Pemerintah Pusat. Penambahan hutang neto selama bulan Agustus 2017
tercatat sejumlah Rp 45,81 triliun. Utang tersebut berasal dari
penarikan pinjaman sebesar Rp 2,87 triliun (neto) dan penerbitan Surat
Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 42,94 triliun (neto).
Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert
Pakpahan mengatakan, tambahan pembiayaan utang tersebut memungkinkan
kenaikan belanja produktif di bidang pendidikan, infrastruktur,
kesehatan, transfer ke daerah dan dana desa, serta belanja sosial.
”Hingga akhir bulan Agustus 2017, hutang Pemerintah Pusat berjumlah Rp
3.825,79 triliun, terdiri dari SUN sebesar Rp 2.563,24 triliun (67,0
persen), SBSN sebesar Rp 524,71 Triliun (13,7 persen), dan pinjaman
sebesar Rp737,85 triliun (19,3 persen),” kata dia, dalam siaran
persnya, Kamis (21/9/2017), dikutip dari republika.co.id.
mata uang Rupiah (59 persen). Sementara itu utang dalam mata uang
asing, terdiri dari dolar AS (29 persen ), yen Jepang (7 persen), euro
(4 persen), special drawing right (1 persen ), dan beberapa
valuta asing lain (1 persen). Berdasarkan krediturnya, utang Pemerintah
Pusat didominasi oleh investor SBN (80 persen), kemudian pinjaman dari
Bank Dunia (6 persen), Jepang (5 persen), ADB (3 persen), dan lembaga
lainnya (6 persen).
(ATM) berada pada level 8,8 tahun. Di lain sisi, indikator jatuh tempo
utang dengan tenor hingga 5 tahun naik dari 38,9 persen menjadi 39,2
persen dari total outstanding utang.
risiko utang, lanjut Robert, pemerintah senantiasa melakukannya dengan
hati-hati dan terukur. Termasuk, juga menjaga risiko pembiayaan kembali,
risiko tingkat bunga, dan risiko nilai tukar dalam posisi yang
terkendali. (*)