menunggu hasil positif manuver politik yang sedang dimainkan. Prasangka
baik masih cukup kuat. Meskipun langkah “zigzag” nya kadang
mengkhawatirkan. Pertemuan dengan Jokowi di Lebak Bulus, bermesra
politik dengan Megawati, bersepakat dengan Hendropriyono, entah agenda
apalagi yang akan dibuat.
Dukungan besar pada Prabowo dilihat dari sisi lain adalah keinginan
agar Presiden bukan Jokowi. Rakyat, sekurangnya pendukung, berharap
Prabowo dapat menumbangkan Jokowi yang dinilai mengabaikan atau
membahayakan kepentingan rakyat dan bangsa. Ada prediksi Pemerintahan
Jokowi sudah dan akan terus amburadul. Dukungan besar untuk Prabowo
merupakan perlawanan dan harapan bagi perubahan.
Ketika Prabowo dikalahkan oleh KPU dan MK secara kontroversial rakyat
pendukung tetap solid membela dengan berbagai upaya dan kemampuan. KPU
dan MK dikritisi tajam sebagai bagian dari “kecurangan politik”. Prabowo
adalah simbol ketegaran dan pemimpin yang diharapkan rakyat. Ketika
pemimpin “digugurkan” seperti Habib Riziq, Kivlan Zein, Bahtiar Nasir,
Eggi Sudjana, dan lainnya, Prabowo masih berdiri tegar.
lawan hingga saat rakyat berteriak dan berjuang terhadap ketidakadilan
dan keanehan Pemerintahan Jokowi. Kenaikan iuran BPJS, rencana pindah
Ibukota, mobil Cina Esemka, kerusuhan Papua, revisi UU KPK, hingga
kebakaran hutan rasanya tak ada penampilan dan teriakan Prabowo yang
menyegarkan hati rakyat.
Meski sebagian pendukung masih “wait an see” dengan langkah yang
ditempuh namun sebagian lagi mulai khawatir dan berfikiran buruk. Jangan
jangan Prabowo hanya sedang bermanuver untuk partai yang dipimpinnya
saja. Tidak berjuang untuk kepentingan rakyat banyak. Jangan jangan ia
sedang “bermain” hanya sekedar jabatan Menteri, Pimpinan MPR/DPR,
jabatan di BUMN, atau posisi lainnya. Sementara rakyat ditinggalkan atau
tertinggal. Langkah kritis pada Pemerintah distop sementara.
Jika yang terakhir ini yang terjadi maka wajar jika rakyat pendukung
kecewa. Merasa dikhianati dan telah merasa kehilangan “pemimpin” lagi.
Prabowo memang bukan “ayam jago” tetapi “ayam sayur”. Para aktivis
memikirkan apa dan bagaimana langkah juang “tanpa Prabowo” ke depan.
Prabowo tak jauh beda dengan rezim. Dapat begitu asumsinya.
Sulit mencari pemimpin yang tahan banting yang menurut pepatah Belanda
kuno “leiden is lijden” (memimpin itu menderita). Pemimpin kini lebih
banyak berfikir dan bekerja untuk kepentingan pendek dan berhitung
untung rugi. Berkorban jiwa dan harta menjadi barang langka. Menjadi
penakut dan ambivalen. Lebih suka pada pencitraan dan penghargaan.
M. Rizal Fadillah