Ilustrasi |
isu dan opini yang terus diproduksi secara sistematis. Sandiwara,
fitnah, hoax dan propaganda menjadi alat yang paling membahayakan,
tetapi sumber dimana itu “diproduksi” belum tersentuh delik. Sementara
komentator yang memberikan tanggapan atas Hoax itu sudah terjerat
delik.
baik berbentuk Pidato dan pernyataan dilemparkan dihadapan public, pasti
akan ditanggapi oleh banyak orang. Pun setiap pernyataan yang
dikeluarkan resmi dari Istana tujuannya untuk mengabarkan kepada publik.
ada tujuan lain dari penyampaian informasi sekarang ini. Baik itu dari
pusat kekuasaan maupun dari tempat lain. Tujuannya selain untuk
menaikkan citra diri, juga untuk memancing pengkritik sehingga terjerat
delik.
menyampaikan informasi yang bersifat edukatif, atau menyegarkan
informasi publik yang pengap itu, malah ada tujuan menyeludupkan niat
lain bahkan cenderung memancing emosi public, sehingga apabila muncul
tanggapan, dicarikanlah delik untuk memulai sandiwara dihadapan hukum.
narasi dengan pilihan diksi yang lunak, kadang-kadang keras-cenderung
kasar, sambil menyelipkan kata-kata bahwa dia dipojokkan. Ini bisa
dikatakan sandiwara yang menerkam banyak lawan politik.
dan respon yang keras akan menjadi delik. Tanggapan dan respon dengan
menggunakan data dan fakta akan dituduh hoax dan fitnah. Sementara janji
dan dusta yang diproduksi dari pusat kekuasaan dianggap seperti
“firman” yang tidak bias dibantah.
kritikus yang “nekat” mengambil jalan kritik dengan diksi yang keras,
akan segera menemui delik. Kini Ahmad Dhani dan Buni Yani mendekam di
penjara. Ustadz Slamet Maarif diperiksa, Rocky Gerung dipanggil Polda
Metro Jaya.
bermula dari pertentangan politik yang agak memanas menjelang Pilgub
DKI Jakarta 2 Tahun lalu. Ketika penista agama diadili dengan desakan
people power yang kuat, maka jalan untuk mencari “pembalasan” dilakukan
dengan berbagai cara.
kekuatan rakyat yang menuntut satu manusia itu besar, tentu sangat
mengherankan, kenapa pemerintah tidak melihat itu sebagai sebuah
aspirasi mayoritas? Malah justru yang ada adalah menyelamatkan dengan
cara menuduh kelompok aksi 411 dan 212 itu sebagai kaum intoleran dan
radikal.
memperburuk itu maka Narasi kebangsaan disempitkan menjadi “Aku
Pancasila, Aku Indonesia” sebuah bentuk narasi peng-AKU-an diri yang
memiskinkan diskursus dan membuka celah represif terhadap lawan politik.
sebagai organisasi dibubarkan dengan alasan anti bhineka dan anti
pancasila dengan memberikan label sebagai organisasi radikal dan “anti
NKRI”. Pembubaran HTI masih dalam proses, sembari menunggu putusan
incrah dari pengadilan.
dengan itu, Ruang demokrasi dibatasi,, forum diskusi dipersekusi,
kritik dianggap sebagai kebencian, lalu mencari cara untuk melegitimasi
bahwa itu tidak pantas.
diskursus politik menghambat laju demokrasi dan memotong perkembangan
akal sehat bangsa. Sebabnya, karena semua pendapat ingin diseragamkan.
dalam kondisi tertentu cap radikal, anti bhineka, anti perbedaan
dilabelkan kepada kritikus kekuasaan, tetapi pusat kekuasaan melarang
perbedaan itu dimana-mana. Bukankah ini kemacetan berpikir yang
memalukan.
kekuasaan seperti ini hanya ada pemerintahan totaliter. Dari Zaman
Fir’aun hingga Stalin telah menjadi aib kekuasaan yang dikutuk oleh
sejarah sampai hari ini. Model Fir’aunisme dan Stalinisme adalah model
kekuasaan yang berhasil mencipta hamba untuk menyelengarakan ritual
puja-puji serta penyembah dengan “fanatisme ortodoks”
imperium ini mampu melakukan pembangunan, tetapi diatas tumpukan duka
dan nestapa kaum tertindas dan teraniyaya. Piramida Fir’aun dibangun
diatas tumpukan tulang belulang perbudakan. Sementara Stalin telah
mencipta patung-patung besar diatas tumpukan kerja paksa.
Indonesia pembangunan infrastruktur diatas hutang dan beban. Penyokong
kekuasaan memuja dengan pujaan yang merdu, tetapi kritikus membongkar
kegagalan Infrastruktur yang dibangun di atas tumpukan masalah yang
tersisa. Bobroknya pembangunan infrastruktur seperti LRT telah
menyesakkan dada dari dalam Istana, hingga Wakil Presiden Jusuf Kalla
berbicara secara jujur tentang biaya yang terlalu tinggi untuk
pembangunan infrastruktur itu. Itu akan merugikan negara, dan kedepan
bisa menjadi skandal.
pujaan Pembangunan infrastruktur, sedang terjadi usaha untuk memilintir
dan mengaburkan kelemahan-kelemahan dan janji-janji yang tidak
ditepati. Seperti gagalnya Mobil Esemka, ekonomi meroket yang menjadi
khayalan, stop import pangan dan dalam 3 tahun akan swasembada hanya
wacana. Pertumbuhan ekonomi meroket (7%), malah nyusep (5%), buy back
Indosat justru sabun yang dibeli, 10 juta lapangan kerja, sebagian besar
untuk TKA ditengah angkatan sarjana kita yang menganggur. Kalau
disebutkan semua maka semua akan menjadi aib yang menyeret jokowi hingga
ke bilik suara dan dengan itulah rakyat akan “mengomeli” jokowi dengan
mencoblos Prabowo.
