Berita  

Tidak Ada Batas Waktu Moratorium Pemekaran Wilayah, ‘Tergantung Keuangan Negara’

pemekaran wilayah
(Ilustrasi)
JAKARTA, SriwijayaAktual.com  – Pemerintah masih terus melanjutkan moratorium pemekaran
wilayah. Seperti diketahui pemekaran terakhir dilakukan pada tahun 2014
lalu.
Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam
Negeri (Kemendagri), Sumarsono memastikan, tahun ini kebijakan
moratorium tetap dilaksanakan sampai batas waktu yang belum dapat
dipastikan.
“Tidak ada batas waktu. Semua tergantung situasi keuangan negara,” kata Sumarsono, Minggu (26/2/2017).
Dia mengatakan keputusan untuk melakukan moratorium merupakan hasil
sidang Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) yang diketuai oleh wakil
presiden.
Menurutnya, hal-hal yang diperlukan untuk melaksanakan pemekaran
telah siap. Namun demikian kondisi keuangan negara masih belum
memungkinkan untuk membentuk daerah otonom baru.
“Dari Kemendagri sudah kita sampaikan rancangan peraturan pemerintah
tentang desain besar penataan daerah sudah 95% dan untuk aturan penataan
daerah sudah selesai. Jadi tergantung keputusan politik, tergantung di
wapres,” ujarnya.
Seperti diketahui alasan pengusulan pemekaran untuk mendekatkan
pemerintah kepada masyarakat. Dengan begitu pelayanan publik dapat
dinikmati dengan mudah. Terkait hal tersebut pria yang akrab disapa Soni
menilai perbaikan pelayanan publik tidak harus melakukan pemekaran.
“Solusinya kecamatan diberdayakan. Pelayanan diturunkan ke kecamatan.
Sehingga orang mengurus apapun tidak harus ke kabupaten. Kecamatan
sudah ada kantor, orang, tinggal diberi otoritas kelar,” paparnya.
Sedangkan anggapan peningkatan kesejahteraan melalui pemekaran
dibantah oleh Soni. Dia mengatakan tidak semua daerah otonom baru dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat setelah menjadi daerah baru.
Bahkan dari hasil evaluasi disebutkan 80% daerah hasil pemekaran yang
berusia di bawah lima tahun belum memuaskan.
“Untuk usia 10 tahun ternyata 67% gagal mensejahterakan. Kehidupannya
makin turun dibanding sebelumnya. Yang sejahtera kan elite politik.
Rakyat sendiri tidak terjawab. Memang ada yang lebih baik itu hanya
30%,” paparnya.
Dia menilai, ada cara lain yang dapat dilakukaan untuk pemerataan
pembangunan selain pemekaran. Salah satunya dengan memaksimalkan peran
kecamatan. Terlebih lagi dia menilai usulan pemekaran tidak sepenuhnya
untuk pemerataan pembangunan tapi lebih pada euforia politik.
“Kalah pilkada ingin mekar karena ada jabatan 50 eselon dua dan ada
DPRD baru. Kontraktor senang karena ada pembangunan infrastruktur. Dana
transfer nanti akan semakin sedikit karena dibagi-bagi banyak daerah,”
ujarnya.
Di samping itu Soni mengatakan adanya pemekaran memiliki implikasi
terhadap beban negara yang besar. Maka dari itu pemekaran akan dilakukan
secara hati-hati.
Sebelumnya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan
pemerintah melakukan penundaan pemekaran. Setidaknya terdapat 237 usulan
yang masuk ke Kemendagri.
“Pemekaran membutuhkan anggaran tidak sedikit,” katanya.
Terlebih lagi dia mengatakan bahwa pemerintah akan lebih fokus pada
penataan daerah. Selain itu juga pemekaran membutuhkan kajian yang
mendalam sehingga ke depan daerah baru dapat benar-benar memajukan
pembangunan. (*)

sumber: Sindonews