Sri Bintang Pamungkas: INDONESIA PASCA JOKOWI “Kembalikan UUD 1945 Yang Asli”

PALEMBANG-SUMSEL, SriwijayaAktual.com – Pilkada Serentak  baru saja berlalu. Sudah diduga ternyata kacau! Mereka yang mencalonkan diri itu mirip bandit  yang didukung para Kartel Mafia. Partai-partai Politik yang mencalonkan itu sudah menjadi Geng-geng Mafia yang kadangkala bersaing satu sama lain memperebutkan suatu wilayah operasi. Tapi lebih sering berkoalisi untuk kemenangan bersama, bagi-bagi hasil rampokan bersama. Masing-masing tidak perlu malu tanpa punya Karakter, Platform Politik dengan retorika palsu  menyuarakan tujuan mulia Partai lewat calonnya masing-masing atas nama  demi memperbaiki kesejahteraan rakyat. Mereka tidak bedanya dengan gerombolan predator pemangsa yang mencabik-cabik mangsanya bersama-sama. Tidak peduli dengan sekelilingnya, rakyatlah yang tertipu dengan memberikan suaranya!  

“Banyak yang tidak sadar, situasi Koalisi Mafia atau Predator Berjamaah itu sudah dirancang lewat Pasal 6 UUD 1945 hasil amandemen  dengan mengatakan bahwa pasangan Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau koalisi partai politik. Lalu diterjemahkan ke Pilkada! Padahal “koalisi partai” itu, khususnya dalam Sistim Parlementer, terjadi apabila pemenang hasil Pemilu tidak cukup suaranya untuk membentuk Kabinet, dan karena itu perlu berkoalisi dengan partai lain. Koalisi terjadi sesudah Pemilu, bukan sebelumnya. Karena itu, tidak heran jika  Pemilu macam di Indonesia tidak akan menghasilkan pemimpin-pemimpin macam Soekarno-Hatta. Mereka tidak punya Karakter Pemimpin! Soeharto hebat juga melawan tetapi melawan Soekarno bahkan bekerja bersama Asing. Dia pun minta bantuan  tapi juga kepada Asing, akhirnya tersandung oleh ulahnya yang otoriter dan sewenang-wenang. Tentu saja ada sisi baiknya Presiden Soeharto  32 tahun memimpin  tentu bukan waktu yang pendek.”Demikian tuturnya DR. Sri Bintang Pamungkas (SBP) dalam Keynote Speaker Bedah Buku dan Dialog Demokrasi berjudul: Indonesia Pasca Jokowi, di metting room dempo Hotel Swarna Dwipa Kota Palembang, Selasa (13/11/2018)


Tampak dalam Bedah Buku dan Dialog Demokrasi berjudul: Indonesia Pasca Jokowi di moderatori oleh Ade Indra Chaniago, dan diikuti puluhan orang peserta baik dari relawan Jokowi Sumsel maupun relawan Prabowo Sumsel seperti salah satunya:  H. M jamil SH, MS.I (Ketua Umum Relawan Nasional Prabowo-Sandi/RN PAS/Sumsel), Yan Hariranto alias Yan Coga (Sekretaris RN PAS Sumsel), H. M Abdul Wachid SH (Bendahara RN PAS Sumsel), M. Ali Ruben (Panglima Cobra RN PAS Sumsel), Rubi Indiarta (Relawan Jokowi Sumsel) Charma Aprianto Calon DPD RI Tahun 2019 dan diikuti  para aktivis di Kota Palembang lainya. 


Lanjutnya Sri Bintang Pamungkas atau SBP, mengatakan tentang Indonesia Pasca Jokowi. “Jika  pasca Jokowi nya terjadi lima tahun lagi ya tetap itu saja. Yang saya maksutkan, tapi harapan saya segera saja dia jatuh,” ujarnya


“Disinggung apa alasan Jokowi segera jatuh menurut Sri Bintang Pamungkas. Indonesia bertambah rusak dari semua arah Pancasila itu dari ketuhanan yang Maha Esa sudah hapus semua tidak ada itu. Kalimat Tauhid saja sudah di tentang kemudian Hak Azazi Manusia (HAM) sudah di injak-ijak kemanusian yang adil dan beradap sudah tidak ada.


“Terlebih, Persatuan Indonesia kita adanya beberapa kali  konflik horizontal  di mana-mana diantara umat-umat Islam non Islam sama Etnis, musyawarah juga sudah tidak ada, DPR, MPR  tak pernah lagi memutuskan sesuatu yang bermanfaat bagi Republik,” ungkapnya SBP. 


