Berita  

Sudah Ada Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, Siapa Lagi yang Kita Cari?

Oleh,  Asyari Usman*

OPINI, SriwijayaAktual.com – Mudah-mudahan tidak keliru. Jenderal Gatot Nurmantyo memberikan
isyarat yang semakin jelas tentang apa yang ingin dia lakukan untuk
Indonesia. Terakhir, Gatot mendobrak ketabuan yang selama ini tersemat
pada TNI bahwa tentara “memiliki keistimewaan” dalam hal
pertanggungjawaban penggunaan anggaran.
Selama ini, masyarakat meyakini bahwa lembaga apa pun di Indonesia
ini, termasuk KPK, tidak akan bisa menjangkau militer jika ada dugaan
korupsi. Ternyata, memang seperti itulah yang terjadi. Selama puluhan
tahun, nyaris tidak terdengar kasus korupsi di lingkungan TNI. Padahal,
di semua kementerian dan lembaga tinggi negara, ada korupsi. Menjadi tak
masuk akal TNI bersih.
Kenyataannya, ada kasus korupsi Bakamla. Menyusul sekarang ini kasus
korupsi pengadaan helikopter TNI AU. Ada tiga anggota TNI-AU diumumkan
sebagai tersangka korupsi helikopter AW-101. Negara dirugikan 220 miliar
rupiah. Di kantor KPK, Jumat (26/5) Panglima TNI mengumumkan seorang
tersangka berbintang satu, seorang lektol, dan seorang pelda.
Tidak salah kalau apresisasi dialamatkan kepada Jenderal Gatot.
Sebab, belum ada selama ini Panglima TNI yang merelakan institusi
militer itu diselidiki penggunaan anggarannya. Ini tidak hanya sinyal
yang tegas kepada semua anggota TNI, tetapi juga merupakan isyarat yang
lebih luas tentang komitmen pribadi Jenderal Gatot untuk Indonesia.
Indonesia yang lebih baik. Indonesia yang berkeadilan. Indonesia yang
sepenuhnya tunduk pada hukum. Indonesia yang bebas dari pengistimewaan
terhadap lembaga apa pun, termasuk lembaga yang mengendalikan kekuatan
senjata. Indonesia yang bebas dari “saya ini punya pasukan, jangan
coba-coba”. Indonesia yang semua sama dalam kebersamaan.
Apakah Jenderal Gatot sedang melakukan manuver untuk mencari
popularitas? Saya pribadi tidak memiliki perasaan seperti itu. Instink
saya berkata bahwa Jenderal Gatot berbuat tanpa motif politik. Mungkin
banyak orang menduga dia sedang mencari perhatian publik. Saya
berpendapat, publiklah yang tersedot perhatiannya kepada Gatot
Nurmantyo; bukan karena dia melakukan sesuatu yang aneh melainkan karena
dia melakukan langkah yang selama ini tidak dikerjakan oleh seorang
pemimpin.
Jenderal Gatot melakukan gebrakan Jenderal M Yusuf plus. Dulu, kata
orang, Jenderal M Yusuf sempat membuat Pak Harto “khawatir” karena
Panglima ABRI itu sangat dekat dengar prajurit TNI. Padahal, M Yusuf
hanya ingin membuat tentara lebih sejahtera.
Gatot Nurmantyo tidak seperti panglima-panglima pendahulunya. Dia
ingin anak buahnya sejahtera, tetapi sekaligus ingin agar bos-bos
militer tidak korupsi. Inilah yang saya sebut “M Yusuf plus”. Apakah ini
berarti di zaman M Yusuf dulu, dan masa-masa berikutnya, bos-bos
militer bebas melakukan korupsi? Saya tidak punya jawabannya.
Saya yakin Pak Gatot punya catatan tentang itu. Sebab, beliau
pastilah telah melewati jenjang kepangkatan dan berbagai jabatan
strategis yang memiliki akses untuk melihat bagaimana penggunaan uang
anggaran TNI. Bisa jadi pada saat ini beliau merasa sudah waktunya
memulai pembersihan di lingkungan TNI.
Sudah menjadi pengetahuan umum tentang sekian banyak jenderal yang
memiliki kekayaan yang “tak masuk akal”, dan begitu banyak pula jenderal
yang “tidak punya harta”.
Saya yakin, Pak Gatot merasa tranparansi sudah harus menjadi norma
baru di TNI. Selama ini banyak orang melihat TNI sebagai instansi
“audit-free zone” (zona bebas audit). Sekali lagi, apakah ada motif
“profiteering” (ambil keuntungan) dari gebrakan Jenderal Gatot? Saya
jawab, kecurigaan seperti ini hanya menunjukkan frustrasi Anda saja.
Baca juga: Panglima TNI Sindir Tito? Lewat Puisi ‘Tapi Bukan Kami Punya’
Kemudian, untuk apa pula Jenderal Gatot berpuisi soal keadilan sosial
kemarin itu? (Puisi “TAPI BUKAN KAMI PUNYA”) Bukankah ini satu lagi
siasat mencari dan mencuri perhatian? Jawaban saya, Anda memang orang
yang tidak suka Indonesia menjadi lebih baik.
Anda akan mengatakan, Gatot Nurmantyo berambisi menjadi pemimpin
level berikutnya setelah keluar dari dinas militer. Jawaban saya,
nothing wrong with it. Bukan masalah! Kalau beliau punya kapasitas dan
komitmen yang teguh untuk memperbaiki Indonesia, apa salahnya?
Kalau dia ingin melihat korupsi lenyap di semua lini dan institusi,
mengapa tidak? Kalau dia ingin menegakkan keadilan sosial di Indonesia,
apa yang salah? Kalau dengan pemikirannya itu dia ingin menjaga
kebersamaan dan persaudaraan di Indonesia, mengapa pula Anda
berkeberatan?
 Kalau dengan segala pengalaman, kapasitas dan integritas yang
dimilikinya, dia bisa memulihkan Indonesia lewat pilpres 2019, siapa
lagi yang kita cari?. (portal-islam.id).
*Penulis adalah mantan wartawan BBC. Artikel ini adalah opini pribadi penulis, tidak ada kaitannya dengan BBC.