Berita  

Petani Tebu Bakal Serbu Istana Negara, Karena….

petani%2Btebu
Petani Tebu  (Ilustrasi)

JAKARTA, SriwijayaAktual.com – Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jawa Timur mengaku
telah beberapa kali membendung petani tebu Jatim yang ingin menggeruduk
Istana negara lantaran diberlakukannya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (UU PPN) terhadap industri gula rakyat.

Ketua APTRI Jatim yang juga menjadi ketua Paguyuban Koperasi
Petani Gula Malang, Mohammad Hamim menilai imbas diberlakukannya
penarikan PPN 10% pada pembeli gula petani tebu rakyat, berefek terhadap
kesejahteraan petani. 
Hal tersebut dikarenakan para pembeli itu membebankan penarikan PPN
10% itu kepada petani saat hendak melakukan transaksi jual beli.
“Sebenarnya kami sudah mau serbu alias aksi unjuk rasa  ke Istana Negara, Jakarta. Mau rame-rame, ini
inisiatif dari petani sendiri tanpa ada yang membiayai, (hal itu
dilakukan), Karena keuntungan 10% dari hasil produksi telah dibebankan
untuk membayar PPN 10% dari pedagang,” ujarnya saat menyampaikan
keresahan para petani tebu digedung DPP PKB, Jalan Raden Saleh, Jakarta,
kemarin, sebagaimana dilansir rimanews, Rabu (5/7/2017).
Menurutnya jika pemerintah tidak mendengarkan aspirasi petani
tebu itu ia khawatir para petani akan marah dan tidak bisa dibendung
lagi
“Mereka sudah sangat ingin demo, satu kelompok (Kelompok petani
tebu) saja mereka bisa mendatangkan 3 sampai 5 bis. Sebenarnya kami gak
pengin demo-demo kaya gitu. Makanya kami datang ke sini (ke DPP PKB
mengadukan Nasib) Berilah kamu solusi. Harapannya kalau jawaban kami
nanti dalam batas waktu 1 bulan kok belum ada ketegasan saya khawatir
mereka udah ga bisa di bendung lagi,” ujarnya.
Senada dengan pria yang akrab disapa Gus Hamim, petani tebu asal
Malang, Kholiq juga khawatir jika pemerintah tetap membiarkan penarikan
PPN 10% itu maka petani akan malas untuk menolak dan tentunya swasembada
pangan yang digaungkan Presiden Jokowi mustahil bisa terwujud.
“Jika dalam waktu satu sampai dua bulan tidak ada kepastian, kami
khawatir nanti petani tidak akan mau tanam tebu lagi, karena rugi,”
keluhnya.
Menurut Kholiq, harga pasaran gula petani (HPP) sebesar Rp
10.600,- sebenarnya hanya mendatangkan keuntungan yang relatif kecil
bagi para petani tebu lantaran Harga tersebut belum termasuk dengan
pemotongan PPN sebesar 10%. Terlebih para pedagang terus menekan petani
agar dapat membeli gula sesuai dengan harga yang sudah dikenakan PPN.
“Misalnya 1 hektar lahan hasil penjualannya sekitar Rp 30 juta. Nah 10% dari 30 juta kita sisihkan, itu banyak,” katanya.
Menanggapi keresahan petani tebu tersebut, Ketua Umum PKB,
Muhaimin Iskandar mengatakan akan menyampaikan permasalahan itu ke
Presiden. 
“Ini akan disampaikan. Masa Gula Impor malah tidak kena pajak (sementara lokal dipajak),” katanya.
Cak Imin menegaskan penarikan PPN 10% tidak tepat jika merujuk
pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian
permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
(UU PPN). 
Dalam putusan Nomor 39/PUU-XIV/2016 tersebut, Mahkamah menegaskan
barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan rakyat banyak tidak dikenakan
PPN.
MK menyatakan Penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN
bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang rincian “barang kebutuhan pokok yang
sangat dibutuhkan rakyat banyak” yang termuat dalam Penjelasan Pasal 4A
ayat (2) huruf b UU PPN.
Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna
menyebut pasal tersebut berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.
Sebab, ada kemungkinan barang yang tidak masuk ke dalam 11 jenis
sebagaimana penjelasan di pasal dimaksud tidak terkena PPN.
Tokoh asal Jombang sangat yakin, persoalan tersebut bisa
diselesaikan. Mengingat ada putusan MK yang telah membatalkan pasal
tersebut. “Tinggal buat peraturan (peraturan baru) menindaklanjuti
putusan MK,” ujarnya
Sementara itu Wakil Ketua Komisi IV DPR, Daniel Johan sepakat
meminta Menkeu Sri Mulyani untuk menunda pungutan PPN 10% kepada
pedagang gula Cq APTR sesuai keputusan MK yang membatalkan Keputusan
Mahkamah Agung (MA) pengenaan PPN terhadap 11 kebutuhan bahan pokok.
“Kami akan meminta Menkeu dan Dirjen Pajak untuk menaati
keputusan MK pada 29 Februari 2017. Termasuk Permendag nomor 27 tahun
2017 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) yang jauh di bawah ongkos
produksi petani,” ujarnya.
Daniel juga berjanji akan mengangkat permasalahan keresahan
petani tebu itu ke komisi IV saat melakukan Rapat kerja dengan
Kementerian Pertanian.
“Masalah ini akan kami angkat dikomisi IV dan akan kami tanyakan kepada kementan, Akhir mggu ini atau minggu depan,” ujarnya.
Menurutnya jika penarikan PPN 10% dan penetapan harga HPP gula
rakyat itu tetap tidak pro pada rakyat maka Kemenkeu dan Pemerintah
khususnya kementerian Pertanian dan kementerian perdagangan sama saja
ingin menghancurkan keinginan Presiden terkait swasembada gula.
“Itu sama saja menghancurkan swasembada gula. (Kan) Kalo petani
tak bisa mendapatkan keuntungan sama saja itu merusak program
pemerintah, bukannya mendukung komiditi (Gula) ini menjadi unggul. Tapi
malah kebijakannya menyusahkan petani,” ujarnya.
Oleh karena itu ia menegaskan kepada para petani tebu bahwa PKB
bersama partai lainnya di DPR bakal mendorong pemerintah agar bisa
membereskan persoalan tata niaga yang tepat. 
“Agar nantinya indonesia bisa menjadi negara pengekspor, Masa
kita impor gula, Ketiga tentu kita akan mendorong agar pemerintah
memperbaiki tata niaga, bukan hanya dikomisi IV saja, tetapi juga di
komisi XI dan komisi VI,” ujarnya.
“Impor gak diganjal dengan pajak. Impor bebas kok produk lokal
malah dikenai pajak. Jadi persoalan tata niaga ini harus kita pikirkan
kedepannya, Kalo dirjen pajak narik PPN 10%, pedagang sih gampang saja
(Gak kena imbasnya), Tetapi itu duitnya petani (dibebankan ke petani),
Itu fakta dilapangan,” tukasnya. (*)