Lebih lanjut mengenai Pilpres 2019 yang mana ada dua calon SBP berpendapat bahwa ia juga tidak yakin bahwa Prabowo bisa menang dalam pilpres 2019 mendatang. “Iya saya gak yakin bahwa Jokowi itu bisa di gantikan oleh Prabowo. Malah saya tidak yakin untuk keduanya. Bukan saya tidak percaya bahwa Prabowo bakal kalah, tetapi Prabowo kalau lah menang dia tidak bisa melaksanakan pikiran-pikiran itu, pikiran-pikiran pembaharuan. Sehingga setelah Prabowo menang mungkin akan terjadi Revolusi lagi,” tuturnya


Untuk perbaikan sistim Negara Indonesia  saat ini dari kehancuran tatanan Negara yang perlu diubah atau diperbaiki, dikutip sesuai poin-poin dalam pembahasan  bukunya yang berjudul; Indonesia Pasca Jokowi, yakni: 


a.  Ganti sistim: berlakunya kembali UUD 1945 asli. 

b.  Otonomi Daerah dan stabilitas. 

c.  Administrasi Negara dan Administrasi pemerintah

d.  Badan Perwakilan Rakyat dan Superbody MPR

e.  Presiden dan Wakil Presiden. 

f.  Kekuasaan kehakiman dan mahkamah agung. 

g.  Kepolisian RI. 

h.  Penegakan hukum dan bantuan hukum. 

i.  Ekonomi, keuangan dan industri. 

j.  hutang asing dan depresiasi rupiah. 


Menurutnya SBP, baahwa  permasalahan fundamental Negara Indonesia ini aadalah amandemen UUD 1945 yang harus dikembalikan ke aslinya. Untuk Pilpres 2019 kedepan tidak yakin Jokowi maupun Prabowo jika terpilih berani mengembalikan ke asli UUD 1945 hasil amandemen yang telah merusak Negara Indonesia.”Tegasnya. 


Sementara itu, Ketua Umum Relawan Nasional Prabowo-Sandi (RN PAS Sumsel,  H. M jamil SH, MS.I, mengatakan akan siap mengawal dan mendesak Prabowo Subianto untuk mengembalikan keaslian UUD 1945 jika terpilih menjadi Presiden RI periode 2019-2024.”Pungkasnya. 


Dikutip dari buku SBP yang berjudul “Indonesia Pasca Jokowi” Trilogi Revolusi buku pertama Bab 1 halaman 2-3. Ganti Sistim: Berlakunya Kembali UUD 1945 Asli. Undang-undang Dasar hasil Amandemen 1999-2002 adalah sistim yang justru mem’buat Republik Indonesia menjadi porak poranda. Sudah terbukti, bahwa Amandemen UUD-1945 adalah hasil rekayasa Barat, sebagaimana kemudian terbukti terjadi pula Afganistan, Irak, Libya, Mesir, tetapi gagal di Suriah. Di Indonesia mereka dibantu oleh kelompok Mafl Cina yang mempunyai maksud menguasai NKRI.


Beberapa hal panting yang bisa dicatat sebagai perubahan utama terhadap UUD-1945 Asli adalah yang menyangkut beberapa pasal, yaitu: (1) Pasal (2); (2) Pasal 6; (3) Pasal 16; (4) Pasal 33 dan Pasal 34; (5) Pasal-pasal yang terkait dengan Kewenangan Presiden dan DPR; serta (6) Pasa] 28.


Pasal 1(2) berada di bawah Bab I tentang Bentuk dan Kedaulatan. Pasal ini aslinya berbunyi “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.


Dalam Amandemen diubah menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menumt Undang-Undang Dasar”. Pasal hasil Amandemen ini, selain tidak mempunyai bobot hukum ketatanegaraan, juga pernyataannya bersifat redundant (mengulang yang tidak perlu; berlebihan), karena rakyat sebagai warganegara di negara mana pun di dunia pasti dan wajib melaksanakan Undang-Undang Dasar.


Sebagai akibat dari perubahan tersebut, MPR sebagai lembaga tertinggi negara, di mana Presiden adalah mandataris MPR, menjadi hilang. Juga hilang peran dan fungsi MPR dalam menetapkan garis-garis besar haluan Negara, dan segala keputusan yang berdasarkan musywarah dan suara terbanyak.


Pasal 6 yang ada di bawah Bab II tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara, aslinya terdiri dari dua ayat, yaitu tentang Presiden dan Wakil Presiden. Ayat (1) menyebutkan, bahwa “Presiden ialah orang Indonesia asli”; dan ayat (2) menyebutkan, bahwa “Presiden dan wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengam suara terbanyak”. Pasal 6 ini diubah seluruhnya menjadi tujuh ayat, dengan menghilangkan kata “Indonesia asli” sebagai syarat dari seorang calon Presiden; dan bahwa MPR tidak lagi memilih Presiden dan Wakil Presiden, melainkan dipilih secara langsung oleh rakyat dalam suatu pemilihan Presiden serta para pasangan calonnya diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pemilihan umum. (Jired). 



Spesial Untuk Mu :  Viral! Heboh Warga Madura Potong Tangan Pelaku Pencoblos 100 Surat Suara...

Komentar