Untuk Apa Banyak Teman Jika Semuanya ‘PENGEMIS’

Berita13 Dilihat
(Ilustrasi)

SriwijayaAktual.com – Dalam banyak kesempatan ketika orang diminta mendefinisikan teman ,
umumnya mereka mengatakan, “teman adalah mereka yang ada saat kita
susah; sahabat adalah mereka yang membantu saat kita dalam duka; kawan
sejati adalah mereka yang mengulurkan tangannya saat kita terpuruk,” dan
deretan kalimat lain yang semakna. 
Dari sejumlah definisi di atas, tampak jelas bahwa yang orang
butuhkan dari teman adalah bantuan untuk membuat hidupnya lengkap,
bahagia dan sentosa. Sulit mencari orang yang mendefinisikan teman
sebagai, misalnya, “mereka yang mau menerima pemberian kita.” Artinya,
di sini ada sikap proaktif sebagai pemberi, bukan sekadar peminta atau
pengharap imbalan jasa. 
Jika dipikir secara mendalam, lalu untuk apa dilingkari oleh
orang-orang sangat pragmatis dan oportunis seperti itu? Jika situasinya
dibalik, apakah mereka mau melakukan apa yang mereka harap dari seorang
teman? Dari ragam bahasa ken—biasa dipakai para pengemis—yang mereka
pakai untuk mendefinisikan teman, sepertinya bakal sulit bagi mereka
melakukan hal yang mereka difinisikan sendiri. 
“Sekarang banyak orang yang mengaku saudara,” kata komedian Tukul
membandingkan kondisi orang-orang di sekitarnya saat dia sukses kini
dan dulu ketika masih melarat. Apa yang dikatakan Tukul berkelindan
dengan pepatah lama “Ada gula ada semut; ada bunga ada lebah.” Banyak
teman hanya ingin memanfaatkan eksistensi kita. 
Jika teman-teman di sekitar Anda model pengemis seperti itu, Anda
pasti bakal kerepotan membuat mereka bahagia. Akibatnya, Anda bisa lupa
membahagiakan diri sendiri; apabila situasi ini terjadi, yang rugi
adalah jiwa dan raga Anda sendiri. 
Pada satu titik, ketika terpuruk, Anda akan menyesal dengan
mengatakan, “Dulu semua orang saya buat senang, sekarang mereka semua
menjauh.” Dalam situasi ini, Anda telah meniru kesalahan mereka: dengan
menjadi pengemis, persis seperti mereka dulu mengemis ke Anda. Apabila
mengalami ini, Anda justru berada pada kesalahan ganda: terlalu baik ke
orang (saat itu) dan menjadi pengemis seperti mereka (kini).   
Jadi, sebenarnya, sejauh mana orang membutuhkan teman?
Jika teman dekat, Anda sejatinya tidak butuh terlalu banyak: satu
atau dua pun cukup. Jika memiliki pasangan, barangkali Anda malah tidak
akan membutuhkannya lagi. Sekali lagi, yang kita bicarakan adalah
benar-benar teman, bukan berarti kita tak perlu mengenal dan ramah ke
banyak orang. 
Teman yang baik tidak hanya menerima apa yang manis dari kita,
tetapi juga yang pahit. Anda belum bisa menyebut seseorang sebagai teman
sampai dia bertahan selama minimal 7 tahun untuk dekat dengan Anda, apa
pun situasinya. 
Teman dekat yang menumpang kosan dan makan saat kuliah, bisa sama
sekali tak menyapa saat Anda kirim pertemanan di Facebook, begitu dia
bisa hidup dengan jabatannya. Maklum, dia mendefinisikan teman sebagai
mereka yang hadir saat dibutuhkan. Bukankah sekarang dia tak butuh Anda
lagi? 
Orang yang sering Anda elu-elukan, hingga membuat Anda terjebak pada ketergantungan (friend-centered),
bisa jadi mendadak menjadi musuh hanya gara-gara mencintai orang yang
sama, tapi doi memilih Anda. Mengapa ini terjadi? Karena dia spesies
pengemis, dia hanya membutuhkan Anda untuk membuatnya bahagia. Dalam
kasus ini, dia ingin Anda memberikan apa yang dia butuhkan. Bukankah dia
menyebut teman sebagai orang yang ada saat kita susah!?—susah cari
jodoh. 
Teman di sekolah asrama yang dulu saat sakit harus Anda yang
mengurus hingga untuk keperluan toilet sekalipun, tiba-tiba tidak ada
kabar saat lulus. Berteman di medsos dan saling mempunyai nomor ponsel
pun, dia tak pernah tanya sekadar kabar. Memang demikian, karena
definisi teman baginya adalah mereka yang membantu saat sulit. Sekarang,
kan, dia tidak sulit lagi; apa perlunya dia kepada Anda? 
Teman juga setiap saat bisa lari dengan mudah karena urusan
fulus: entah utang-piutang, bisnis, ketidakprofesionalan saat dapat
amanat, atau kesalapahaman soal rupiah. Atau, teman juga bisa lenyap
karena jarak. Jadi, sulit disebut teman jika belum pernah teruji oleh
keadaan. 
Masih berpikir saat ini Anda benar-benar mempunyai teman?
Nyaris mustahil mencari teman  sejati, selain pasangan
(suami/istri). Perhatikan bagaimana dia menerima kita: baik dalam
keadaan “apa aja ada” atau “apa adanya.” Maka, pantas ketika Anda sudah
memiliki pasangan, sebenarnya Anda nyaris tidak membutuhkan siapa pun. 
Apabila masih tersisa sahabat sejati (terutama saat sudah
menikah), dia pasti datang dengan sendirinya: bersilaturahim, mengirim
kabar, dan mengundang Anda untuk bercanda seperti dulu. 
Tulisan ini tentu tak bermaksud mengajak Anda untuk mencampakkan
atau mencurigai orang yang Anda klaim sebagai teman saat ini. Akan
tetapi, mari kita lihat segala sesuatu secara proporsional. Jangan
sampai termakan mitos tentang pertemanan dengan terlalu sibuk
menyenangkan “teman” hingga lupa dengan kebahagiaan diri sendiri. Pun,
Anda tidak usah terlalu bangga jika merasa memiliki banyak teman saat
ini, apalagi teman di Facebok. (rimanews-4/3/2017)
Penulis,
Dhuha Hadiansyah

Komentar