Berita  

‘ Perguruan Tinggi di Indonesia Krisis Dosen’

dosen1
Ilustrasi
JAKARTA, SriwijayaAktual.com – Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi
(Kemristekdikti) mengatakan, Indonesia mengalami krisis dosen karena
banyak tenaga pengajar perguruan tinggi yang tidak memiliki kualifikasi
sebagaimana mestinya. Banyak dosen masih bergelar sarjana. Padahal
menurut Undang-Undang tentang Guru dan Dosen Tahun 2005, dosen wajib
memiliki kualifikasi akademik minimum sebagai lulusan magister untuk
mengajar program diploma dan sarjana atau lulusan doktor untuk program
pascasarjana.
“Kita mengalami berbagai persoalan dosen seperti masih banyaknya
dosen yang sarjana, kemudian jumlah doktor dan guru besar yang masih
kurang dari batas minimal,” ujar Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan
Dikti Kemristekdikti, Ali Ghufron Mukhti, dalam konferensi pers di
Jakarta, Senin (5/06/2017), dikutip dari Antaranews
Saat ini, dosen bergelar sarjana di Indonesia berjumlah 34.393.
Sementara dosen yang berpendidikan doktor sekitar 25.000 orang,
seharusnya paling tidak 30.000. Jumlah guru besar juga masih sedikit,
hanya 6.000 orang dari jumlah ideal 22.000.
Meskipun demikian, menurut Pusat Data dan Statistik Pendidikan
dan Kebudayaan 2015, pemerintah berada di jalur yang benar dalam hal
peningkatan kualitas dosen. Hal itu terlihat dari terus berkurangnya
jumlah dosen bergelar sarjana, dan bertambahnya tenaga pengajar bergelar
S3 sejak 2010.
Pada 2010, jumlah dosen yang baru lulus S1 berjumlah 133.122.
Angka itu berkurang drastis setahun kemudian menjadi hanya 79.081,
kemudian 56.510 pada 2012, 54.692 (2013), dan 46.004 (2014).
Hal itu berdampak pada bertambahnya jumlah dosen bergelar S2 dari
85.097 pada 2010, menjadi 116.484 setahun kemudian lalu 117.848 pada
2012, 131.295 (2013), dan 157.685 (2014).
Meski sempat mengalami penurunan dari 12.969 pada 2010 menjadi
10.111 pada 2011, jumlah pengajar perguruan tinggi dengan ijazah S3
selalu mengalami peningkatan sejak saat itu, dengan rata-rata
peningkatan hampir 4.500 orang setiap tahunnya menjadi 23.508 pada 2014.
Untuk mengakhiri krisis dosen dan menjaga tren positif
peningkatan kualitas tenaga pengajar pendidikan tinggi, Kemenristekdikti
kembali meluncurkan beasiswa dalam negeri bagi dosen yang mengajar di
perguruan tinggi negeri maupun swasta. Ada beberapa program beasiswa
yang ditawarkan kepada para dosen, yakni Beasiswa Pendidikan
Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN), beasiswa afirmasi untuk Perguruan
Tinggi Negeri Baru (PTNB), dan beasiswa Pendidikan Magister Menuju
Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU).
“Pendaftarannya akan dibuka pada 5 Juni sampai dengan 30 Juni 2017,” kata Ali.
Kuota yang diberikan yakni 1.000 penerima untuk BPP-DN, 150 penerima beasiswa afirmasi PTNB, dan 250 orang untuk PMDSU.
BPP-DN diperuntukkan bagi dosen yang telah memiliki Nomor Induk
Dosen Nasional (NIDN) dan Nomor Induk Dosen Khusus (NIDK) yang ingin
melanjutkan pendidikan ke jenjang doktor. Beasiswa afirmasi
diperuntukkan bagi dosen tetap pada PTNB yang telah memiliki NIDN atau
NUPN dan dosen yang belum memiliki NIDN di lingkungan Kemristekdikti.
Sementara beasiswa PMDSU diperuntukkan bagi lulusan sarjana yang
memenuhi kualifikasi untuk menjadi seorang doktor dengan masa pendidikan
selama empat tahun. Pada program ini, sarjana unggul tersebut dituntut
menghasilkan minimal dua publikasi hasil riset di jurnal internasional.

“Fasilitas pendanaan beasiswa PMDSU berupa hibah penelitian untuk
mahasiswa sebesar Rp50-60 juta per tahun dan mendapat bimbingan
penulisan publikasi ke luar negeri. Bagi promotor, mereka akan
difasilitasi kerjasama SAME PMDSU ke perguruan tinggi atau lembaga luar
negeri,” jelas dia.

Tak hanya itu, tersedia juga beasiswa dosen ke luar negeri, yakni
dilakukan melalui skema Dikti Funded Fulbright ke Amerika Serikat (AS)
untuk 50 penerima, OeAD dengan Austria untuk 10 penerima, dan Newton
Fund dengan Inggris untuk delapan penerima”Terangnya. (*)