Berita  

[video] SUBHANALLAH!! Lihatlah Kakak Beradik ini Menggemparkan Dunia Meski Tanpa Gelar Sarjana

SriwijayaAktual.com – Terlahir dari keluarga dengan ekonomi pas-pasan tak lantas membuat
Arfi’an Fuadi dan M. Arie Kurniawan berhati kecil. Mereka justru punya
mimpi besar. Tak ada yang menyangka, dua kakak beradik asal Salatiga,
Jawa Tengah, ini sukses sekarang. 
Mereka adalah tamatan sekolah
menengah kejuruan (SMK). Arfian lulus dari SMKN 7 Semarang pada 2005.
Adapun adiknya, Arie, menamatkan sekolah di SMKN 3 Salatiga pada 2009. 
Namun, passion bidang teknik melekat erat pada diri Arfian dan Arie.
“Sejak kecil, kami menyukai hal-hal yang berbau desain,” kata Arfian
yang sempat menjadi penjual susu dan tukang tambal ban selepas lulus SMK
ini. 
Meski demikian, dulu dia tidak punya kesempatan untuk mendalami
bidang desain secara formal. Alfian kerap meminjam komputer sepupunya
untuk mengasah kemampuan desain. Tak jarang pula, dia menjelajahi dunia
maya untuk belajar mengenai teknik desain. 
Pada 2009, Arfian
sempat bekerja di kantor pos. Dari seorang penjaga malam, dia dipercaya
menjadi petugas di loket pengiriman surat. Dari pekerjaan itu, Arfian
bisa menabung untuk membeli komputer bekas. “Dari tabungan terkumpul  Rp
1,5 juta dan diberi tambahan uang dari ayah, hingga saya bisa beli
komputer,” ujarnya. 
Bermodal komputer bekas itu, Arfian
mendirikan perusahaan desain, Dtech-Engineering pada 2009. Dtech
merupakan perusahaan desain mekanik. Lingkup bisnis mereka adalah mechanical engineering, mechanical designing, product design, serta finite element analysis.
 
Tak
perlu menunggu lama, Dtech langsung mendapatkan klien yang berbasis di
Jerman. Arfian bilang, tak sulit mendapatkan klien internasional. “Saya
daftar di salah satu situs freelance, Elance.com. Lewat situs itu, semua
perusahaan yang butuh tenaga desain bisa langsung menghubungi Dtech,”
jelas dia. 
Proyek pertama Dtech adalah  membuat desain komponen
alat ukur perangkat medis. Dari proyek pertamanya, Dtech mendapat
penghasilan US$ 15, yang langsung terpakai untuk membeli software
pendukung proses desain. 
Tak hanya untuk mencari proyek, situs itu juga memungkinkan klien Dtech memberikan feedback.
Jadi, calon klien bisa tahu kualitas pekerjaan Arfian dan Arie. Hal ini
memungkinkan Dtech mengantongi referensi. Bahkan, klien bisa memberikan
nilai kepuasan bekerjasama dengan Dtech. 
Selama lima tahun
berjalan, Dtech selalu mendapat nilai bagus dalam hal kualitas.
Terbukti, customer satisfaction ranking perusahaan ini mencapai angka
4,98 dari 5. Elance.com sebagai situs freelance terbesar di dunia malah memberikan nilai 5 dari 5. 
Di
samping itu, sekitar 40%–60% klien Dtech merupakan repeat customer.
Bahkan, Arfian dan Arie sering menolak proyek. Bukannya sombong atau
pilih-pilih, penolakan itu karena proyek yang datang di saat bersamaan
terlalu banyak. Maklum, Dtech hanya tim kecil yang terdiri dari tujuh
orang. “Dalam sebulan, ada sekitar 30–40 order yang terpaksa tidak
diterima,” tandas Arfian. 
Sejauh ini, Dtech sudah melayani lebih
dari 150 klien dari berbagai belahan dunia, seperti Amerika, Eropa,
Singapura, Australia, dan Selandia Baru. Order yang diterima pun sangat
beragam, mulai dari membuat gantungan kunci yang kecil, sampai membuat
sasis mobil dan ultralight aircraft.
 
