Ilustrasi |
dunia maya. Dengan kesempatan bisa menjadi siapapun di internet, modus
ini sangat mungkin berlangsung dengan awalan lebih mudah.
diri di dunia maya. Mereka bisa jadi sangat curiga pada orang yang dekat
atau bertanya di dunia nyata. Namun, lebih terbuka pada orang asing
yang ditemui di media sosial.
mengiming-imingi cinta. Pada pertengahan tahun lalu, korban penipuan ini
tercatat kebanyakan merupakan perempuan 35 tahun ke atas, di mana
mereka menggunakan modus ‘romantika’ atau percintaan yang terkesan tidak
jahat, tapi sebenarnya sangat merugikan.
menggunakan profil foto palsu berfigur lelaki tampan ini kemudian
meminta dikirimi uang dalam jumlah tertentu dengan banyak alasan.
mengalami keretakan rumah tangga. Mereka bisa tahu itu. Pelaku
menggunakan teknik social engineering dengan modus romansa untuk bisa mendapatkan kepercayaan terlebih dahulu,” jelas analis forensik digital Ruby Alamsyah pada seperti dilansir Liputan6, Juni 2017 lalu.
Oktaviani harus membayar mahal perkenalan dengan Fajar Firdaus Persada.
Kasus berujung pembunuhan yang terjadi dua tahun lalu ini bermula dari
perkenalan keduanya lewat media sosial, Facebook.
Kala itu, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Eko Hadi
Santoso menjelaskan, Fajar sempat menebar janji palsu untuk memberi uang
karena tahu Bella tengah membutuhkan uang setelah perbincangan intens
melalui Facebook.
Dengan bujuk rayunya, Fajar lalu berhasil membawa Bella ke hotel.
Mereka pun melakukan hubungan badan hingga dua kali. Petaka pun datang,
lantaran Bella diduga terbakar api cemburu. “Saat istirahat, korban
lihat ada pesan BBM masuk di handphone pelaku, diduga dari cewek,” ujar Eko.
Bella yang sedang dalam keadaan setengah sadar lantaran pengaruh
alkohol mengamuk karena merasa ditipu. Bella menggigit jari Fajar dan
seketika pelaku berontak dengan menyekap dan mencekik hingga Bella
tewas.
Pemerasan Seksual
hanya di Indonesia, seorang pemuda Palestina, Samir (bukan nama
sebenarnya) yang tinggal di luar negeri menjadi korban pemerasan seksual
di dunia maya. Seperti dikutip dari BBC, Jumat, 26 Oktober 2018, korban mengaku awalnya seorang gadis meminta untuk jadi teman di Facebook.
Teman barunya itu rajin mengirim pesan bahkan terang-terangan mengaku
tertarik padanya. Melihat wajah pelaku yang menarik, Samir pun
tertarik. Perbincangan mereka pun pindah dari Facebook ke Skype.
Gadis itu mengaku berusia 23 tahun, yatim piatu, dan tinggal bersama
kakak perepuannya di Sidon, Lebanon. Setelah berbincang-bincang, sang
gadis mengaku punya hobi tak biasa, yakni seks. Mereka pun sexting, lantaran si gadis tak bersedia bertatap muka di layar komputer karena katanya takut ketahuan sang kakak perempuan.
Seiring perbincangan mereka yang intens, si gadis menyadari Samir
telah terangsang dan meminta Samir menunjukkan kemaluannya, sementara
ia membalas dengan menyiarkan dirinya sedang melakukan masturbasi. Samir
tergoda dan ikut masturbasi, bahkan dengan memperlihatkan wajah seperti
diminta.
Sekitar satu jam kemudian, Samir mendapatkan pesan ancaman melalui
Facebook. Pelaku mengancam akan menyebarkan videonya sedang
bermasturbasi pada teman dan kerabat yang tercantum di Facebook.
Samir diminta membayar uang senilai 5000 euro. Korban pun segera
menghapus ‘perempuan’ itu dari dalam daftar kontak Skype. Ia mencoba
melawan dan menantang pelaku untuk mengunggah video dirinya sedang
bermasturbasi melalui Skype.
Ia berpikir, kiriman ke rekan-rekannya mungkin akan diseleksi
Facebook. Tapi, pelaku kemudian menggunakan WhatsApp untuk mengirimkan
suatu tautan ke laman YouTube. Samir melawan dengan mengadukan konten
pornografi ke situs berbagai media, berulang kali.
Diduga, si ‘gadis Lebanon berusia 23 tahun’ itu adalah seorang pemuda
dari Oued Zem, kota kecil di tengah Maroko yang sekarang dikenal
sebagai ibu kota pemerasan seksual atau sextortion. Omar
mengaku meraup sekitar 500 dolar Amerika setiap hari dari tipuan itu dan
ada ratusan pemuda lain di Oued Zem yang melakukan hal serupa. [Lip6]