Berita  

Serikat Buruh Tambang Iinternasional Surati Presiden Jokowi terkait Freeport

Freeport
Aksi mogok kerja karyawan Freeport (Dok/Ist)

TIMIKA-PAPUA, SriwijayaAktual.com  – Organisasi buruh tambang internasional yang
berhimpun dalam wadah IndustriALL Global Union menyikapi persoalan
ketenagakerjaan yang terjadi di lingkungan PT Freeport Indonesia di
Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.
Anggota Tim Advokasi Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Kimia,
Energi dan Pertambangan (PUK SP-KEP) SPSI Freeport Tri Puspita di
Timika, Sabtu (27/5/2017), mengatakan, menyikapi kisruh ketenagakerjaan
di PT Freeport maka IndustriALL Global Union telah menyurati Presiden
Joko Widodo di Jakarta dan pimpinan Freeport McMoRan Richard Adkerson di
Amerika Serikat. 
“IndustriALL Global Union telah menyurati Bapak Presiden Jokowi pada
24 Mei 2017 untuk meminta pemerintah Indonesia turun langsung menangani
persoalan ketenagakerjaan di lingkungan PT Freeport Indonesia. Surat
tersebut juga dikirimkan ke beberapa kementerian dan lembaga negara
terkait,” jelas Tri, dikutip dari antaranews. 
Selain itu, IndustriALL Global Union juga mendesak Adkerson
selaku pimpinan Freeport McMoRan Copper & Gold Inc. yang merupakan
perusahaan induk Freeport agar turun langsung mengintervensi persoalan
yang kini terjadi antara manajemen dengan serikat pekerja.
“Bahwasanya sudah lebih dari 2.000 pekerja telah di-PHK oleh
manajemen PT Freeport Indonesia. Ini persoalan ketenagakerjaan serius.
Bukan persoalan mangkirnya, tapi sebab dari kondisi saat ini,” kata Tri.
Dalam suratnya kepada Presiden Jokowi, Sekretaris Jenderal
IndustriALL Global Union Valter Sanches meminta orang nomor satu
Indonesia itu agar mengeluarkan kebijakan mendesak manajemen Freeport
mengembalikan hak-hak para pekerja.
Surat tersebut berisi enam poin permintaan. Salah satunya,
Freeport harus menerima kembali karyawan yang telah di-PHK dan terkena
program furlough.
Tri mengingatkan pemerintah agar turun tangan serta serius
menangani persoalan ketenagakerjaan di Kabupaten Mimika. Apalagi setelah
mediasi pada akhir April lalu, tak ada lagi pertemuan formal antara
serikat pekerja dengan manajemen Freeport.
“Kami selalu diminta kembali bekerja, pada prinsipnya kami ingin
kembali kerja, tapi dengan syarat jangan ada PHK, karena masalah ini ada
sebab akibatnya,” kata Tri.
Sementara itu secara terpisah, Juru Bicara Freeport Riza Pratama mengatakan, manajemen telah
memberikan imbauan kepada para karyawan yang telah lima hari absen dan
melakukan dua kali panggilan untuk kembali bekerja.
“Kami melakukan tindakan ini sesuai Pedoman Hubungan Industrial dan UU yang berlaku,” kata Riza.
Riza menegaskan, aksi mogok para karyawan Freeport tidak mempunyai basis hukum.
Para karyawan yang mogok itu, lanjut Riza, dianggap melakukan
pengunduran diri setelah perusahaan melakukan berbagai macam cara
mengimbau mereka untuk kembali bekerja.
Ia menjelaskan, aksi mogok kerja karyawan semula dipicu oleh
adanya program furlough atau merumahkan karyawan Freeport sementara
waktu guna menyesuaikan kondisi operasional perusahaan yang belum pasti
ke depan. Sebab, Freeport sempat berhenti beroperasi karena belum
mendapatkan izin ekspor konsentrat.
PUK SPSI Freeport resmi melakukan aksi mogok kerja damai sejak 1
Mei lalu bertepatan dengan peringatan Hari Buruh International (May Day)
hingga 30 Mei 2017.
Aksi mogok kerja karyawan Freeport tersebut kemudian diikuti oleh
14 PUK perusahaan-perusahaan privatisasi dan kontraktor lainnya di
lingkungan Freeport.
Bahkan PUK SPSI Freeport telah mengajukan perpanjangan aksi mogok kerja terhitung mulai 30 Mei hingga 30 Juni 2017. 
Di saat ribuan karyawan menggelar aksi mogok kerja di Timika,
pihak manajemen Freeport menyikapinya dengan melakukan PHK massal
karyawan dengan alasan mereka telah mengundurkan diri secara sukarela
setelah tidak melapor diri ke perusahaan usai dipanggil berturut-turut
selama dua kali. (rima)