Presiden RI Joko Widodo (Dok) |
itu tidak merupakan langkah yang bijak dan elok,” kata pakar hukum Tata
Negara, Yusril Ihza Mahendra di Jakarta, Rabu (14/6/2017) pagi.
memaksanya, kedua, DPR bisa tolak walaupun disahkan jadi UU karena
pemilu dilaksanakan tahun 2019. Sehingga alasan kegentingan yang memaksa
itu tidak terpenuhi,” kata Yusril
preseden yang buruk. Artinya pemerintah tidak bisa meyakinkan DPR RI
dalam pembahasn RUU Pemilu sehingga terjadi kesepakatan bersama antara
presiden dan DPR.
bijak seperti tahun 60-an dimana pemerintah ajukan RAPBN dan DPR RI
menolak lalu DPR dibubarkan dan pemerintah kemudian menggunakan APBN
dengan Perppu. Jadi saya pikir jangan mengulang seprti tahun 60-an,”
kata mantan Menteri Sekretaris Negara kepemimpinan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.
jadi preseden buruk, kalau setiap kali tidak ada kata sepakat lalu
presiden keluarkan Perppu, itu tidak baik dan perppu keluar bukan karena
kegagalan pemerintah untuk mencapai kompromi dengan DPR
adalah final dan mengikat sehingga perlu adanya UU Pemilu yang baru.
dan bila terjadi deadlock, terus pemerintah menerbitkan Perppu, sama
artinya pemerintah menerbitkan Perppu untuk suatu hal yang
inkonstitusional dan itu bisa berakibat impeachment,” tegas Yusril, dikutip dari rimanews.
dari Fraksi Partai Nasdem Jhonny G Plate menyatakan, bila terjadi
deadlock dalam pembahasan RUU Pemilu, maka tidak tertutup kemungkinan
Presiden akan menerbitkan Perppu dan kembali ke UU Pemilu no 8 Tahun. (*)