![]() |
KH Sodikun [Dok] |
JAKARTA, SriwijayaAktual.com – Bidang Seni dan Budaya Majelis Ulama Indonesia (MUI)
berpandangan, jika akan dibuat film G 30 S/PKI baru, maka harus
ditampilkan kekejaman PKI kepada para ulama. Hal ini disampaikan
menanggapi harapan Presiden Joko Widodo mendaur ulang film G 30 S/PKI
yang lebih sesuai dengan masyarakat sekarang.
berpandangan, jika akan dibuat film G 30 S/PKI baru, maka harus
ditampilkan kekejaman PKI kepada para ulama. Hal ini disampaikan
menanggapi harapan Presiden Joko Widodo mendaur ulang film G 30 S/PKI
yang lebih sesuai dengan masyarakat sekarang.
“Memang harus ada revisi. Memang perlu direvisi itu (film G 30
S/PKI),” kata Ketua Bidang Seni dan Budaya MUI, KH Sodikun
kepada Wartawan, di Kantor MUI, Selasa (3/10/2017).
S/PKI),” kata Ketua Bidang Seni dan Budaya MUI, KH Sodikun
kepada Wartawan, di Kantor MUI, Selasa (3/10/2017).
KH Sodikun mengatakan, fungsi dan orientasi film adalah edukasi
dan informasi. Maka, berbicara soal informasi, kata dia, sebenarnya PKI
lebih kejam dari yang ditampilkan dalam Film G 30 S/PKI. “Jadi, kalau
membuat film baru, perlu ditampilkan tokoh-tokoh agama yang betul-betul
dibantai PKI,” katanya.
dan informasi. Maka, berbicara soal informasi, kata dia, sebenarnya PKI
lebih kejam dari yang ditampilkan dalam Film G 30 S/PKI. “Jadi, kalau
membuat film baru, perlu ditampilkan tokoh-tokoh agama yang betul-betul
dibantai PKI,” katanya.
Dia mengatakan, bagaimana menampilkan tokoh-tokoh di daerah
termasuk tokoh-tokoh agama yang ditangkap dan dibantai oleh PKI.
Sehingga, keganasan PKI tidak hanya kepada dewan jenderal saja. “Kalau
hanya menampilkan itu, nanti akan banyak perspektif. Perspektif orang
yang tidak tahu, perspektif dari orang-orang yang berkepentingan,”
ujarnya.
termasuk tokoh-tokoh agama yang ditangkap dan dibantai oleh PKI.
Sehingga, keganasan PKI tidak hanya kepada dewan jenderal saja. “Kalau
hanya menampilkan itu, nanti akan banyak perspektif. Perspektif orang
yang tidak tahu, perspektif dari orang-orang yang berkepentingan,”
ujarnya.
Oleh karena itu, menurut KH Sodikun, harus ditampilkan
data-data konkret di lapangan. Yakni, tidak hanya menampilkan data
pembantaian tujuh jenderal, tetapi juga harus menampilkan data
pembantaian orang-orang dan tokoh-tokoh termasuk para ulama.
data-data konkret di lapangan. Yakni, tidak hanya menampilkan data
pembantaian tujuh jenderal, tetapi juga harus menampilkan data
pembantaian orang-orang dan tokoh-tokoh termasuk para ulama.
Dikatakan KH Sodikun, sadisnya PKI jangan hanya dikaitkan
dengan pembantaian tujuh jenderal. Menurut dia, kekejaman PKI tidak
hanya itu. Karena, kalau hanya itu yang ditampilkan, maka akan ditarik
secara politis.
dengan pembantaian tujuh jenderal. Menurut dia, kekejaman PKI tidak
hanya itu. Karena, kalau hanya itu yang ditampilkan, maka akan ditarik
secara politis.
“Nanti ada yang beranggapan bukan PKI pelakunya dan ada yang
beranggapan sebagai konspirasi. Kakek saya dicincang-cincang (PKI),
kakek saya dipotong-potong sampai dagingnya segini (segumpal) dipotong
lagi,” tegasnya.
beranggapan sebagai konspirasi. Kakek saya dicincang-cincang (PKI),
kakek saya dipotong-potong sampai dagingnya segini (segumpal) dipotong
lagi,” tegasnya.
Berita terkait: Presiden Jokowi Usul Supaya Film G-30 S/PKI Dibuat Versi Baru
KH Sodikun menjelaskan, data-data validitas lapangan harus
dijadikan sebagai data pembuatan film. Dirinya menyatakan tidak setuju
bila pembuatan film baru hanya menampilkan pembantaian jenderal saja.
“Karena yang merasa sakit, merasa ditekan, tidak hanya
jenderal-jenderal. Kalau mereka membuat ada putra putri PKI, kami pun
ada putra putri cucu-cucu korban-korban PKI,” tegasnya. (ak.republika)
dijadikan sebagai data pembuatan film. Dirinya menyatakan tidak setuju
bila pembuatan film baru hanya menampilkan pembantaian jenderal saja.
“Karena yang merasa sakit, merasa ditekan, tidak hanya
jenderal-jenderal. Kalau mereka membuat ada putra putri PKI, kami pun
ada putra putri cucu-cucu korban-korban PKI,” tegasnya. (ak.republika)
Komentar