Saban bulan,
Arfian biasanya mengerjakan 10 hingga 20 proyek. Namun, bila proyek yang
dikerjakan berskala besar, mereka hanya menerima 5 proyek. Tiap proyek
desain dikerjakan dalam kurun waktu yang sangat beragam. “Ada proyek
yang selesai dalam waktu beberapa jam, tapi ada juga yang sampai
setahun,” ucap dia. 
Kerjasama dengan klien tak hanya berdasarkan
proyek.  Kata Arfian, ada juga klien yang menerapkan sistem kontrak
selama enam bulan. Tarif yang dipatok Arfian dan Arie saat ini sekitar
Rp 175.000 atau sekitar US$ 15–US$ 20 per jam untuk tiap orang. 
Tertipu klien
Bekerjasama dengan klien dari
luar negeri disebut keduanya sebagai pengalaman menarik. Menurut
pengamatan mereka, klien mancanegara lebih terbuka dan fleksibel. 
Meski
tak punya gelar akademik, klien tak pernah meremehkan karya mereka.
“Klien tak memasalahkan ijazah, berbeda klien lokal yang masih memandang
gelar,” tegas Arfian. 
Namun, Arfian pernah punya pengalaman
buruk soal klien. Lantaran komunikasi hanya lewat e-mail dan Skype,
Dtech pernah ditipu klien dari Amerika. Pada 2012, mereka mendapat
proyek untuk membuat pulpen berbahan aluminium. Mereka sudah mengerjakan
30% dari total 400 buah pulpen yang diminta. Namun, pesanan itu
ternyata tidak dibayar. 
Pengalaman pahit itu tak membuat mereka
patah arang. Malahan, setelah kejadian itu, Arfian dan Arie semakin
bersemangat mencari order baru. Tahun lalu, misalnya, Dtech dipercaya
mengerjakan proyek serupa dengan tadi, yakni membuat pulpen eksklusif,
dari bahan aluminium dan batok kelapa. Pulpen tersebut lantas terjual
dengan harga US$ 79–US$ 99 per unit. 
Dengan pencapaiannya ini,
Arfian dan Arie tak pelit berbagi ilmu. Tahun ini, mereka mulai membuka
kelas gratis untuk orang-orang yang punya minat serupa. “Kami sudah
belajar banyak dari klien, jadi sekarang kami mau berbagi juga dengan
anak muda lain yang tertarik bidang design engineering,” kata Arfian. 
Selain itu, masih ada mimpi yang ingin diwujudkan oleh Arfian, yakni
melanjutkan kuliah. Alih-alih mengambil jurusan teknik atau desain,
Arfian justru lebih tertarik mempelajari bisnis. “Kalau bidang yang
sekarang bisa saya pelajari dari buku, internet, atau teman-teman.
Tetapi saya mau mendalami bisnis untuk membesarkan Dtech,” tutur dia.  
Ngetop usai mengalahkan lulusan Oxford
Meski
sudah menggeluti bisnis desain mekanik sejak 2009, baru tahun ini nama
Arfian Fuadi dan M. Arie Kurniawan dikenal banyak orang. Kakak beradik
ini tenar setelah memenangkan kompetisi 3D Printing Challenge yang
diadakan General Electric, beberapa bulan lalu. 
Arfian dan Arie
berhasil merancang komponen pesawat jet generasi terbaru. Sebelumnya,
berat komponen yang asli mencapai 2.033 gram. Mereka bisa mengurangi
bobotnya menjadi hanya 327 gram. 
Prestasi ini mencuat karena
kompetisi itu diikuti oleh insinyur dari berbagai penjuru dunia. Arfian
dan Arie keluar sebagai juara pertama mengalahkan seorang doktor dari
Swedia dan lulusan Oxford University yang bekerja di perusahaan Airbus. 
Alhasil, pencapaian itu membuat branding Dtech
Engineering sebagai perusahaan berskala internasional makin mantap.
“Karena ada juga klien yang datang karena tahu kami memenangkan
kompetisi itu,” ucap Arfian. 
Banyak orang Indonesia menganggap
seram pasar global. Padahal, menurut Arfian dan Arie, pasar global
justru lebih menjanjikan. Kualitas menjadi modal untuk bertarung di
pasar internasional. Lagipula, bisnis di pasar global bisa dimulai dari
partai kecil. 
Arfian mencontohkan pengusaha furnitur yang mau
mengekspor produknya. “Banyak pengusaha berpikir pasar luar itu susah,
harus modal besar dan quality control yang ketat. Padahal yang penting
dimulai saja dari partai kecil,” ujarnya.   
Setidaknya ada dua
kunci sukses jika mau berbisnis di pasar global, yakni ide dan eksekusi
yang bagus. Tren pasar global yang selalu berubah juga harus diikuti
perkembangannya. “Kalau tentang desain atau manufaktur, bisa belajar
secara autodidak. Tetapi ide dan eksekusi ide itu hal mahal, yang tidak
dimiliki semua orang,” tutur Arfian.  [kontan.co.id/2014] 
Silahkan simak videonya kini mereka seperti dibawah ini; 
Spesial Untuk Mu :  Selama Lebih dari 20 Tahun Dia Menyamar Sebagai Perempuan, dan Semua Orang pun Tersentuh Ketika Mengetahui Alasan…