Mata public selalu mengintai dari luar pagar aktivitas Istana. Dalam
era social media seperti ini, kebohongan akan mudah untuk terverifikasi
dengan cepat. Hanya rezim yang terlalu nekat untuk menciptakan janji dan
kedustaan tanpa batas.
dan kekalahan narasi politik itu menakutkan. Di sosial media semua
menelanjangi kegagalan_kegagalan kekuasaan. Dalam menghadapi ketakutan
akan bobroknya ditelanjangi, maka dicarilah Jalan untuk menyelamatkan
diri. Dan yang paling memungkinkan adalah mencari delik. Lalu bagaimana
delik itu di peroleh sehingga kritikus dan ruang public yang kritis ini
bisa ditutup?
pertama adalah melemparkan tuduhan-tuduhan yang serius kepada lawan
politik. Ini semacam propaganda, kalau dalam Istilah Pak Joko Widodo
“Propaganda Rusia”?
apa itu? Semua orang bingung propaganda rusia itu apa!? Setelah
terverifikasi propaganda Rusia itu menurut Jokowi yaitu penggunaan
tenaga Asing untuk memenangkan pemilu Presiden. Tetapi Rusia geram,
karena namanya disebutkan dengan argumentasi yang bernada tuduhan.
sukses meralat, dengan menuduh Tim Prabowo sedang mengadu domba Jokowi
dengan Rusia. Coba pembaca renungkan kegilaan ini. Tuduhan kepada Rusia
keluar dari mulut Jokowi, tetapi yang dituduh adalah tim Prabowo.
ilmu propaganda, ini propaganda yang paling “norak”. Propagandis tidak
akan menuduh secara vulgar, tetapi ia menggambarkan sesuatu secara
samar-samar sebagai diskursus publik, lalu publik lah yang menyimpulkan
sendiri. Tapi ini aneh, lawan yang ingin dituduh tetapi negara lain yang
dipojokkan. Padahal tanpa menyebutkan secara “konfrontatif” publik bisa
menyimpulkan melalui bantuan dari agitator yang menjelaskan tahap demi
tahap, sehingga tuduhan itu mampu disimpulkan sebagai kebenaran.
yang namanya miskin intelektual selalu membuka borok sendiri. Tuduhan
kepada Prabowo menggunakan jasa konsultan asing, justru membobol
informasi penggunaan konsultan Asing oleh Jokowi sendiri. Ini merupakan
keburukan yang sangat memalukan bagi seorang yang menganggap diri
bersih, tapi bersembunyi dibalik persekongkolan sendiri.
melihat dari narasi yang disampaikan, ada tuduhan serius yang ingin
dilemparkan kepada Prabowo-Sandi. Narasi itu untuk mengharapkan efek
yang signifikan bagi penguatan elektabilitas. Kemudian ia mengaku diri
sebagai “korban”, penyabar dan lain sebagainya.
sampai ke pembiraan public, malah justru sebaliknya, yang terbuka
adalah aib dirinya sendiri. Ia bukan penyabar, ia bukan nasionalis
sejati, ia sering “meneken” kebijakan pro Asing. Bukankah itu kebobolan
komunikasi? Sekaligus memperlihatkan buruknya narasi dan cara meraup
elektabilitas dari pasangan Jokowi-Ma’ruf.
pada kesimpulannya, persekongkolan demi persekongkolan akan menemukan
kebuntuan ketika masuk dalam ruang public. Maka cara komunikasi yang
disampaikan pula cenderung menaikkan mutu diri dibalik
kegagalan-kegagalan yang dicapai selama ini. Sementara kegagalan itu
telah menemukan kata terakhir, yaitu #2019Prabowo Presiden.
untuk memancing simpati, cenderung ada kenekatan untuk menyampaikan
hoax di depan public. Pembebasan Ustadz Abu Bakar Baasyir merupakan
bentuk terburuk dari informasi yang dianggap membohongi public. Keluarga
sudah diberi kepastian, itu keluar dari mulut Presiden, tapi-tiba
ditinjau ulang.
Kalau ingin ditanjau dari segi kebohongan, maka istilah “propaganda
rusia” adalah hoax yang berbahaya. Selain merenggang hubungan antara
indonesia dalam pergaulan dengan negara yang bersangkutan, juga merusak
dan merugikan citra pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, Prabowo
Subianto dan Sandiaga Uno. Sebab dibalik itu tuduhan konsultan Asing
dialamatkan ke Prabowo tersimpan tuduhan yang merusak, yaitu penggunaan
cara-cara “licik” untuk memenangkan Pilpres.
untuk sekarang, oposisi hanya bisa mendengar, sebab, tak punya
kekuasaan untuk bersekongkol menjerat orang yang menuduh dan memfitnah
dengan delik.
penutup, saya ingin mensetir Kepala Agitrop Nazi, Joseph Goelbez yang
mengatakan kebohongan yang diulang-ulang suatu waktu akan menjadi
kebenaran. Tetapi kebohongan yang ditangkap diruang public adalah
kebohongan yang paling memalukan. Lalu dimana ingin mencari ruang untuk
berbicara?
yang paling mungkin adalah mencari tempat yang paling jauh untuk
membersihkan dosa, nista dan kebohongan yang hina itu. Tetapi beda,
kalau rasa malu telah hilang dari dalam diri. Segala cara, segala dusta
akan terus dilakukan untuk menutupi ribuan dusta sebelumnya. Maka kita
akan lelah untuk mendengarkan jutaan dusta dan ribuan janji.