun diperkirakan memakan
biaya hampir Rp 5.000 triliun. Sedangkan bila melihat APBN yang bernilai
Rp 2.000 triliun, porsi untuk infrastruktur hanya tersedia sekitar Rp
300 triliun.
Infrastruktur yang dibangun seperti pelabuhan,
bandar udara (bandara), jalan, jalur kereta, waduk, irigasi, hingga
pembangkit listrik. Ada beberapa strategi yang sudah disiapkan agar
proyek itu bisa berjalan sesuai, bahkan melebihi dari target.
Dalam sebuah wawancara khusus dengan detikFinance yang dilansir Juma’t (21/4/2017) dalam
rangka memperingati Hari Kartini, Sri Mulyani menjelaskan strategi
pemerintah untuk membangun infrastruktur. Berikut kutipan wawancaranya:
Pak Jokowi gencar membangun infrastruktur, Ibu sebagai Menkeu kan penyokong pendanaan. Banyak yang bertanya, dari mana uangnya?
Kalau
dilihat secara besar, keputusan Presiden Jokowi tahun 2014 itu langsung
begitu terpilih mengurangi alokasi subsidi BBM untuk kemudian
dialokasikan ke belanja infrastruktur.
Jadi amplopnya enggak
bertambah, cuma beda alokasi saja. Jadi dari hal itu kita bisa melihat
bahwa APBN kita naik, dari Rp 1.700 triliun menjadi Rp 1.900 triliun dan
Rp 2.000 triliun itu komposisinya berubah.
![]() |
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati (Dok) |
Kalau
belanja infrastruktur itu dalam APBN bisa melalui 4 chanel. Saluran
pertama itu belanja melalui K/L (Kementerian/Lembaga), katakanlah
Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), Kementerian
Perhubungan, Kementerian ESDM. Kalau mereka bangun jalan raya, irigasi,
bandara, pelabuhan, atau bahkan pebangkit listrik. Itu semuanya kita
bisa langsung, setiap rupiah kita belanjakan melalui K/L itu dan mereka
membangunnya.
Cara yang kedua, kita menggunakan uang yang sama
tapi belanjanya melalui PMN (Penyertaan Modal Negara) ke BUMN. Itu
biasanya disebut bellow the line. Dari PMN kan Rp 1 triliun yang sama
itu masuk ke neraca BUMN dan di BUMN. Dia biasanya dengan ekuitas-nya
nambah, leverage-nya meningkat. Jadi tujuannya beda, caranya beda tapi
hasilnya mungkin lebih beda juga. Tapi bisa juga bukan menjadi pilihan,
entah kalau yang nggak ini ya ini. Tapi bisa kombinasi kan. Makanya BUMN
mendapatkan injeksi kapital yang cukup besar tahun 2015 dan 2016.
Cara
yang ketiga tetap dengan BUMN yang lain, seperti LMAN (Lembaga
Manajemen Aset Negara). Kami melakukan pembelian tanah yang tidak bisa
selesai satu tahun jadi dibelanjakan oleh institusi seperti LMAN, karena
dia merupakan BLU yang uang itu enggak perlu Desember duitnya habis dan
dia juga merupakan BLU dalam hal ini.
Keempat adalah, kalau kita
membuat infrastruktur dan artinya infrastruktur itu dipakai oleh
masyarakat dan sebagian dari dana masyarakat itu menggunakan dalam
bentuk tarif. Kan daya beli masyarakat tak sepenuhnya menutup biaya
investasinya.
Pemerintah bisa memberikan apa yang disebut
viability payment atau kita bisa mengatakan harusnya kalau investasinya
Rp 20 triliun, harusnya karcisnya itu Rp 300 ribu. Masyarakat enggak
mungkin bayar Rp 300 ribu, dia hanya bisa membeli katakanlah Rp 100
ribu, makanya Rp 200 ribu itu menjadi subsidi yang diberikan pemerintah
sehingga investasi ini tetap bisa kembali.
Jadi negara dan saya
fungsinya di Kemenkeu mencoba menggunakan pilihan-pilihan itu dengan
tetap berpedoman bahwa satu kepada DPR, kepada rating agency bahwa APBN
kita itu kredibel, nggak ada angka yang disembunyikan. Jadi kalau kita
mengatakan belanjanya melalui saluran mana saja. Kami bisa menjelaskan
dampaknya berbeda salurannya beda. Dari risiko tata kelola akuntabilitas
itu tetap terjaga. Ini yang kemudian menimbulkan tadi.
Bahwa
anda bisa membangun satu proyek dan punya tujuan besar, tapi tidak
berarti anda kemudian grusah grusuh, gedubragan dan kemudian orang
akhirnya bingung.
![]() |
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati (Dok) |
Makanya
dari sisi itu akuntabilitas tata kelola bahkan perencanaan dan eksekusi
itu bisa di-organize secara baik. Saya rasa fungsi kita yang paling
penting, adalah menjaga APBN itu tetap bertanggung jawab dan detail dan
juga akuntabel dan transparan bagaimana mendanainya, dan kemudian rakyat
bisa melihat.
Bagaimana strategi yang Ibu tempuh?
Kalau
saya mengatakan bahwa APBN-nya terlalu berat dan tidak mungkin karena
ada UU mengenai defisit 3%. Kita harus sampaikan secara politik kepada
Presiden dan bagaimana untuk jembatani dan bahkan kalau di Kemenkeu
begitu kita punya pengalaman, kan ada yang saya ingi sekarang juga
sekian triliun karena harus selesai dalam 2 bulan.
Kita bisa
lihat dalam sejarah RI membangun sesuatu itu tidak bisa dengan dalam 2
bulan. Tapi mereka minta duitnya sekarang. Jadi sebetulnya Kemenkeu itu
merasionalkan orang.
Bisakah Ibu menceritakan contohnya?
Umpamanya
ini Asian Games. Ada yang bilang semuanya harus selesai. Oke, (saya
balas tanya) organisasinya sudah siap belum? Tata kelolanya sudah ada
belum? anggarannya saya ikutin saja deh, berapa kamu butuh sekarang.
Tapi
kan seringnya, (mereka bilang) oh duitnya harus ada dulu karena kita
besok begini begitu. Jadi fungsi kita adalah untuk menularkan kepada
semuanya perencanaan yang baik, eksekusi berdasarkan kapasitas.
Karena
tidak mungkin kayak roro jonggrang, pagi-pagi terus jadi. Kan enggak.
Nah sering kita itu merasionalkan, oh kalau begini bisa nggak enam bulan
atau 2 tahun anggaran. Tetap saja pada titik ini kita harus siap
sediakan. Sehingga kita bisa mengelola dari sisi tahapannya, cara
membiayai. Itu fungsi dari kami.
Bukankah itu jadinya memperlambat pembangunan infrastruktur?
Kalau
Kemenkeu memiliki pengalaman banyak dan kita bisa merasionalkan tadi,
maka tujuan untuk membangun infrastruktur tetap tercapai bahkan kita
mencoba mendisiplinkan K/L (Kementerian/Lembaga) lain supaya lebih
memiliki perencanaan yang matang sehingga kita juga bisa memiliki
merencanakan uangnya lebih sesuai, maka semuanya mendapatkan win-win tadi, tujuannya tidak terganggu, APBN tetap kredibel dan terjaga dan tata kelolanya juga bagus. (*)
Komentar