Berita  

woOW!! Warga Aksi Unjuk Rasa: Bahwa Virus Corona Hanyalah ‘Berita Bohong’

Warga2BAksi2BUnjuk2BRasa2B 2BBahwa2BVirus2BCorona2BHanyalah2BBerita2BBohong
PARA pengunjuk rasa di British Columbia.* /SMCP/
BRITISH COLUMBIA, Sriwijaya Aktual  – Pihak berwenang di British Columbia mengecam protes Vancouver yang menyatakan bahwa Corona adalah ‘berita palsu’ serta membangkang terhadap aturan social distancing.

Menteri Kesehatan Provinsi juga mengecam tindakan yang dianggap telah meremehkan penderitaan orang lain yang menghadapi virus corona.

Sebuah Foto dan video menunjukkan sekitar 15 orang yang ikut dalam aksi unjuk rasa, dan berkumpul di Balai Kota.

Padahal Perintah dari bagian kesehatan sudah digaungkan, terkait larangan kerumunan orang-orang.

Para pengunjuk rasa itu kemudian berjalan menuju pusat Kota Vancouver.

Mereka menyerukan orang-orang untuk menentang aturan social distancing di BC.

Para warga sebelumnya memang dianjurkan pemerintah untuk berdiam diri di rumah untuk mengurangi penyebaran virus corona.

Peraturan serupa juga diterapkan di Kanada, di mana restoran dan banyak perusahaan diperintahkan untuk ditutup sementara.

Sampai sekolah hingga pelayanan publik pun menutup atau membatasi kegiatan yang biasanya dilakukan rutin hampir setiap hari.

Menanggapi para pengunjuk rasa itu, Petugas Kesehatan Provinsi Dr Bonnie Henry mengatakan pada Senin, 13 April 2020 bahwa pengunjuk rasa itu hanya ingin mengungkapkan sebagian kekhawatirannya seperti yang banyak dirasakan oleh warga lain.

“Sebagian orang melakukan apa yang perlu mreka lakukan,” ujar Henry.

Menteri Kesehatan BC Andrian Dix pun mengatakan dia telah diberitahu terkait video protes yang menyebar itu.

“Kami telah melihat satu atau dua contoh minggu ini, orang berperilaku sangat buruk,” ujar Dix.

Dia mengatakan bahwa mereka kini hanya perlu fokus terhadap penanganan virus corona dan tidak terlalu menghiraukan para pengunjuk rasa tersebut.

Namun kini perintah Henry untuk menjaga jarak fsik akan terus ditegakkan dalam keadaan yang sedang mengkhawatirkan tersebut.

Individu yang melanggar akan dikenakan biaya hingga 750 US dollar atau setara dengan Rp 11,7 juta, sementara untuk para perusahaan yang melanggar akan dikenakan biaya denda sebesar 37.500 US dollar atau setara dengan Rp 588 juta. (*/South China Morning Post)