Berita  

Percakapan Rahasia Nurhadi Meminta Perlindungan Oknum Jenderal Polisi

JAKARTA, Sriwijaya Aktual – Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi. Tersangka kasus dagang perkara di Mahkamah Agung itu dibekuk bersama menantunya, Rezky Hebriyono, Senin, 1 Juni 2020.

Menurut catatan Tempo, selama menjadi Sekretaris MA, Nurhadi memang dikenal dekat sejumlah kalangan. Termasuk para petinggi polisi. Saat rumahnya digeledah KPK dalam kasus kasus suap kepada Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution pada April 2016, ia diduga menyembunyikan barang-barang di kantor Kepolisian Daerah Metro jaya.

Percakapan Rahasia Nurhadi Meminta Perlindungan Oknum Jenderal Polisi

Dalam sejumlah dokumen pemeriksaan yang salinannya diperoleh Tempo, ada cerita dia membawa barang-barangnya ke kantor Polisi Polda Metro Jaya beberapa saat setelah penggeledahan.

Menurut dokumen persidangan itu, seperti dimuat Majalah Tempo, Nurhadi memerintahkan ajudannya seorang polisi menghubungi salah satu anggota pengawalan di kediaman bosnya itu di Jalan Hang Lekir V Nomor 6, Jakarta Selatan, pada 21 April 2016. Siang itu pukul 13.53. Sekretaris Mahkamah Agung dan ajudannya tersebut tengah bertandang ke ruang kerja Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Moechgiyarto. Setelah panggilan teleponnya dijawab, sang ajudan menyampaikan perinta Nurhadi kepada teman sesama pengawal, yang juga anggota Brigade Mobil Kepolisian RI.

+ Bang, tas….
– Halo Ri (Ari Kuswanto)….
+ Tas LV-nya bawa ke ruang Kapolda Metro, Bang. Ditunggu Bapak sekarang (Nurhadi). Bawa pengawalan. Cepet Bang!
– Iyo… iyo… iyo.

Percakapan itu terjadi beberapa jam setelah rumah Nurhadi di Hang Lekir digeledah 15 penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Tanpa mereka sadari, seluruh komunikasi itu “terdengar” petugas komisi antikorupsi di kantornya di Kuningan, Jakarta Selatan.

Penggeledahan rumah Nurhadi terkait dengan kasus suap kepada Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution. Pagi harinya, sebelum penggeledahan itu, penyidik menangkap Edy yang baru saja menerima duit suap Rp 50 juta dari Doddy Aryanto Supeno di tempat parkir Hotel Acacia, Jakarta Pusat. Doddy, pegawai PT Artha Pratama Anugerah, menyuap Edy guna memuluskan sejumlah perkara Grup Lippo di pengadilan dan Mahkamah Agung. PT Artha adalah anak usaha Grup Lippo.

Selain menggeledah, petugas KPK menyadap komunikasi Nurhadi dan orang-orang dekatnya. Seluruh percakapan itu diperdengarkan kepada Nurhadi saat diperiksa sebagai saksi pada 15 Juni lalu. Penyidik menduga isi tas LV itu adalah barang bukti penting yang hendak diselamatkan Nurhadi. Hari itu Nurhadi dicecar 66 pertanyaan.

Dalam sejumlah dokumen pemeriksaan yang salinannya diperoleh Tempo, Nurhadi tidak menyangkal rekaman suara itu. Dia menyebut isi rekaman itu mirip suara Ari Kuswanto, ajudannya. “Dia berbicara dengan seorang laki-laki yang mungkin pe­ngawal di rumah,” ujarnya kepada ­penyidik.

Kepada satu penyidik yang memeriksanya, Nurhadi mengaku saat itu memang tengah berada di ruangan Kepala Polda Metro Jaya Moechgiyarto. Ia mengatakan bertemu dengan Moechgiyarto sebagai teman dekat untuk menyampaikan informasi tentang penggeledahan rumahnya oleh KPK.

Adapun isi tas LV yang digembok itu, menurut Nurhadi, adalah surat-surat harta kekayaannya, surat tanah, sejumlah sertifikat, dan dokumen berharga lain. “Saya yang memerintah Ari membawa tas itu ke ruangan Kapolda Metro Jaya,” kata Nurhadi dalam dokumen pemeriksaan tersebut.
Moechgiyarto mengaku pernah bertemu dengan Nurhadi di ruangannya di Polda Metro Jaya. Tapi ia lupa tanggal pertemuan itu. Mantan Kepala Polda Jawa Barat ini mengatakan Nurhadi saat itu hanya minta izin menitipkan senjata api ke Kepolisian Resor Jakarta Selatan. Ia membantah kabar bahwa pertemuan itu membahas penggeledahan di rumah Nurhadi, apalagi kabar bahwa Nurhadi meminta perlindungan kepadanya karena menjadi target penyidik KPK. “Siapa yang ngomong melindungi? Enggak ada,” ujarnya saat dikonfirmasi ketika itu. (*)