ungkapkan kegelisahannya terhadap para guru besar yang terindikasi lebih
mengedepankan penggalangan opini dari pada diskusi publik dalam menghadapi
persoalan hak angket KPK yang sementara ini sedang bergulir di gedung DRR RI.
twitter pribadinya @Fahrihamzah, Sabtu (2/7/2017).
Hamzah dengan tagar #GuruBesarKPK.
agar UU KPK tidak direvisi, jadilah KPK lembaga suci. Sampai sekarang ingin
ubah UU KPK dan kritik kepadanya dianggap penistaan, KPK seperti berhala bagi
#GuruBesarKPK. Di beberapa kampus yang didominasi oleh #GuruBesarKPK ini,
diskusi tentang UU KPK dilarang, tragis sekali.
kebebasan akademik dan kebebasan mimbar malah menjadi penganut kultus, begitu
kita bicara KPK maka semua kebebasan kita hentikan dan nalar kita persembahkan
ke bawa duli yang maha mulia KPK.
berpikir jangankan menyelenggarakan debat soal KPK tidak boleh lagi diskusi.
Para #GuruBesarKPK yang terhormat, apakah ini pertanda kematian kampus kita?
Apakah ini awal runtuhnya kebebasan berpikir?.
untuk mengundang beberapa nara sumber dan melarang diskusi beberapa tema.
Bukankah ini yang seharusnya menjadi perhatian #GuruBesarKPK? Karena pikiran
adalah mahkota dan mutiara kampus kita. Bukankah menghentikan pertanyaan
artinya berhentilah pikiran dan reduplah mutiara dan hilanglah cahaya? Kenapa
para #GuruBesarKPK tidak mensponsori suatu studi ruang lebih luas? Kenapa lebih
suka politik dari pikiran?, Yang lebih menyedihkan dari mereka yang menyebut
diri pengajar tata negara mereka berkumpul beberapa orang lalu klaim semua
orang. Ada banyak ahli dan pengajar tata negara seperti Prof Yusril Ihza
Mahendra yang mereka gak berani kontak.
perbedaan pendapat, sejenis juga dengan #GuruBesarKPK yang anti diskusi. Kalau
ditelisik jauh mereka saya sebut kontraktor KPK atau negara donor yang dukung
KPK, kenapa jadinya begini?, ada apa dengan kalian wahai #GuruBesarKPK kenapa
sikap kritis kalian hilang? Kenapa kalian anti perubahan? Di antara #GuruBesarKPK
itu ada juga yang disebut Pakar Manajemen Perubahan tapi sangat terusik dengan
perbedaan pendapat. Kalu apa yang akan menjadi objek studi jika memahami
perspektif dalam mengelola perubahan saja tidak paham.
saya berpendapat bahwa Ini semua bukan organisasi pikiran. Apa yang kalian
lakukan adalah bukan dialog yang merupakan tradisi ilmu pengetahuan tapi
emosi atau politik penggalangan. Sebagai mantan mahasiswa saya
menyayangkan ketidaksanggupan #GuruBesarKPK memahami keadaan.
atas situasi yang oleh para #GuruBesarKPK ini sulit dipahami. Pertama, Tentang
Transisi kita. Kita baru saja 19 tahun menikmati demokrasi. Dan kita masih
memilikinya. Bahwa kampus tidak sanggup memanfaatkan secara baik adalah salah
kampus. Tapi mari kita nikmati #GuruBesarKPK, karena kita teringat masa-masa
gelap ketika kebebasan mimbar kita dirampas dan kampus jadi pabrik manusia
tanpa akal. Sekarang tidak ada lagi yang boleh merampas kebebasan kita tiran
telah tumbang apakah #GuruBesarKPK sudah lupa?.
paling mahal dan menjadi segalanya bagi kita sikap kritis kita ini mahal
harganya. Maka, biarlah kita mulai mendiskusikan KPK sebab ini lembaga biasa,
lembaga tambahan yang tidak ada konstitusi. Jika para #GuruBesarKPK punya
pandangan sampaikanlah dalam diskusi ungkapkan dengan data kita beradu data.
Bukankah ini akan lebih sehat? Kenapa ikut-ikutan mengembangkan fiksi yang
tidak ada dalam kenyataan?.
saya sampaikan sebagai keprihatinan dan melalui surat ini saya sampaikan
hormat. Tidak ada maksud saya menghina meski saya tahu di beberapa kampus itu
dikritik seperti dihina. Feodalisme memang masih merajalela di kampus kita
sehingga ruang inilah mungkin yang digunakan #GuruBesarKPK.
sampaikan simpati, tapi jangan berhenti berpikir. Mari temukan jalan ilmu,
ajarilah kami pengetahuan, Jangan malah kalian belajar politik. Isilah
ruang publik dengan hikmah dan keberanian bukan dengan kepengecutan seperti
menggalang dukungan politik kepada lembaga negara. Semoga terbuka jalan
baik dan diskusi semoga mimbar kampus kita bersemi dalam buntu pikiran
murni.