Berita  

oH..Ternyata, Desa Sendi Tidak Diakui Pemerintah, Begini Cara Warganya Bertahan

Foto: Enggran Eko Budianto

MOJOKERTO-JATIM, SriwijayaAktual.com –  Belum diakuinya Sendi menjadi sebuah desa oleh Pemkab
Mojokerto, memaksa warganya mandiri. Penduduk eks Desa Sendi secara
swadaya menata pembangunan perekonomian dan fasilitas umum di kampung
mereka tanpa sedikit pun bantuan dari pemerintah.

Sendi yang tak
berpenghuni sejak perang kemerdekaan, kembali ditempati sejak tahun
1999. Orang-orang yang merasa sebagai ahli waris dari penduduk asli
Sendi, berbondong-bondong menetap di wilayah eks Desa Sendi.

Perpindahan
penduduk ke eks Desa Sendi secara bertahap hingga kampung di lereng
Gunung Welirang saat ini dihuni 50 kepala keluarga atau 86 jiwa. Namun,
menurut Pemerintah Desa Pacet, penduduk Sendi 67 KK. Sebelum itu,
penduduk eks Desa Sendi merupakan warga desa sekitar, seperti Desa
Pacet, Sajen, Padusan, dan Petak.

Namun, kembalinya warga Sendi
terbilang terlambat. Sejak Indonesia merdeka 72 tahun lalu, Sendi tidak
lagi diakui sebagai desa oleh Pemkab Mojokerto. Selain itu, hampir
seluruh wilayah Sendi telah dikuasai oleh Perhutani Kawasan Pemangku
Hutan (KPH) Pasuruan.

Hanya tersisa lahan kurang dari 24 hektare yang sebagian milik sah warga
Sendi, sebagian lainnya tanah ganjaran para perangkat Desa Sendi di
masa lalu yang kini dititipkan untuk dikelola oleh Pemerintah Desa
Pacet.

Kondisi ini justru memantik perlawanan dari penduduk eks
Desa Sendi. Mereka nekat menetap di lahan Perhutani sembari membentuk
wadah pergerakan, Forum Perjuangan Rakyat (FPR) Sendi yang diketuai oleh
Supardi (59). Selain menjadi wadah perjuangan warga untuk meminta
kembali tanah Sendi, FPR bisa dibilang sebagai pengganti pemerintahan
desa.

“Warga Sendi banyak yang tak punya lahan dan tempat tinggal
karena asal usulnya mengungsi, maka saya ajak musyawarah hingga sepakat
untuk mengembalikan Sendi menjadi desa,” kata Supardi 
Rabu (3/5/2017), dikutip dari detikcom.

Spesial Untuk Mu :  Sudah Dilantik Periode Yang Kedua, BEM Layangkan 9 Nawacita Untuk Jokowi

Pria yang akrab disapa Pak Toni ini menjelaskan,
jumlah orang yang dinilai mempunyai hak atas lahan di wilayah eks Desa
sendi mencapai 236 KK. Dari jumlah itu, yang memilih menetap di eks Desa
Sendi hanya 50 KK, sedangkan sisanya tinggal di desa sekitar, seperti
Pacet, Padusan, Sajen, dan Petak. Warga yang menetap, menempati dan
menggarap lahan yang sampai saat ini dikuasai Perhutani.

“Luas
wilayah Sendi menurut versi sejarah saksi hidup 212 hektare, semua saya
bagi ke ahli waris Desa Sendi. Sebagian untuk tempat tinggal, pertanian
sayur, dan pertanian serta hutan. Rata-rata per KK kebagian tak sampai
satu hektare, sekitar 8.000 meter persegi,” ujar bapak dua anak ini.

Tak diakuinya Sendi sebagai desa yang berimbas pada nihilnya
pembangunan, tak membuat penduduk eks Desa Sendi berpangku tangan.
Sejumlah fasilitas umum mereka bangun secara swadaya. Mulai dari masjid,
taman pendidikan Al Quran (TPQ), balai pertemuan, pembangkit listrik
tenaga air, hingga pipanisasi air yang menjamin pasokan listrik dan air
ke rumah dan warung penduduk.

Bahkan, penataan perekonomian warga
juga dilakukan secara mandiri. Salah satunya dengan membangun pusat
wisata kuliner nasi jagung Sendi dan gerakan penanaman bambu. Selain
menjadi mata pencaharian warga setempat, keberadaan pusat kuliner juga
menyumbang pendapatan kas FPR dari ongkos parkir pengunjung.

Penanaman
bambu hasilnya juga dimasukkan ke kas. Uang bersama ini lah yang
digunakan warga untuk melakukan pembangunan sejumlah fasilitas umum di
eks Desa Sendi.

“Dari pembayaran listrik dan air warga juga kami
masukkan ke dalam kas FPR. Kalau air sebulan Rp 5 ribu per KK, sedangkan
listrik tarifnya bervariasi,” ungkapnya.

Foto: Enggran Eko Budianto
Senada dengan penduduk eks Desa Sendi lainnya, Supardi berharap Sendi
segera ditetapkan menjadi desa oleh Pemkab Mojokerto. Sehingga
pembangunan berbagai fasilitas umum yang selama ini dikeluhkan warganya,
segera terealisasi. Selain itu, warga juga meminta kembali hak atas
tanah mereka di eks Desa Sendi.
Spesial Untuk Mu :  4 Aplikasi Ini Bikin WhatsApp Kamu Makin Canggih Luar Biasa

“Tanah warga Sendi dikuasai
negara melalui Perhutani, tapi masyarakat punya kepentingan hidup, kalau
pemerintah mengembalikan ke masyarakat, kami juga bayar pajak,”
tandasnya. 
(*)