kependudukan (NIK) untuk membuat akun media sosial. Hal itu dinilai
dapat mengurangi tindakan kejahatan lewat medsos.
“Hal-hal yang
jelas, hal-hal yang terang benderang akan mengurangi orang untuk berbuat
kejahatan. Apa pun bentuknya, kalau semua jelas, itu akan menutup ruang
untuk melakukan kejahatan,” kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim
Polri Brigjen Fadil Imran seusai diskusi publik ‘Melawan Hoax’ di
kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Jumat (9/2/2018).
Ia
pun mencontohkan saat seseorang berada di tempat gelap dan terang.
Menurutnya, orang di tempat terang akan berpikir ulang untuk melakukan
kejahatan.
![]() |
Brigjen Fadil Imran |
Ia pun mencontohkan saat seseorang berada di tempat gelap dan terang.
Menurutnya, orang di tempat terang akan berpikir ulang untuk melakukan
kejahatan.
apalagi ada polisi yang jaga, kira-kira seperti apa yang Anda lakukan.
Jadi wacana untuk membuat aturan atau regulasi agar akun-akun itu riil
semua, saya kira patut disambut dengan senang hati,” ucapnya.
“Terbukti kebijakan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang wajib daftar ulang terhadap registrasi nomor handphone
itu signifikan menurunkan kejahatan yang berimplikasi pada penipuan.
Orang tidak mau lagi kirim SMS Anda mendapat hadiah undian dan
sebagainya. Karena terdata sesuai e-KTP,” ucap Fadil.
Sebelumnya,
PDIP mengusulkan penggunaan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai
syarat membuat akun media sosial (medsos). Penggunaan NIK ini disebut
bisa membuat orang-orang lebih bertanggung jawab di dunia maya.
“Mau
buat akun harus dengan KTP yang sah. Bisa punya 5-10 (akun), boleh.
Tapi dengan KTP yang jelas. Misalnya, Eriko Sotarduga, lahir di Medan,
10 April. Kalau tahun, janganlah ya, ketahuan nanti umurnya. Nomor KTP,
status, dan itu membuat bahwa kita bertanggung jawab,” kata Wasekjen
PDIP Eriko Sotarduga di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta
Pusat.
(haf/fjp/detik)